Bab 5. Kesepakatan

1346 Kata
"Ehh, stop, woi, stop! Kamu kira aku samsak yang bisa melampiaskan semua amarahmu, hahh! Aku ini juga manusia, bahkan aku gak tahu masalahmu. Jika kamu kesal dengan seseorang pukullah dia, bukan aku! Dan, jika kau butuh teman curhat aku bisa jadi tamanmu, walaupun aku masih kecil tapi, aku mengerti apa yang kamu rasakan ini. Jadi, hentikan semua ini, Nona. Atau aku akan menggendongmu keliling tempat ini sampai semua orang mengira bahwa kita ini pasangan!" Dewa berteriak penuh kekesalan karena tubuhnya berkali-kali dipukuli oleh Kanaya. Jantung Kanaya seakan berhenti mengikuti pukulan yang juga terhenti. Matanya membola mendengar kata-kata Dewa. Dia tidak menyangka bahwa apa yang anak kecil itu katakan memang benar. Seandainya aku kesal dengan dia, kenapa aku melampiaskan semua ini padanya? Bukannya ini sama saja dengan perlakuan pria itu? Kanaya terdiam beberapa saat membuat Dewa melambaikan tangan karena melihat reaksi wanita itu melamun. Sampai seketika ide gila keluar dari pikiran Naya dan tersenyum menatap Dewa. Awalnya pria itu terlihat bingung, kini langsung ketakutan akibat senyuman yang diberikan seakan-akan seperti senyuman jahat. "Apa yang kamu rencanakan?" tanya Dewa, menatap Kanaya dengan tatapan yang cukup khawatir. Ia tidak tahu apa yang ada dipikiran wanita galak ini. Kanaya tersenyum tipis, ia mendekatkan dirinya kepada Dewa yang langsung terkejut tapi hanya diam. "Aku punya penawaran yang menarik untukmu," ucap Kanaya menaikturunkan alisnya. "Penawaran?" Dewa mengerutkan bibirnya. "Apa itu?" "Kita disini sama-sama diuntungkan," kata Kanaya mengulas senyum misteriusnya. "Belum menyatakan apapun tapi sudah bicara untung. Hei, Nona! Katakan dulu apa yang ingin kamu tawarkan, soal untung bisa kita bahas belakangan. Bisa jadi untung dikamu, tapi buntung di aku," celetuk Dewa memutar bola matanya malas. Kanaya tersenyum sinis, ia berusaha tenang. "Bukannya kamu ingin membantuku?" ucap Kanaya, tiba-tiba saja merubah wajahnya menjadi sedih. "Ya, aku mungkin bisa membantumu dengan menjadi tempat cerita. Bukannya itu sudah membantu juga, waktu orang tampan sepertiku ini sangatlah berharga, Nona galak," sahut Dewa melirik Kanaya sekilas. "Tapi yang aku butuhkan bukan itu," keluh Kanaya. "Apa yang kamu butuhkan? Katakan saja, mau pembalut? Obat sakit perut saat PMS?" ceplos Dewa asal saja. Kanaya langsung melayangkan pukulan yang kedua kalinya dikepala Dewa, tapi tidak sekeras biasanya. "Mulutmu itu, kenapa membahas hal menyebalkan. Aku serius!" seru Kanaya. "Loh, aku serius ini. Dimana aku nggak seriusnya? Kamu marah-marah pasti karena lagi PMS 'kan? Udah katam aku masalah begituan," celetuk Dewa. "Bodoh! Tidak semua wanita marah karena PMS. Dan aku bukan marah, tapi aku sedang kesal," ujar Kanaya. "Kesal kenapa?" Kanaya menghela napas panjang, ia mulai menceritakan semua masalah yang terjadi dalam hidupnya tanpa ada yang ditutup-tutupi. Dari semua kejadian perselingkuhan, perebutan hak rumah dan uang bulanan anak-anaknya. Wanita itu seolah meluapkan semua masalah yang mengendap dihatinya dengan bercerita kepada Dewa, pria asing yang baru saja ditemuinya. Sementara Dewa terkaget-kaget mendengar cerita Kanaya. Pria itu berulang kali melihat Kanaya dari atas sampai bawah. Bukannya bersimpati, ia malah terkejut sendiri saat tahu jika Kanaya sudah memiliki dua anak kembar yang sudah kelas satu SMP. Apakah tidak salah? Bagaimana Kanaya masih secantik ini? "Laki-laki itu memang brengsekkkkkk! Dulu dia mencintaiku, tapi setelah dia bosan dia benar-benar membuangku. Aku sangat membencinya!" seru Kanaya untuk yang terkahir kali menutup cerita mengenaskannya itu. "Wow!" "Wow?" Kanaya mengernyit, kenapa tanggapan Dewa hanya wow? "Ehem, kamu begitu hebat memilih tetap bertahan di rumah itu meksipun kamu terus disakiti. And than, kamu sudah punya anak? Seriously?" Dewa memastikan lagi, apakah ucapan Kanaya tadi benar adanya? "Iya sudah. Mereka udah masuk SMP, kamu salah jika mikir aku mau bertahan. Aku mau berhenti, aku mau mencari pekerjaan. Untuk itulah aku meminta bantuanmu, apa kamu tidak ingin mengangkatku jadi pelayanmu? Tapi aku minta gaji dimuka buat bayar sewa rumah," kata Kanaya, mengutarakan apa yang sejak tadi ia pikirkan dalam benaknya. "Hahaha ...." Dewa justru tertawa mendengar perkataan Kanaya. Ia tertawa merasa Kanaya yang galak ini sangat polos juga. "Kenapa kamu malah tertawa? Apa kamu pikir ini lelucon?" sergah Kanaya kembali memukul kepala Dewa untuk ketiga kalinya. "Aduh, suka banget sih mukul orang. Apa ini sikapmu pada suamimu? Pantaslah dia mencereraikanmu. Sopanlah sedikit jadi perempuan," cetus Dewa. "Aku bersikap bagaimana kamu bersikap," sahut Kanaya. "Okey okey, aku mengerti." Dewa mengangguk pelan. "Jadi, kamu saat ini butuh uang?" tanya Kanaya. "Apa aku perlu menjawabnya?" Terlalu malas menanggapi Dewa membuat Kanaya bersikap menyebalkan. "Jika kamu butuh uang, aku akan memberikannya padamu. Tapi kenapa kamu tidak membalas perbuatan suamimu saja?" ujar Dewa menaikturunkan alisnya. "Membalas?" Kanaya memutar tubuhnya, merasa tertarik akan pembicaraan ini. "Ya, membalas perbuatan kejam mereka dengan cara yang sama. Aku bisa menjamin pria yang sudah berselingkuh, pasti akan kembali berselingkuh untuk yang kesekian kalinya. Karena itu adalah sifat aslinya. Nah, sekarang itu kesempatanmu untuk membalas dendam kepada suami dan wanita itu juga," kata Dewa dengan senyum liciknya. "Dengan cara apa? Merebutnya kembali? Ogah, tidak ada dalam kamusku menjilat ludah sendiri," tukas Kanaya. Dewa mendengus sebal, ia menarik baju Kanaya sehingga wanita itu menjadi sangat dekat dengannya. "Ap ..." Ucapan Kanaya menggantung tatkala melihat wajah Dewa yang sangat dekat sekali dengannya. Ia mendadak kesulitan bicara saat menyadari pria yang bersamanya ini sangatlah tampan. "Tidak harus menjilat ludah sendiri, Nona. Kamu cukup membuatnya sakit hati dengan menjadikan dirimu lebih baik dari wanita itu. Pakai trik tarik ulur, menggoda mantan suamimu seolah kamu menginginkan dia. Sampai disini, apa kamu sudah paham?" bisik Dewa mengulas senyum yang memikat sehingga Kanaya semakin terperangkap jauh. "Aku paham." Kanaya mengangguk dan buru-buru melepaskan dirinya. "Baguslah, aku pikir tadinya kamu orang yang cerdas. Tapi ternyata dugaanku terlalu bagus," ucap Dewa asal. "Ucapanmu itu terlalu menghina anak muda. Katakan, apa yang harus aku lakukan agar kamu bisa membantuku?" tanya Kanaya. "Tidak sulit, kita hanya perlu berpura-pura menjadi seorang pasangan kekasih yang saling mencintai. Buat mantan suamimu itu sadar kalau dia telah menyia-nyiakan berlian hitam sepertimu," seloroh Dewa. "Apa katamu?" Kanaya melotot kesal. Dewa kembali tertawa, ia mengacak-acak rambut Kanaya karena sangking gemasnya. "Hei, Nona. Kamu pasti sudah sangat tahu maksudku. Namaku Dewa, dan mulai saat ini aku adalah pacar palsumu. Setelah ini aku akan mengajakmu pergi untuk perawatan, membuat dirimu cantik dan lanjutkan misimu," kata Dewa. "Apa imbalannya?" Kanaya kembali bertanya, tidak mungkin Dewa membantunya cuma-cuma. Dewa tersenyum, kali ini senyuman sinis itu terlihat. Ia kemudian mendekati Kanaya kembali, lebih dekat hingga d4da bidangnya menyentuh lengan Kanaya. Ia lalu berbisik lembut ditelinga wanita itu. "Aku ingin melakukan hal yang sama." *** Suara deru mesin motor terdengar begitu berisik. Sorak Sorai dari puluhan anak muda yang saat ini sedang menunggu balapan di mobil dijalanan itu tampak semakin riuh. Malam sudah sangat larut dan polisi biasanya jarang yang berkeliaran. Kesempatan ini digunakan para anak muda itu untuk balapan liar. "Dewa!" "Dewa! "Dewa!" Nama Dewa terus dipanggil berkali-kali oleh para pendukungnya. Ditengah-tengah mereka sudah ada dua mobil yang siap untuk digunakan balapan. "Dewa, kamu dipanggil tuh. Malam ini lawan Gilang anak BSD," ujar salah satu laki-laki muda, ia mendatangi Dewa yang masih duduk menikmati wine ditangannya. "Siapkan saja. Aku masih ingin bertemu Katty," sahut Dewa langsung menegak habis wine digelasnya lalu bangkit meninggalkan tempat tersebut. Dewa sudah setengah mabuk, ia menerobos beberapa gerombolan wanita yang tampak saling mengobrol itu. Ia lalu menarik seorang wanita yang memiliki postur tubuh tinggi jenjang. "Dewa, kamu udah dipanggil," ucap wanita tersebut, Katty. "Masih ada waktu, aku membutuhkanmu," sahut Dewa dengan suara berat. Dewa segera menarik wanita itu ke dalam mobil, ia tanpa basa-basi langsung mencium bibirnya dengan liar. Katty juga mengimbanginya dengan hal yang sama, suatu kebanggaan jika Dewa menginginkannya diwaktu mendesak seperti ini. Biasanya selalu dia yang menawarkan dirinya. Beberapa saat kemudian, Katty sudah mendesah dibawah kungkungan Dewa yang sangat liar dan keras itu. Pria itu selalu seperti itu, tidak pernah lembut kepada perempuan yang menjadi partner bercintanya. Bagi Dewa mereka hanya seonggok barang yang dipakai saat butuh dan dibuang saat bosan. Semakin lama lenguhan itu terdengar dari bibir Katty, wanita itu sudah mulai terbiasa dengan sikap Dewa yang seperti ini. Dewa tersenyum sinis, ia mengikuti permintaan wanita itu sehingga suara desahannya kian terdengar. Mobil yang bergoyang dengan keras itu menggambarkan bagaimana panasnya percintaan mereka. Setelah Dewa puas, ia langsung pergi setelah mengungkapkan kata-kata manis penuh cinta yang hanya sebuah kebohongan semata. "Dewa, kasih barangnya. Uangnya gue transfer." Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN