Bagian 9

1742 Kata
Gia mulai bekerja kembali di perkebunan Chrysant, untungnya ia tidak dipecat karena saat absen finger masih diaccept oleh mesin. Ia memeriksa sampai mana perkembangan perkebunan karena hampir 2 Minggu ia tidak masuk tentu saja Bunga Chrysant yang ditanam mulai dipupuk. Saat Gia di gudang pupuk organik bersama beberapa pekerja, Ardi mendekatinya. "Bisa bicara sebentar Gia," Ardi sudah berada di belakang Gia. Gia membalikkan badannya dan menghadap Ardi. "Iya, kenapa mas?" "Apa benar kamu kemarin sakit dan opname di rumah sakit? tapi kenapa kamu tidak bisa dihubungi? aku khawatir," tanya Ardi bertubi-tubi.  "Itu... iya mas, aku opname??" Gia gugup menjawab pertanyaan Ardi.  "Tapi kenapa bos sendiri yang kesini kasih surat sojtei, aku terkejut saja kenapa bukan divisi HRD yang mengantarkan surat dokternya?"  Gia terdiam mendengar ucapan Ardi, ternyata Arsya memberikan langsung surat dokter pada Ardi sebagai penanggung jawab perkebunan Chrysant.  "Aduh...maaf mas, soal itu aku tidak punya penjelasan apa apa," jawab Gia bingung.  "Kamu ada hubungan khusus sama pak Arsya?" "Maksud mas Ardi apa? Tolong jangan membuat pembicaraan ini semakin melebar mas, aku tidak ada hubungan apa apa dengan pak Arsya. Maaf aku harus kembali bekerja," jawab Gia berlalu Gia meminta beberapa pekerja membawa pupuk untuk bunga Chrysant dan ia mengikuti pekerja itu di belakang. "Tunggu..." Gia menghentikan langkahnya. "Soal malam itu, apa kamu tidak apa apa? Karena aku lihat mereka banyak sekali, lalu ada kabar kamu sakit, jangan jangan..."  "Walau aku terluka apa mas Ardi perduli, mas bahkan tidak mau turun kan dan malah berbalik arah?" Gia berbalik dan menatap tajam Ardi. "Maaf Gia aku tidak bisa membantu karena..." "Tenang aja mas, waktu itu polisi langsung datang kok" "Syukurlah kalau begitu jika kamu tidak terluka." "Apa ada pengaruhnya jika saya terluka atau tidak?" "Itu...aku..." Ardi tidak menyelesaikan ucapannya karena Gia sudah melangkah pergi meninggalkannya. ~~~ ~~~ "Gia..." "Apa..." "Liburan akhir tahun ke Bali yuk?" Gia yang akan menyuapkan makanan ke mulutnya mengurungkan niatnya. "Nggak ada duit Cha, elo kan tahu gue lagi menabung." "Gue bayarin." "Enggak ah, perasaan gue numpang mulu Sama elo. Tidur numpang, makan numpang. Masa liburan juga numpang. Kamu aja berangkat Cha, biar gue di rumah," jawab Gia.  "Males ah berangkat sendirian, ayo dong Gia." "Aaaahh... elo ih ada aja, gue kan mau istirahat saja saat liburan akhir tahun." "Ayolah Gia, gue ada seseorang yang lagi gue deketin and dia mengajak liburan ke Bali." "Tuh kan, modus elo ada aja, pura pura ngajak gue bilang nggak mau berlibur sendirian ternyata..." "Peace Gi..." Jawab Elsa terkekeh. "Mau ya, sekali kali bantuin gue pendekatan kali Gi..." Gia menghela nafas panjang. "Iya iya gue bantuin, nasib deh gue bakal jadi obat nyamuk nih," Gerutu Gia yang disambut senyum gembira Elsa. ~~~ ~~~ Gia membuka jendela balkon kamar hotel dimana ia menginap bersama Elsa, Elsa memesan kamar president suite dengan balkon yang mengarah ke pantai. Angin pantai menerpa wajah Gia, Gia terpejam menikmati hembusan angin itu. "Gia...gue ke pantai dulu ya?" Gia membuka matanya, ia membalikkan badannya dan mendekati Elsa yang sedang mengoleskan tabir surya di tangannya. "Elo nggak capek apa, kita baru datang loh Cha?" "Andrew tadi kirim pesan ke aku katanya ia sedang jalan jalan di pantai. Jadi aku mau kesana, kamu istirahat aja dulu." "Iya lah gue mau istirahat, emangnya gue mau ikut elo ke pantai, jadi obat nyamuk cap entahlah ntar gue," "Bisa aja lo, gue jalan dulu Gi." "Hati hati Cha." Gia merentangkan tangannya ke atas, dihirupnya udara pantai yang baru ia rasakan, Gia mengakui belum pernah sekalipun berlibur ke Bali, karena ia lebih suka menghabiskan waktu ke gunung dari pada ke pantai, Dojo tempatnya dulu berlatih saat di Malang sering mengadakan acara di pegunungan yang memang bertebaran di Malang. Gia merebahkan tubuhnya di ranjang, ia ingin istirahat saja hari ini karena ia mengumpulkan tenaga untuk esok hari, ia akan berkeliling menyusuri pantai. ~~~ ~~~ Gia berjalan di samping Elsa, mereka berjalan menuju lift, hari ini mereka akan jalan jalan ke pantai Kuta, Elsa memakai hotpants dan Tanktop sedangkan Gia lebih memilih memakai celana pendek selutut dan kaos lengan panjang. Mereka memasuki lift yang turun ke lobby hotel, mobil hotel sudah menunggu mereka di luar lobby hotel. Saat Gia dan Elsa melintasi sofa yang berada di lobby seseorang menyapa Elsa. "Elsa...?" Elsa dan Gia menghentikan langkahnya, keduanya membalikkan badan menatap seseorang yang berjalan mendekati mereka. "Bagaimana kabar kamu?" "Baik bang," jawab Elsa kikuk "Kamu berdua saja?" "Ah iya bang, ini kenalkan sahabat Elsa, Gia." Gia tidak menjabat tangan pria itu melainkan membungkukkan badannya. "Selamat pagi sensei Salman." Salman dan Elsa menatap Gia. "Kamu karateka di Dojo saya?" "Iya sensei." "Jadi elo latihan di Dojo Abang Salman?" Bisik Elsa pada Gia yang di angguki Gia. "Ya udah gue ke depan dulu, elo pasti pengen ngobrol dulu sama sensei Salman." bisik Gia pada Elsa. "Saya ke depan dulu sensei." Gia membungkukkan badannya lagi dan meninggalkan Elsa bersama Salman. "Abang sama kak Dewi dan Aisha?" Tanya Elsa lagi. "Iya, Arsya juga ikut loh. Kamu nggak mau ketemu sama dia?" "Nggak bang, Elsa nggak mungkin punya muka ketemu sama kak Arsya." "Jangan seperti itu El, walaupun pertunangan kalian batal tapi kalian masih berteman kan?" Elsa hanya diam, ia Hanya menghela nafas panjang. "Abang tahu kamu pasti marah sama Arsya, tapi tolong fahami dia." "Iya bang, saya sudah menerima kenyataan itu, Abang tenang saja, aku nggak ada dendam kok sama kak Arsya." "Baguslah kalau begitu." "Kalau begitu Elsa pamit bang, udah diunggu Gia di depan. Salam buat kak Dewi dan Aisha mmm...juga kak Arsya." "Baiklah nanti Abang sampaikan." Elsa melangkah meninggalkan Salman yang menatapnya dengan tatapan bersalah. Ia pun berjalan menuju lift dan naik ke lantai 5 dimana kamarnya berada, saat sampai lantai 5 ia melangkah menuju kamar yang berada di samping kamarnya. Ia menekan bel kamar beberapa kali hingga pintu kamar terbuka. "Iya bang aku udah siap, nggak sabaran jadi orang." "Kamu tuh mandinya lama seperti gadis remaja saja, kakakmu sama Aisha sudah menunggu di lobby." "Iya iya ayo," Arsya menutup pintu kamarnya dan mengikuti langkah Salman, mereka memasuki lift menuju lobby. "Abang tadi ketemu Elsa di lobby." Arsya menatap Salman, kemudian memalingkan wajahnya. "Dia disini juga?" "Sepertinya ia juga berlibur di Bali, apa kalian tidak pernah berkomunikasi sejak saat itu?" "Tidak pernah bang." "Kenapa? walaupun kalian tidak jadi bertunangan tapi harusnya kamu masih menjaga hubungan baik dengannya Ar" "Iya iya bang." ~~~ ~~~ Gia menyusuri pantai dengan bertelanjang kaki, ia fikir akan bermain pasir bersama Elsa saat pagi-pagi Elsa mengajaknya ke pantai tapi ternyata Elsa sudah janji dengan Andrew akhirnya ia menikmati deburan ombak seorang diri. Sesekali ombak menyapu kaki putihnya. Sesekali ia berjalan agak ke tengah dan saat ombak datang ia segera berlari ke pantai. Ia tertawa senang walau bermain sendirian. Gia melanjutkan menyusuri pantai, rambutnya yang ia gerai berterbangan terkena angin, sesekali ia merapikan rambutnya yang menghalangi pandangannya. Ia kemudian duduk di tepi pantai yang tak terjangkau ombak, ia memainkan pasir dengan membentuk gambar. Ia berfikiran membuat istana pasir seperti yang pernah ia impikan waktu kecil. Dengan imajinasinya ia mencoba membuat istana pasir. Saat ia tengah asyik mengotak-atik pasir seorang gadis kecil berusia sekitar 8 tahun mendekatinya. "Waaah...istananya bagus kak." Gia mendongakkan kepalanya, ia kemudian tersenyum dan menengok ke belakang gadis kecil itu. "Kamu sendirian disini dek? Mana orang tua kamu?" Tanya Gia keheranan melihat gadis kecil itu seorang diri di tempat ini, padahal Gia memilih tempat yang agak jauh dari keramaian. "Ada kak, sedang disana," tunjuk gadis kecil itu ke arah dimana banyak kerumunan orang. "Kamu seharusnya nggak boleh sendirian sayang, sudah bilang belum sama mama, sama papa kalau kamu kesini?" Tanya Gia.  Gadis kecil itu menggeleng. "Nah...itu nggak boleh sayang. Kalau mama mencari gimana, terus mama bingung nyariin kamu gimana hayo?" "Iya ya kak. Habis Aisha bosen disana." "Oh....nama kamu Aisha sayang, nama yang bagus. Ya udah yuk kakak anterin ke mama sama papa kamu." "Nggak mau kak, Aisha mau disini sama kakak, mau bikin istana pasir juga." Gia menghela nafas, kemudian melanjutkan membuat istana pasir kembali dengan bantuan Aisha. Aisha tertawa senang saat istana pasirnya sudah berdiri. "Yeay....kakak hebat istananya bagus kak." "Aisha juga hebat, kan Aisha tadi juga ikut bikin."  Gia mengeluarkan ponselnya dan mengajak Aisha selfie dengan background istana pasir yang mereka buat. Hari sudah semakin siang, matahari sudah hampir berada di atas kepala. "Aisha, kakak antar ke mama papa kamu ya, pasti mereka mencari, Aisha kan udah kelamaan sama kak Gia disini." "Iya kak, ayo." Gia berdiri dan menggandeng Aisha berjalan meninggalkan pantai, tapi Aisha kemudian menangis karena tidak mendapati kedua orangtuanya di tempat semula. "Kak.....mama sama papa mana kak?" Aisha menangis sesenggukan. Gia berlutut di depan Aisha. "Aisha tenang ya, nanti kak Gia bantu cari, tapi Aisha jangan menangis dong, nanti kak Gia malah disangka penculik lagi." Aisha menghentikan tangisnya dan memeluk Gia. "Aisha mau mama kak." "Iya sayang, kamu tenang ya." Gia kemudian berdiri dan menggandeng Aisha menuju pos informasi dan penjaga pantai. "Permisi pak, begini saya menemukan adik kecil ini, apa ada laporan kehilangan anak?" "Iya ada mbak, laporan kehilangan anak perempuan bernama Aisha berusia 8 tahun." "Baguslah, ini Aisha pak." "Tapi maaf mbak, mereka sudah pergi." "Hah sudah pergi, kemana?" "Kami sudah berkeliling dan tidak menemukan Aisha akhirnya mereka pergi ke kantor polisi untuk membuat laporan." "Lalu bagaimana pak, apa saya bawa ke kantor polisi saja?" "Terserah mbaknya, ini ada hotel dimana mereka menginap jika mbak berkenan mengantar Aisha atau kalau tidak mbak antarkan ke kantor polisi saja." "Baik pak, terima kasih informasinya," Gia meninggalkan pos informasi. "Aisha, kak Gia antar ke kantor polisi ya, biar bapak polisi yang antar kamu ke mama dan papa kamu." "Nggak mau kak, Aisha mau kak Gia yang antar." ucap Aisha berkaca kaca dan mulai menangis, Gia yang tak tega pun memeluk Aisha untuk menenangkan Gadis kecil itu. "Iya iya....kak Gia antar, tapi Aisha jangan nangis ya," Gia mengurai pelukannya dan menatap Aisha. Ia mengeluarkan kertas yang diberikan oleh petugas pos informasi di kantong celananya yang belum sempat ia baca tadi.  ~~~ ~~~ Salman sedang menenangkan Dewi, istrinya karena kehilangan putri mereka saat berjalan jalan ke pantai. Sedangkan Arsya sedang ke kantor polisi untuk memberikan laporan. "Tenang sayang, Aisha pasti akan kita temukan," ucap Salman memeluk istrinya. Tapi sayang, dia pasti kebingungan di sana, bagaiman kalau dia diculik orang jahat, atau dia..." "Sssttt....jangan berfikir yang tidak tidak, kita berdoa agar dia baik baik saja." Dewi masih menangis sesenggukan saat bel kamar hotel mereka berbunyi. "Itu pasti Arsya," ucap Salman yang kemudian berdiri dan melangkah menuju pintu. Ia membuka pintu dan melihat Aisha, putrinya bersama seorang gadis. Aisha segera menghambur ke pelukan ayahnya. Lynagabrielangga
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN