Bagian 8

1171 Kata
Gia membaringkan tubuhnya di ranjang kamar yang ia tempati di rumah Elsa, hampir 2 Minggu ia tinggal di apartemen Arsya untuk pemulihan, namun sejak insiden di depan kamar mandi itu Gia selalu kikuk jika berhadapan dengan Arsya. Hingga saat Arsya pergi ke luar negeri Gia memutuskan kembali ke rumah Elsa, ia tak ingin lebih lama tinggal di apartemen Arsya, pasti Arsya mengeluarkan biaya besar untuk menyewa perawat dan dokter untuk merawatnya, walau bagi Arsya itu hal kecil namun Gia tidak ingin berhutang budi pada bosnya itu. Gia memejamkan matanya tapi insiden ia mencium Arsya kembali berkelebat di kepalanya. "Aaaahh...kenapa bayangan itu terus datang," pekik Gia frustasi. Itu adalah ciuman pertama Gia dan ia melakukannya tanpa sengaja dengan atasannya, ia malu pasti bosnya itu berfikir yang tidak tidak padanya, pasti Arsya menganggap Gia mengambil kesempatan untuk menciumnya, memikirkan hal itu saja membuat Gia merasa sangat malu, ingin ia resign tapi tak bisa begitu saja mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Gia berfikir lebih baik ia tetap bekerja, ia harus tetap profesional kan, ia putuskan akan masuk kerja hari Senin, entah apakah ia akan dipecat karena terlalu lama cuti atau masih diperkenankan untuk bekerja. Ia mendengar suara ribut di luar kamarnya, saat ia akan beranjak untuk melihatnya, pintu kamar sudah terbuka dan wajah Elsa terlihat khawatir, dengan terburu buru Elsa melangkah mendekati Gia. Elsa kemudian duduk di tepian ranjang. "Ya ampun Gia, lama amat sih lo pulang kampungnya, gue kesepian tahu. Mudik nggak bilang-bilang," cerocos Elsa "Iya sorry, tapi gue kan udah balik." "Terus gimana ortu lo, masih keukeh jodohin lo Ama Rico?" "Eh...itu.... soal itu nggak dibahas lagi kok Cha," jawab Gia gugup. "Ya udah semoga ortu Lo nggak jodoh jodohin lo lagi deh. Tunggu.....elo pucat banget Gia, elo sakit?" "Iya. Tapi udah mendingan kok, elo nggak usah khawatir Cha." "Ya udah lo istirahat aja, dan...elo nggak usah kerja di perkebunan lagi." "Kenapa Cha?" "Gue mau elo kerja di perusahaan gue aja, biar gue bisa jagain elo." "Ya ampun Cha, nggak segitunya juga, elo kan tahu passion gue bukan kerja kantoran, tapi kerja lapangan. Please Cha." Elsa menghela nafas, ia tahu tak akan bisa memaksa sahabatnya itu. "Oke oke, tapi kalau elo berubah fikiran, elo langsung bilang gue ya." "Iya iya." Elsa kemudian melangkah keluar dari kamar Gia. Gia bernafas lega, tapi ia juga merasa bersalah harus berbohong pada Elsa karena Elsa sudah percaya padanya. Oooo----oooO Arsya menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu apartemennya, entah perasaan apa yang ia rasakan saat ini. Gia sudah pergi dari apartemennya dan ia merasa kehilangan, saat ia di luar negeri perawat yang ia sewa untuk merawat Gia mengatakan jika Gia memaksa untuk keluar dari apartemen dan kembali ke rumah sahabatnya, tapi perawat itu menjamin jika keadaan Gia sudah benar benar sehat jadi Arsya tidak perlu khawatir lagi. Disisi lain ia lega karena Gia sudah sehat tapi di sisi lain ada perasaan tak rela jika Gia pergi dari apartemennya. Ia mengacak rambutnya frustasi, ia berjalan menuju kamarnya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah tubuhnya segar, ia mengambil kunci mobil kemudian segera pergi lagi dari apartemennya. ~~~ ~~~ Arsya memasuki sebuah club' dengan memeluk Nanda, setelah selalu sibuk saat ini ia ingin sedikit menghibur diri, dan saat menuju ke club' Nanda menelponnya jadilah ia menjemput Nanda dan hang out bersama. Arsya mengambil tempat di sudut club' yang agak tersembunyi, tak lupa ia memesan minuman untuknya dan Nanda "Udah lama kita nggak keluar bareng Ar," ucap Nanda sambil meneguk minuman yang sudah ada di meja mereka. Arsya hanya menjawab dengan gumaman. "I Miss you Ar," Nanda mulai mendekatkan wajahnya pada Arsya, dan mulai melumat bibir Arsya, Arsya membalas ciuman Nanda namun yang terbayang malah bibir Gia yang menciumnya, Arsya memejamkan matanya dan melumat lembut bibir Nanda. "Baru kali ini kamu menciumiku dengan lembut Ar," ucap Nanda disela ciuman mereka. Mendengar suara Nanda, Arsya membuka matanya dan mendorong tubuh Nanda menjauh darinya "Nanda..!!!??" "Tentu saja ini ku Ar, kamu fikir orang lain?" Nanda kembali mendekatkan wajahnya untuk mencium Arsya namun Arsya memalingkan wajahnya. "Stop Nda, aku hilang mood." "Nggak mood?? Kamu aneh deh. Sejak kapan kamu nggak mood jika sama aku?" Tanpa menjawab pertanyaan Nanda, Arsya beranjak dari duduknya dan meninggalkan Nanda, Nanda pun berdiri dari duduknya dan mengikuti Arsya. "Ar.....kamu kenapa sih, kamu ada masalah, bilang sama aku." Nanda berjalan di samping Arsya yang berjalan keluar dari club. "Tidak apa apa Nda, aku mau pulang kepalaku pusing." "Ya udah ke apartemen aku aja ya Ar, ntar aku akan sembuhkan pusing kamu," Nanda melingkarkan tangannya pada lengan Arsya. "Aku sudah bilang kalau aku hilang mood Nda, ayo aku antar kamu pulang." "Nggak ah, aku masih mau disini, kita kan baru datang. Kalau kamu mau pulang pulang aja gih" Nanda melepaskan tangannya dan berbalik masuk dalam club'. Arsya berjalan ke area parkir dan masuk dalam mobilnya, ia memang lebih suka mengemudi sendiri daripada membawa sopir pribadinya namun jika dirasa perlu baru ia mengajak sopir. Ia melajukan kendaraannya dengan kecepatan rendah, ia bingung kenapa malah ia membayangkan berciuman dengan Gia sedangkan ia sedang bersama Nanda. Ia biasa berciuman dengan teman wanitanya dan ia tak pernah membayangkan wanita lain saat seperti itu tapi kenapa tadi saat Nanda menciumnya ia malah mengingat insiden ciumannya bersama Gia. Arsya memegang bibirnya, ia masih bisa merasakan lembutnya bibir Gia, Tanpa Arsya sadari ia sudah berada di jalan menuju rumah Elsa. Arsya masih melajukan mobilnya dan menghentikannya tak jauh dari rumah Elsa, entah apa yang menuntunnya hingga sampai ke sini. Ia sandarkan tubuhnya pada jok pengemudi, ia pejamkan matanya. Kembali bayangan Gia berkelebat di matanya yang membuatnya membuka mata. "Hhhh....ada apa denganku?" Gumam Arsya, ia segera menyalakan mesin mobil dan meninggalkan tempat itu. Oooo----oooO "Ar, tumben kamu kemari?" tanya Arman, kakak Arsya. "Tidak boleh bang?" "Aku hanya bertanya Ar, kenapa reaksimu seperti itu, kamu ada masalah di perusahaan?" "Tidak ada bang, aku hanya mau bertemu keponakanku yang cantik." "Halah...kamu merindukan Aisha? bukannya dia suka buat kamu repot? jujur sama Abang, kamu ada masalah apa?" "Hhhh... aku bingung bang, gadis ini sungguh mengganggu fikiranku." "Gadis? seorang gadis yang membuatmu seperti ini? gadis yang mana, Nanda, Sheila, Salsa, Dara atau siapa?" "Abang..." "Lah benar kan yang aku bilang, gadis yang mana, kamu kan nggak suka berkomitmen seperti Abang, mereka hanya kamu anggap teman dekat saja, bagaimana bisa ada yang mengganggu fikiranmu, apa ada salah satu dari mereka yang hamil?" Ucap Salman menatap Arsya menyelidik. "Abang tahu aku nggak pernah sejauh itu, aku masih memegang adat ketimuran bang." "Halah jangan sok alim, playboy kelas kadal," ledek Salman pada adik satu satunya. "Jangan meledek bang, aku sedang pusing." "Ya sudah cerita sama Abang, kamu kan selalu mengatakan masalahmu sama Abang." "Aku belum bisa cerita bang, nanti kalau aku memang sudah benar benar tidak bisa mengatasinya aku akan bilang sama Abang, sekarang aku mau main sama Aisha, mana dia?" "Dia ada di halaman belakang sama mamanya." "Ya sudah bang, aku menemui Aisha dulu," Arsya melangkah menuju halaman belakang rumah Salman. "Makanya nikah, biar bisa buat yang lucu seperti Aisha" teriak Salman saat Arsya belum pergi jauh. "Jangan mulai bang." Lynagabrielangga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN