Lift berhenti dengan bunyi Ting! Dengan lembut. Dominick menggenggam tangan sang istri dengan erat, sementara pantulan bayangan mereka di dinding baja lift memperlihatkan sepasang suami istri yang tampak bahagia, tapi hanya mereka berdua yang tahu betapa rapuhnya kebahagiaan itu. Betapa bahagiaan itu memang benar-benar mereka upayakan. Begitu pintu terbuka, udara dingin dari pendingin ruangan mall menyapa wajah mereka. Sherina menyandarkan kepalanya sejenak di bahu suaminya. "Sayang," bisiknya pelan, "kau tahu... aku suka kalau kau tertawa seperti tadi di dapur." Dominick tersenyum kecil. "Kau mengejekku? Aku sadar, bahwa aku tidak pandai tertawa." Ucap Dominick cepat. "Tapi justru itu yang membuatnya berharga," ucap Sherina sambil menatap mata suaminya dalam-dalam. "Karena setiap kali

