Keesokan paginya, udara Jakarta masih sama, panas, macet, dan sedikit menyebalkan. Namun bagi Anggita, setidaknya pagi ini terasa lebih tenang. Ia bisa menikmati roti panggang dan segelas kopi sambil duduk di ruang makan tanpa pikiran aneh. Rafka sudah berangkat lebih dulu untuk rapat pagi di kantor pusat, sempat mengecup keningnya sambil berpesan, “Kalau ada apa-apa, langsung telepon aku, ya.” Anggita hanya tertawa waktu itu. “Tenang aja, dramanya udah tamat kok.” Setidaknya… ia pikir begitu. Namun semesta selalu punya cara buat bercanda. Jam makan siang, saat Anggita baru saja kembali dari pantry membawa segelas air putih, seorang resepsionis datang ke ruangannya. “Bu Anggita, ada tamu di bawah. Katanya teman lama Ibu. Namanya… Melly.” Nama itu langsung membuat air yang baru saja d

