Bab 2. Pria Aneh

1274 Kata
Mira masih merasa sakit hati pada suaminya, terlebih lagi dengan mertuanya yang menghina Mira dengan sebutan wanita gila tidak tahu diri karena menikahi anak semata wayangnya, yang dianggap lebih pantas mendapatkan wanita lebih baik ketimbang dirinya. Tapi sekarang dia berada di sini, di pesta kantor yang suaminya hadiri. Mira memutuskan untuk memberi maaf karena dia tidak ingin bayinya lahir dengan keadaan orang tua tidak lengkap. Mira melihat suaminya yang terus mengobrol dengan para petinggi, berusaha mencari muka dengan menjilat atasannya untuk mempertahankan posisi atau untuk naik ke posisi lebih tinggi. “Aku masih sakit hati, tapi kenapa aku memaafkannya dengan mudah? Dan kenapa aku bersedia datang ke sini dengannya?” gumam Mira dengan mata yang mulai berkaca-kaca mengingat kejadian tadi malam. Bima memintanya untuk ikut untuk menunjukan pada semua orang kalau dia adalah pria yang mencintai istrinya. Di meja lain seorang pria tengah menatap Mira begitu lekat tanpa Mira sadari. “Itu wanita yang Anda cari selama ini, Tuan Tama,” ucap salah seorang pria di sampingnya. Pria bernama Pratama itu tersenyum miring melihat Mira dengan perut hamil dan cincin nikah yang melingkar di jari manisnya, siapa pun pasti tahu kalau wanita itu sudah memiliki pasangan. “Jadi pria itu sengaja membawa istrinya ke sini, agar memberi kesan sebagai suami yang baik dan sangat mencintai istrinya untuk menutupi skandal perselingkuhannya? Bukan begitu, Bagas?” tanya Tama pelan. “Sepertinya begitu, pria itu sudah dikenal dengan pria penjilat yang sering sekali cari muka di mata para atasan,” jelas Bagas. Tama terkekeh dengan senyuman mengejeknya, mendengar penjelasan dari bawahannya benar-benar membuat Tama merasa kalau suaminya Mira adalah orang yang gampangan dan tidak punya harga diri. “Aku ingin melihat seberapa menjilatnya dia padaku nanti, jika aku meminta istrinya.” Tama tersenyum licik beranjak bangun dari duduknya. *** “Mas … kenapa memblokir nomorku?” Seorang wanita menarik Bima ke sudut tempat yang lumayan sepi, Bima dengan wajah paniknya celingak-celinguk memastikan tidak ada orang yang melihat mereka berdua. “Apa-apaan kau mengajak bicara di sini, Arum?” bisik Bima tidak suka. “Mas memblokir nomorku, lalu dengan cara apa aku mengajak bicara?” Wanita bernama Arumi itu mulai menghimpitkan tubuhnya ke Bima. Tentu saja Bima panik, di sini sedang banyak orang dan lagi ada istrinya yang dia ajak untuk menutupi tentang gosip perselingkuhannya, tapi Arumi ingin sekali mengacaukan niat Bima yang ingin mencuci tangannya sendiri. “Dengar, Arum … kita akhiri saja hubungan kita di sini, istriku sedang hamil, aku tidak ingin menyakitinya lagi,” ucap Bima pada Arumi. “Tidak! Enak saja, Mas sudah meniduriku terus sekarang mau pergi begitu saja tanpa ada tanggung jawab apapun, jangan mau enaknya saja jadi laki-laki!” Arumi mulai menaikan volume suaranya tidak terima dengan keputusan sepihak dari Bima. Bima semakin panik jika Arumi mengundang perhatian banyak orang ke arah mereka, itu sama saja bunuh diri dengan apa yang sudah dia rencanakan untuk membersihkan namanya. “Arum, kita tidak seharusnya melakukan hal itu karena aku sudah beristri, aku tengah khilaf waktu itu, kita harus mengakhiri hubungan kita karena aku masih mencintai istriku dan aku tidak ingin kehilangan dia,” jelas Bima. “Seharusnya Mas pikirkan itu sebelum memulai hubungan denganku, sekarang semuanya sudah terlanjur terjadi, sekarang Mas mau kabur setelah meniduri orang? Enak sekali hidup Mas jika seperti itu!” teriak Arumi. “Baiklah, kita akan bicara lagi, tapi nanti. Aku pergi dulu.” Bima berusaha mengakhiri obrolan dengan cara aman agar Arumi berhenti mengikutinya. “Mas, tunggu dulu …,” sergah Arumi, tapi Bima keburu pergi meninggalkannya. *** Dengan segelas minuman di tangannya dengan sengaja Tama menumpahkan sedikit di dress Mira yang masih bengong mencari suaminya. “Oh … Nona, maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja,” ucap Tama berpura-pura. Mira langsung sadar dan segera meraih tisu di hadapannya untuk membersihkan bekas minuman yang menempel tidak kunjung hilang. “Biar aku bantu.” Tama ikutan mengambil tisu dan mengelap bagian yang sengaja dia tumpahkan minuman tadi. “Maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja, Nona,” ucap Tama lagi, wajahnya dibuat seakan-akan merasa bersalah. “Tidak apa-apa, Tuan. Ini hanya sedikit, aku bisa mencucinya nanti di rumah,” balas Mira. Tama melepas jas untuk dipakaikan ke tubuh Mira menutupi bekas noda minumannya. “Pakailah ini dulu, acara akan berlangsung agak lama nanti dan ini kartu namaku. Sebagai permintaan maafku, kau boleh menghubungiku untuk meminta bantuan apapun,” ucap Tama memberi kartu namanya. “Tapi, Tuan—” “Simpan saja.” Tama tidak membiarkan Mira menolak sedikitpun pemberian darinya, sudah sangat lama dia mencari Mira jadi wajar saja kalau Tama sangat berambisi tidak ingin kehilangan Mira lagi. Mira terpaksa menerimanya karena wajah Tama juga tidak berniat untuk menerima penolakan, Mira jadi agak sedikit takut menyakiti hatinya karena penolakan darinya. “Boleh aku duduk di sini?” tanya Tama dengan sedikit berbisik. Mira agak keheranan padahal masih banyak kursi kosong, tapi Tama lebih memilih duduk di sampingnya setelah tumpahan minuman itu, tentu saja Mira merasa agak aneh karena Tama juga terus menatapnya. Mira memalingkan wajahnya menunduk sedikit takut, Tama membuatnya risih, pria itu masih belum memalingkan wajahnya menatap Mira. “Ya, silahkan.” Tama duduk dengan sumringah, walaupun dia sendiri menyadari Mira merasa risih, tapi Tama sama sekali tidak bisa membuang kesempatan lagi, dia harus mengingat semua ukiran wajah Mira yang sangat dia rindukan beserta kenangan yang akan dia ciptakan setelah ini. “Sepertinya kau sedang bersedih?” tebak Tama. Tama meneliti keseluruhan wajah Mira membuatnya terhanyut lagi dalam kecantikan sederhana Mira. “Karena aku menumpahkan minuman jadinya kau bersedih?” Tama pura-pura tidak tahu tentang kejadian tadi malam kalau Mira bertengkar dengan suaminya, dia juga harus berpura-pura tidak mengenal suaminya saat ini. “Bukan, bukan karena itu.” Akhirnya Mira membuka suara. Jawaban dari Mira membuat Tama tersenyum miring, secara tidak langsung Mira mengakui sedang bersedih, itu membuat Tama jadi lebih mudah untuk membicarakan topik selanjutnya. “Jadi bersedih karena apa?” tanya Tama memancing. Mira mengatupkan bibirnya, merutuki kebodohan dirinya sendiri bicara pada orang asing yang baru dia temui di sini, tapi obrolan mereka sudah terlanjur masuk, mau tidak mau Mira harus melanjutkannya untuk bersikap sesopan mungkin karena Mira pikir siapa tahu Tama mengenal suaminya. “Katakan saja, siapa tahu aku bisa membantumu,” ujar Tama sedikit memaksa. Mira bingung bagaimana meresponnya, tidak mungkin dia mengatakan aib suaminya pada orang lain, tapi perkataan Tama begitu lembut walaupun sedikit membuatnya risih, dia jadi terbius sesaat untuk menumpahkan semuanya. “Tidak apa-apa, aku hanya ada masalah pertengkaran kecil rumah tangga saja,” jawab Mira. Pada akhirnya Mira tidak bisa menahan bibirnya untuk mengatakan masalah keluarganya pada orang lain yang baru dikenal. “Apa suamimu ada di sini?” tanya Tama lagi. Mira mengangguk pelan, mengiyakan pertanyaan Tama, sedangkan Tama tidak ada hentinya untuk tersenyum karena merasa sangat mudah untuk mengorek sesuatu dari Mira. “Siapa namanya?” Masih dengan sandiwaranya, Tama ingin jawaban yang sudah dia ketahui keluar dari mulut Mira sendiri. Mira melirik ke Tama menatapnya curiga, Tama buru-buru langsung mengubah ekspresi tersenyum nya menjadi tatapan datar tidak bersalah. “Jika kau tidak bisa memberitahukan tidak masalah, aku tidak memaksa,” ujar Tama. “Maaf,” balas Mira untuk tidak bisa memberitahukan nama Bima pada Tama. “Akulah yang harusnya minta maaf, maaf sudah menanyakan hal-hal yang bersifat privasi, entah kenapa aku merasa dekat denganmu,” ungkap Tama. Bukan hanya perkataan Tama, tapi Mira juga merasakan kedekatan dengan Tama padahal bagi Mira mereka baru pertama kali bertemu sampai Mira mengatakan semuanya pada Tama. “Kalau suamimu membuatmu bersedih lagi, ceraikan saja dia dan menikahlah denganku,” ujar Tama spontan. “Apa?!” “Dasar pria aneh! Bisa-bisanya kau bicara seperti itu pada wanita yang sudah bersuami,” desis Mira.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN