Begitu pintu ditutup Halim tidak langsung duduk, dia malah mondar-mandir gelisah sadar betul ia baru menghindar dari Kikan padahal mereka sudah sepakat untuk memulai lebih dekat walau perlahan-lahan. Tiba-tiba saja selebat wajah Lou terbayang, “sadarlah Halim, Lou bukan siapa-siapa lagi untukku! Aku tidak boleh merasa bersalah seperti pria tidak setia begini!” monolognya, kemudian memijat kening lalu berhenti menatap ke pintu, berpikir berkali-kali untuk menghampiri Kikan. Ia menarik napas dalam-dalam, demi bisa meyakinkan langkahnya kemudian Halim memegang handel pintu, menekannya hingga terbuka. Matanya mencari keberadaan sang istri, namun di sofa tempat ia meninggalkan Kikan tadi, wanita itu sudah tidak di sana. Kemudian mata Halim tertuju pada pintu kamar Kikan tidak jauh darinya.