Clara mematung, pun Nina yang masih berdiri beberapa langkah di sampingnya. Wajah keduanya pias, belum pernah terjadi seorang Andra geram hingga memekik nyaring seperti itu. Di tengah keheningan, bunyi derap sepatu memecah udara, Seto berlari cepat mendatangi ruangan Andra setelah seorang team sekretariat mengabarkan keberadaan Clara di gedung itu. ‘Tok-tok!’ Hanya untuk tata krama, Seto mengetuk daun pintu yang terbuka lebar. “Ayo keluar, Ra,” pinta Seto. Sopan. “Yuk, ngobrol sama gue.” Clara masih diam, menahan geraman di dalam dadanya. Diana akhirnya mengusap wajahnya, lalu menyerongkan tubuh ke sisi kanan, menghadap Andra yang tengah menunduk dengan menumpukan kepalan kedua tangan di atas meja. Napas Andra masih berburu, berusaha mengendalikan amarahnya. “Abang....” Andra m