Satu bulan berlalu sejak kematian Josephin. Sejak saat itu, Anya terlihat berbeda. Ia lebih banyak diam dan menangis sendirian di dalam kamarnya. Perginya Josephin dalam hidupnya belum dapat Anya terima. Akalnya mungkin meyakini kalau jasad itu telah terkubur di dalam tanah, tapi tidak dengan hatinya yang menolak untuk percaya. Ia tahu sakitnya ditinggalkan. Namun tidak separah sekarang. Ketika papanya memilih mengakhiri hubungan bersama mamanya, dunianya hancur lebur, tapi kakinya masih bisa berjalan. Sekarang— dunianya tidak lagi porak-poranda, melainkan lenyap, tergantikan hitam yang membentuk kabut penyesalan. Andai Anya bisa memutar waktu, ia akan mengucapkan kata maaf itu. Seandainya ia mengetahui pendeknya usia Josephin, Anya mungkin akan berbaik hati menyisihkan sedikit waktunya