Ida bangkit dari duduknya, meninggalkan peralatan merajutnya, melangkah cepat membukakan pagar bagi Diana. “Ya Allah, anak Bunda,” ujarnya seraya memeluk Diana. Diana semakin sendu dalam tangisnya, isaknya ikut menyentuh hati Ida. “Ayo masuk dulu, Nak. Cerita sama Bunda di dalam ya?” Hanya anggukan yang bisa Diana berikan. Lidah dan tenggorokannya tercekat, tak sanggup berkata-kata. “LUUUN! TURUN, NAK. ADIKMU DATANG NIH!” pekik Ida, memanggil putri semata wayangnya. Terdengar derap langkah yang tak sabaran dari lantai dua rumah itu. Lalu suara itu berlajut ke anak-anak tangga. Seorang gadis berumur 28 tahun setengah berlari mendekati Diana. “Kak Luna,” tangis Diana dipelukan Aluna. Seseorang yang sudah ia anggap seperti Kakaknya sendiri. Pun Ida ia sudah anggap laksana Ibunya