Seketika Rosi menangis sejadi-jadinya. Dia bersimpuh di kaki sahabatnya dengan uraian air mata membuat Farzana semakin menegang. Malam ini sepertinya Farzana meluapkan segala kekesalan di hatinya, dia keluar dari zona nyaman yang selama ini menjadi image dirinya. “Kenapa kamu tiba-tiba nangis? Aku tidak memukulmu? Aku tidak mengusirmu? Bahkan aku membujuk suamiku dan ibu mertuaku agar tetap memberikan tempat tinggal yang layak untukmu. Di saat mereka meragukan semua tentangmu. Tapi, apa? Aku mengingat semua kenangan indah kita ketika kita bersama menikmati suasana di kost. Aku tidak pernah lupa sedikitpun semua moment tentang kita, Rosi. Tapi apa?!” Farzana tersenyum sinis menatap sahabatnya dengan kilatan amarah. “Dengan mudah bibirmu bercanda mengatakan ingin menjadi istri yang kedua.

