Radhi senyum-senyum sendiri sambil menatap kedua lengannya yang dibalut perban elastis. Ternyata tidak buruk juga jadi pasien, apalagi kalau yang mengobatinya adalah Nakia. Kapan lagi mereka bisa sedekat ini? Nakia secara suka rela menyentuhnya, sementara Radhi dengan pasrah menerima, sambil berpuas hati memandangi paras cantik istrinya. Teruntuk bapak-bapak tadi, Radhi urung sepenuhnya marah pada beliau. Dia malah berterimakasih, berkat luka memar yang didapatkan dari benturan tiang infus, Nakia jadi menyentuh dan memberinya sedikit perhatian. “Stop, Dhi! Lama-lama gue jadi jijik ngeliatnya,” decak Benjamin dengan kening mengernyit. Dia juga geleng-geleng kepala melihat tingkah laku temannya. “Kalo gue jadi Nakia, gue bakal cap lo orang gilaa.” “Memang udah gilaa, tergila-gilaa sama bi