08 - SUMMER RAIN IN SHANGHAI

1836 Kata
SRIS.08 MATI RASA Beberapa bulan kemudian... Setelah beberapa bulan menjalani masa tahanan, hingga kini aku masih teringat pada kejadian pada hari persidangan. Kejadian di mana rasa benciku terhadap Aland Bai dan Dalia Han semakin bertambah. Aku masih ingat saat dua orang polisi membawaku ke dalam ruang persidangan sebagai seorang terdakwa. Aku yang mengenakan rompi berwarna dengan tangan diborgol, ditatap sinis oleh beberapa orang yang hadir dalam persidangan itu. Aku tidak melihat kehadiran Aland Bai di dalam ruang persidangan. Yang aku lihat adalah beberapa orang rekan kerja Aland Bai yang menyaksikan kejadian waktu itu, Dalia Han, serta ibunya yang menyerangku saat berada di ruang pemeriksaan di kantor polisi. Mereka semua menatapku dengan tatapan benci. Bahkan wanita paruh baya itu juga sempat memakiku dengan suara yang histeris seolah hendak membunuhku. Sedangkan mertuaku Tuan Yelu Bai yang merupakan ayah dari Aland Bai, menatapku dengan tatapan rumit. Selain itu aku juga masih ingat isak tangis Dalia Han dengan ekspresi lemah dan mengiba saat berada di meja penggugat. Ia memberikan beberapa keterangan palsu, membuat semua orang yang hadir di persidangan bersimpati padanya. Namun aku yang memendam rasa benci terhadapnya, hanya diam sambil menyimpan semua ucapannya dalam ingatanku. Salah satu ucapannya yang aku ingat hingga kini adalah cerita tentang hubungannya dengan Aland Bai suamiku dan tuduhannya terhadapku yang telah mencelakainya di ruang persidangan. Dengan air mata yang berlinang ia berkata, "Aku dan Aland adalah pasangan suami istri sejak dua tahun yang lalu. Rasanya sangat wajar jika kami bermesraan dimana pun yang kami inginkan. Tapi wanita itu datang tiba-tiba dan memukuli suamiku hingga terluka parah. Bahkan ia juga mendorongku yang tengah hamil 7 bulan dengan kasar hingga aku mengalami pendarahan dan bayiku lahir premature..." Hari itu persidangan berjalan tidak terlalu lama. Sangat mudah bagi hakim untuk mengambil keputusan, karena ada banyak saksi yang memberikan keterangan hingga memberatkan posisiku sebagai pelaku dalam kasus penganiayaan. Terasa sangat menyedihkan, karena selama persidangan berlangsung tidak ada seorang pun yang berpihak kepadaku. Bahkan sangat sulit bagiku untuk membela diriku sendiri karena aku benar-benar telah mencelakai Aland Bai dan Dalia Han. Satu hal yang menyakitkan dan sangat aku ingat dari begitu banyak kejadian yang tidak menyenangkan selama persidangan. Yaitu disaat semua orang yang hadir di persidangan dan bersimpati pada Dalia Han, berteriak meminta hakim untuk memberiku hukuman berat. Dalam waktu bersamaan, hanya Felly Fang dan ibuku lah yang menangis dan berteriak bahwa aku tidak bersalah. Namun sekuat apapun kedua orang terdekatku berteriak untuk membelaku, suara mereka tetap kalah oleh suara orang banyak. Hingga akhirnya sang hakim memutuskan untuk memberiku hukuman penjara selama 5 tahun 6 bulan. Hal itu dikarenakan orang yang aku celakai tidak meninggal. Kini aku yang telah menjalani kehidupan di dalam penjara tidak terurus seperti dulu lagi. Rambut yang dulu panjang dan bergelombang, dipotong segi sampai telinga. Pakaian profesional yang memberikan nilai lebih pada diriku, kini menjadi seragam penjara yang sederhana dan longgar. Meski sedang hamil, aku bekerja keras seperti tahanan wanita lainnya. Aku juga memakan makanan yang sederhana dan berbagi ruangan dengan tahanan lainnya tanpa adanya ruangan privasi. Hidupku benar-benar telah berubah 180 derajat, bahkan sangat menyedihkan dibanding yang dulu. Selama berada di dalam penjara ini, aku tidak hanya menjalani kehidupan yang sulit. Tapi aku juga mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dan penganiayaan dari beberapa orang tahanan yang sepertinya tidak menyukaiku. Tanpa aku ketahui kesalahanku, mereka menusuk kulitku dengan ujung pena, mencubit pahaku, menarik rambutku, bahkan menyiram tanganku dengan air panas. Mereka melakukan apapun yang mereka bisa untuk menyiksaku tanpa sepengetahuan pengawas penjara. Dan aku hanya bisa diam menanggung semua penderitaan yang aku alami. Saking seringnya aku mengalami penganiayaan dari tahanan wanita yang tidak menyukaiku, penganiayaan yang aku alami hampir setiap harinya sudah aku anggap hal biasa. Tidak ada kemarahan, juga tidak ada perlawanan dariku yang selama ini selalu memiliki pertahanan diri. Setiap harinya aku hidup di dalam pelecehan dan penganiayaan tanpa ada rasa perikemanusiaan. Bahkan tidak ada rasa sakit yang aku rasakan saat mereka memperlakukanku dengan buruk, karena hati dan tubuhku telah mati rasa. Siang ini setelah kembali mengalami perlakuan buruk, aku yang merasa lelah duduk di sudut ruang tahanan. Aku duduk sendirian dan larut dalam pemikiranku sendiri sambil memeluk lututku yang telah dipukuli oleh beberapa orang tahanan wanita. Sedikitpun tidak ada rasa sakit yang aku rasakan. Hanya saja pikiranku melayang memikirkan nasib calon bayiku nanti setelah ia lahir. Sudah beberapa kali aku mengirimkan surat kepada Aland Bai yang tidak pernah mengujungiku untuk memberi tahu tentang kehamilanku. Namun sekalipun aku tidak mendapatkan balasan darinya yang mungkin saja sangat membenciku. Membuatku yang tengah mengandung, merasa pesimis dengan masa depan calon bayiku. Sedangkan ibu dan ayahku yang sudah tua, hidup dengan ekonomi pas-pasan setelah aku mendekam di penjara. Jika bayiku lahir saat aku masih menjalani masa tahanan, siapa yang akan mengurusnya? Saat aku duduk termenung dan larut dalam pemikiranku sendiri, tiba-tiba seorang pangawas datang menghampiri ruang tahananku. Dan sambil membuka pintu ruangan, sang pengawas itu berkata, "Nyonya Helena Huang, ada yang ingin bertemu dengan Nyonya." Aku menganggukan kepala menanggapi ucapan pengawas itu tanpa menanyakan siapa yang ingin bertemu denganku. Karena selama ini hanya ada ayah, ibu dan juga Felly Fang yang datang mengunjungiku kemari, aku yang merindukan mereka dengan segera bangkit dari lantai dan berjalan keluar ruang tahanan. Aku mengikuti pengawas yang berjaga menuju ruang besuk yang tidak terlalu jauh dari ruang tahananku. Dengan perasaan yang sedikit senang, di dalam hati aku berkata, apakah hari ini ibu atau Felly membawakan makanan kesukaanku? Baru saja aku memasuki ruang besuk, orang yang aku lihat bukanlah ibuku atau Felly Fang. Namun yang aku lihat adalah Aland Bai yang selama ini tidak pernah aku temui semenjak kejadian beberapa bulan lalu. Saat aku melangkah menghampirinya dan duduk di kursi yang ada di hadapannya, tidak ada kata yang terucap dari bibirku yang kini membencinya. Aku hanya duduk diam, lalu memperhatikannya yang saat ini tengah menunduk dengan tubuh yang lebih kurus dari saat terakhir kali kami bertemu. Di dalam hati aku bertanya, apa istri barunya tidak bisa merawatnya dengan baik? Saat aku menatapnya dengan penuh penilaian, Aland Bai mengangkat wajahnya tanpa menatapku. Kemudian dengan suara rendah ia bertanya, "Kenapa kamu menatapku seperti itu?" "Tidak apa-apa. Aku hanya tidak menyangka kamu akan datang kemari mengunjungiku." aku menjawab dengan wajah datar tanpa ada sedikitpun rasa senang. Aland Bai terdiam beberapa setelah mendengar jawabanku dan kembali bertanya, "Apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat sangat kurus." "Bukan urusanmu. Apa masih ada hal lain yang ingin kamu katakan padaku?" Sambil mendorong beberapa lembar kertas yang dari tadi ada di atas meja, Aland Bai menjawab, "Ya. Aku ingin kamu menanda tangani semua dokumen ini. Kamu hanya perlu menanda tangani surat perceraian itu. Untuk hal lainnya, biar aku yang urus." Aku mengambil beberapa lembar kertas itu tanpa berkata apa-apa. Aku yang tidak peduli dengan isi dari surat perceraian itu, juga tidak ingin membacanya. Tanpa berpikir panjang aku membubuhi tanda tangan pada semua lembaran kertas yang ada di hadapanku. Sedangkan Aland Bai yang dari tadi tidak berani menatapku, membalikan tubuhnya dan membelakangiku. Saat ia duduk membelakangiku yang sedang membubuhi tanda tangan, ia menyalakan rokok yang baru saja ia keluarkan dari saku celananya. Entah apa yang sedang ia pikirkan saat berhadapan denganku. Ia yang dari terlihat begitu serius, sepertinya tidak ingin melihatku. Sebegitu bencikah ia padaku? Baru saja Aland Bai menyalakan rokok dan menghisapnya beberapa kali, seorang pengawas yang bertugas di ruang besuk dan melihatnya sedang merokok berkata, "Maaf, Tuan. Dilarang merokok di dalam ruangan ini." "Selesai." Aku pun bersuara setelah sang pengawas ruang besuk menegurnya. Aland Bai hanya diam tanpa menanggapi ucapanku dan teguran pengawas itu. Dengan segera ia bangkit dari kursinya dan mengambil semua lembaran kertas yang baru saja selesai aku tanda tangani dari atas meja. Kemudian Aland Bai berlalu pergi keluar ruang besuk tanpa berpamitan padaku apalagi menatapku. Sedikit pun tidak ada kesedihan di hatiku saat melihat kepergiannya. Aku juga tidak berharap ia akan menatapku dan memberikan senyumannya yang khas kepadaku. Hatiku sudah mati. Untuk apa aku peduli padanya yang telah menghancurkan hatiku dan membuat hidupku seterpuruk ini? *** ALAND BAI Tubuh yang sangat kurus, wajah dan penampilan yang tak lagi terurus adalah pemandangan yang aku lihat saat aku bertemu dengan Helena Huang untuk pertama kalinya setelah kejadian buruk yang menimpaku beberapa bulan lalu. Aku merasa begitu kaget dan hatiku terasa teriris melihat kondisinya yang begitu menyedihkan. Ia yang dulunya begitu cantik dengan segala kelebihan dan kekuarangannya, kini terlihat tidak seperti Helena Huang yang dulu. Bahkan tatapan datarnya dan cara bicaranya yang ketus padaku, membuatku menyadari bahwa kini ia sangat membenciku. Aku sangat menyadari kesalahanku yang telah membuatnya begitu marah besar kepadaku. Namun aku yang telah memilih jalan hidupku, juga memiliki alasan tersendiri atas semua pilihanku. Memang terasa begitu berat dan penuh rasa penyesalan, karena aku harus melepaskan wanita yang sangat aku cintai demi wanita kedua yang mampu memberiku lebih dari hati. Bahkan aku harus mengorbankan perasaanku demi putraku Dylan Bai yang baru lahir yang harus mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Jika bukan karena putraku dan posisiku di perusahaan milik Dalia Han, mungkin aku tidak akan bertahan hingga kini. Ia memang mencintaiku dengan segenap hatinya. Tapi tidak dengan diriku yang masih meninggalkan hatiku kepada Helena Huang. Andai saja dari awal aku memiliki posisi yang kuat, pastinya aku tidak akan menempuh jalan pintas ini dan terjerat ke dalam kehidupan Dalia Han yang memberiku begitu banyak materi. Sejak awal bertemu kembali dengan Helena Huang, aku yang begitu mencintainya dan sulit untuk melepaskannya tidak sanggup menatap wajahnya. Bahkan setelah ia menandatangani surat perceraian yang aku bawa saat menemuinya, aku masih tidak sanggup menatapnya sebagai tanda perpisahan. Aku memilih untuk tidak banyak bicara dan tidak melakukan kontak mata dengannya, agar tidak ada rasa bersalah di hatiku melihatnya yang mungkin saja terluka. Bahkan aku berharap tidak akan ada air mata dalam perpisahan ini. Namun sayang, air mataku sempat menetes di pipi saat aku melangkah keluar ruang besuk setelah melihat keadaannya yang terlihat tidak baik-baik saja. Baru saja aku keluar dari kantor polisi dan memasuki mobilku yang terparkir di halaman gedung kantor polisi, Dalia Han yang dari tadi menunggu bersuara, "Sayang, bagaimana? Apa semuanya berjalan dengan baik?" "Ya." "Apa kamu sudah menceraikannya? Apakah Helena mau menanda tangani surat gugatan cerai yang kamu berikan padanya?" "Ya, sudah." "Syukurlah... Akhirnya kita bisa terlepas dari wanita gila dan sial itu. Dengan dipenjaranya dirinya, aku tidak perlu lagi merasa khawatir dengan keadaan putra kita Dylan." Aku yang tengah bersedih, merasa tidak senang dengan ucapan Dalia Han yang terlihat begitu menbenci Helena Huang. Sambil mulai mengendarai mobilku keluar halaman kantor polisi, dengan suara rendah aku berkata, "Tidak bisakah kamu berkata yang baik-baik saja, Dalia?" "Maksudmu? Apa kamu pikir apa yang aku katakan tadi tidak ada baiknya?" "Ya. Meski kamu tidak menyukainya, kamu tidak perlu menyebutnya dengan wanita sial." "Kenapa? Kenapa sekarang kamu malah memarahiku? Aku hanya mengatakan sebuah kebernaran. Helena memang wanita gila dan sial. Jika ia tidak gila, ia tidak akan mengamuk saat bertemu dengan kita waktu itu. Dan jika ia memang bukan wanita sial, ia tidak akan membuatmu dan aku terluka hingga Dylan lahir secara prematur. Jadi berhentilah membelanya, Aland. Sekarang ini aku adalah satu-satunya istrimu. Jadi kamu harus membelaku, bukan ia yang sudah menjadi mantan istrimu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN