SRIS.06 WANITA MANDUL
Mengalami hal buruk secara beruntun dalam satu hari, membuatku merasa begitu terpuruk. Aku tidak hanya dikhianati oleh suamiku dan kehilangan cintaku. Tapi aku juga kehilangan mobilku yang selama ini menjadi milikku, setelah menabrak sebuah mobil mewah di jalan raya menuju apartemenku. Aku akui bahwa aku merasa tidak sanggup untuk mengganti rugi semua kerusakan yang ada pada mobil yang aku telah tabrak tersebut. Namun sebagai gantinya aku membiarkan mobilku dibawa pergi oleh pria berjas hitam itu saat aku hendak digiring ke kantor polisi. Hal itu aku lakukan sebagai wujud dari rasa tanggung jawabku atas apa yang telah aku lakukan walau aku sendiri tidak tahu kapan akan bisa menebus kembali itu semua. Sedangkan aku yang telah melakukan tindakan kriminal sebelum tabrakan itu terjadi, kini juga harus mempertanggung jawabkan kegilaanku di kantor SH Multimedia tempat dimana Aland Bai bekerja.
Setelah di tangkap saat berada di jalan raya dan digiring ke kantor polisi pada kemarin sore, aku yang telah melakukan tindakan yang dianggap kriminal di tahan di dalam sel selama satu malam. Entah apa yang menjadi pertimbangan dari para polisi tersebut, mereka membiarkanku sendirian mendekam di penjara tanpa dimintai keterangan atsa apa yang telah aku lakukan. Tidak ada seorang pun orang terdekatku yang datang untuk menemuiku. Bahkan Aland Bai yang merupakan suamiku dan melihat semua yang terjadi kemarin, juga tidak datang untuk mengunjungiku. Sepertinya ia benar-benar memilih bersama atasannya yang merupakan selingkuhannya itu dibanding diriku yang merupakan istri sahnya.
Tidak ada hal yang aku lakukan selama berada di dalam sel tahanan khusus yang hanya dihuni oleh diriku sendiri. Dari kemarin sore hingga siang ini, aku hanya duduk di lantai dan berdiam diri mengingat semua hal buruk yang telah terjadi. Meski saat ini aku telah ditahan oleh polisi, sedikitpun tidak ada rasa menyesal di hatiku. Aku tidak menyesal karena telah melukai Aland Bai yang telah mengkhianatiku. Aku juga tidak menyesal telah bersikap kasar hingga membuat Dalia Han terjatuh dan mengalami pendarahan. Karena aku yang begitu terluka merasa semua itu pantas untuk mereka dapatkan. Dan yang mengganggu pikiranku saat ini adalah bagaimana tanggapan kedua orang tuaku jika beliau mengetahui bahwa putrinya sedang mendekam di penjara. Beliau berdua pasti akan merasa begitu kaget dan kecewa karena putri yang selama ini beliau sayang kini telah mencelakai orang lain.
Saat aku duduk termenung memikirkan kedua orang tuaku yang dari kemarin belum bertemu denganku, tiba-tiba seorang polisi datang menghampiriku dan berdiri di depan pintu sel tempat dimana aku sedang di tahan. Sambil membuka kunci pintu sel tersebut ia berkata, "Nyonya Helena Huang, silahkan keluar. Kami membutuhkan keterangan dari Anda tentang kejadian yang terjadi kemarin."
"Baik." Aku menjawab sambil bergerak bangkit.
Aku yang belum mengenakan pakaian tahanan berjalan dengan langkah santai di depan sang polisi tersebut. Sedikitpun tidak ada rasa cemas di hatiku atas apa yang akan terjadi pada diriku nanti. Karena aku melakukan semuanya dalam keadaan sadar untuk melampiaskan kekecewaan dan rasa sakit hatiku. Bahkan aku berharap wanita yang bernama Dalia Han itu mati bersama dengan janin yang tengah dikandungnya. Dan untuk suamiku Aland Bai, aku berharap ia akan mengalami geger otak setelah kemarin aku pukuli berulang kali. Mungkin terdengar sangat kejam, namun ini adalah ungkapan sakit hati dari wanita setia yang sangat terluka.
Saat aku telah berada di dalam ruang pemeriksaan, seorang polisi telah menungguku di meja kerjanya. Kemudian polisi pria yang tadinya menjemputku ke sel tahanan pun bersuara, "Silahkan duduk, Nyonya. Tuan Wu Yuan yang akan memeriksa Nyonya."
"En..." Aku bersuara sambil menganggukan kepala dan duduk di kursi yang tersedia.
Aku duduk di kursi yang ada di hadapan seorang polisi yang bernam Wu Yuan itu. Aku hanya diam sambil memperhatikan wajahnya yang tengah menunduk dan sibuk dengan beberapa lembar kertas yang ada di hadapannya. Setelah membubuhi tandatangan pada beberapa lembar kertas yang ada di hadapannya, sang polisi yang berperawakan kaku itu mengangkat wajahnya dan berkata, "Saat ini aku sedang sangat sibuk, Nyonya Huang. Jadi kita tidak perlu berbelit-belit dan langsung ke titik permasalahan. Untuk namaku, sudah disebutkan oleh bawahanku tadi. Jadi aku tidak perlu memperkenalkan diri atau menjelaskan yang lainnya."
Aku hanya mengangguk menanggapi ucapan polisi tersebut. Beberapa saat kemudian sang polisi kembali bersuara, "Nama... Helena Huang. Benar?"
"Benar."
"Pekerjaan adalah ibu rumah tangga. Benar?"
"Ya, benar."
"Siapa Tuan Aland Bai bagi Nyonya?" sang polisi itu kembali bertanya.
"Ia adalah suamiku."
"Lalu siapa Nyonya Dalia Han?"
"Ia adalah atasan dari suamiku. Pimpinan perusahaan SH Multimedia."
"Jadi apa motif Nyonya memukuli Tuan Aland Bai hingga terluka parah dibagian kepala?" sang polisi bertanya sambil menyoret kertas yang ada di meja kerjanya.
"Aku memukulinya karena merasa sakit hati terhadapnya yang telah membohongiku selama bertahun-tahun. Dari apartemen ia pergi bekerja, namun di tempat kerja ia malah asyik berduaan bersama atasannya. Selama ini aku tidak tahu apa-apa tentang hubungan mereka berdua. Yang aku tahu hubungan mereka adalah atasan dan bawahan. Namun tiba-tiba mereka malah menjadi sepasang kekasih. Bahkan kemarin aku melihat Dalia Han tengah hamil besar. Sehingga pikiran dan jiwaku terstimulasi untuk memukulinya sepuas hati."
"Jadi sekarang Nyonya merasa puas?"
Dengan santai aku menjawab, "Ya. Aku merasa puas."
Spontan sang polisi bernama Wu Yuan itu tersenyum miring dan kembali bertanya, "Lalu apa motif Nyonya mendorong Nyonya Dalia Han hingga terjatuh dan mengalami pendarahan?"
Nyonya? Bagaimana bisa sang polisi itu menyebut Dalia Han dengan panggilan 'Nyonya'? Apakah hubungan mereka melebihi sepasang kekasih? Aku yang merasa penasaran dengan hubungan pasangan kotor itu pun berbalik bertanya, "Bagaimana bisa Tuan memanggil Dalia Han dengan panggilan Nyonya? Apakah hubungannya melebihi sepasang kekasih?"
Sang polisi itu tersenyum tipis padaku dan menjawab, "Setahuku hubungan Tuan Aland dan Nyonya Dalia yang melaporkan Nyonya adalah sepasang suami istri."
Seketika jantungku serasa seperti ditikam begitu dalam secara langsung. Tidak pernah aku menyangka Aland Bai yang aku cintai selama ini ternyata benar-benar telah lama mencurangiku. Jika dilihat dari besarnya kandungan Dalia Han kemarin, hubungan mereka berdua sudah lama terjalin. Hanya saja selama ini diriku yang terlalu naif sedikitpun tidak menaruh rasa curiga terhadap kedekatan mereka. Selama ini aku menganggap hubungan dekat mereka hanyalah sebatas urusan kerja. Aland Bai sering terlambat atau tidak pulang pun aku pikir karena sibuk bekerja. Tapi ternyata ada hal besar yang ia tutupi selama ini yang kini begitu menyakitiku.
Melihatku yang terdiam setelah mendengar jawabannya, sang polisi kembali bersuara, "Kenapa Nyonya terdiam?"
"Tidak apa-apa, Tuan."
"Apa kita bisa melanjutkan pemeriksaannya?"
"Ya tentu saja."
"Tolong Nyonya jelaskan, apa motif Nyonya mendorong Nyonya Dalian hingga terjatuh dan mengalami pendarahan?"
"Aku tidak mendorongnya. Aku hanya mengibaskan tanganku saat aku memukuli Aland. Namun ia yang sebelumnya menarik tanganku agar melepaskan Aland, malah terjatuh. Jadi ia terjatuh tidak ada unsur kesengajaan dariku. Salahnya sendiri yang ikut campur saat ak marah besar pada suamiku sendiri." aku yang masih merasa sakit hati menjawab dengan wajah acuh tak acuh.
Sang polisi itu menatapku dengan wajah simpatik. Namun baru saja aku selesai bicara, tiba-tiba seorang wanita paruh baya mendorong pintu ruang pemeriksaan dengan kasar. Membuatku dan Tuan Wu Yuan yang sedang memeriksaku, menoleh ke arah pintu dengan wajah kaget. Tanpa berbasa-basi wanita paruh baya itu berjalan menghampiriku bersama seorang wanita muda yang mengikutinya dari belakang sembari berteriak, "Dimana wanita gila itu? Dimana wanita pembunuh itu?"
Aku hanya diam menatap wanita asing itu dengan wajah kebingungan. Saat wanita asing itu telah berdiri di sampingku, tiba-tiba ia menamparku beberapa kali tanpa mempedulikan polisi yang ada di sekitar kami. Kemudian ia mencekik leherku sembari berkata, "Dasar pembunuh! Dasar wanita mandul! Kenapa kamu mendorong putriku? Kenapa kamu mencelakai putriku?"
Dengan nafas tersengal-sengal aku berkata, "A-aku..."
Belum selesai aku berkata, beberapa orang polisi memasuki ruang pemeriksaan. Para polisi itu mencoba melepaskan tangan wanita paruh baya itu dari leherku. Namun tenaga wanita asing itu cukup kuat hingga para polisi tersebut kesulitan membantuku. Sambil terus berusaha menarik wanita paruh baya itu, sang polisi berkata, "Nyonya, tolong lepaskan! Anda bisa membunuhnya!"
Dengan wajah memerah dan mata yang membola seperti orang kesetanan, wanita paruh baya yang masih mencekik leherku kembali bersuara, "Aku memang ingin membunuhnya. Wanita ini lah yang telah mencelakai putriku dan cucuku. Kamu sendiri yang tidak hamil dan melahirkan anak untuk suamimu, kamu malah ingin membunuh putri dan cucuku. Dasar wanita tak punya hati. Wanita mandul!"
Hatiku terasa begitu sakit mendengar cacian dan makian dari wanita paruh baya yang sepertinya adalah ibu dari Dalia Han. Aku yang sedang dicekik olehnya sekuat tenaga pun tak sanggup berkata apa-apa, apalagi melawannya karena sulit bicara dan sulit bernafas. Sedangkan beberapa orang polisi yang masih berada di sekitar kami masih terus berusaha untuk melepaskan tangan wanita itu dari leherku.
Namun saat tangan wanita itu telah terlepas, aku yang dari tadi kesulitan bernafas akhirnya tidak sanggup lagi bergerak. Aku tidak hanya merasa tidak bisa bernafas, tapi penglihatanku juga memburam. Hanya dalam waktu beberapa detik, penglihatanku menggelap dan aku pun tak sadarkan diri.
***
ALAND BAI
"Aland..."
Aku yang baru saja memasuki ruang rawat inap, tersenyum tipis kepada Dalia Han yang menyapaku dengan suara rendah. Kemudian aku melangkah menghampirinya yang sedang terbaring di atas tempat tidur pasien sembari bertanya, "Dalia, bagaimana keadaanmu? Apakah sudah merasa lebih baik?"
"Seperti yang kamu lihat, aku masih terbaring lemah di atas tempat tidur ini. Kenapa kamu kemari? Bukankah semalam kamu juga di rawat di ruangan sebelah dan harus beristirahat?"
"Ya, benar. Dokter memang memintaku untuk beristirahat. Tapi sekarang aku merasa sudah lebih baik. Jadi aku datang kemari untuk menemuimu. Maaf jika semalam aku tidak bisa menemanimu di sini, Dalia. Aku juga tidak bisa menunggumu operasi karena harus beristirahat setelah berulang kali muntah."
"Ya, tidak apa-apa Sayang.Yang terpenting kondisimu sudah membaik. Aku tahu apa yang terjadi padamu kemarin. Bahkan setelah sadar pasca operasi, aku sangat mengkhawatirkanmu. Karena setelah kejadian kemarin dan kamu meminta supir untuk mengantarku ke rumah sakit, aku tidak lagi melihatmu. Aku sangat takut jika terjadi sesuatu hal yang buruk padamu. Karena wanita gila itu telah memukulimu berulang kali hingga terluka di bagian kepala. Untungnya ibuku mengatakan padaku bahwa kamu sedang di rawat di kamar sebelah karena semalam kamu mengalami muntah berulang kali."
Aku terdiam beberapa saat dengan perasaan kesal mengingat kejadian kemarin. Setelah dipukuli hingga terluka oleh Helena Huang yang begitu marah, aku yang ingin menyusulnya yang telah lebih dulu pergi, meminta supir kantor untuk mengantar Dalia Han ke rumah sakit terdekat. Aku berpikir untuk menyusul Helena Huang karena ingin bicara dengannya yang pastinya sangat terluka atas apa yang baru saja ia lihat dan ia ketahui. Meski aku tidak tahu kemana ia pergi, diperjalanan menuju tempat yang mungkin saja ia kunjungi, tiba-tiba aku melihat ia berdiri di pinggir jalan saat hujan masih mengguyur kota Shanghai. Dan aku melihat secara langsung polisi datang untuk menangkapnya di depan orang ramai.
Selain itu, mendengar Dalia Han menyebut Helena Huang dengan panggilan 'wanita gila', membuat hatiku terasa sakit. Namun lebih menyakitkan lagi jika aku mengingat apa yang terjadi kemarin kepada kedua wanita yang kini ada dalam hidupku. Aku merasa sakit hati melihat Helena Huang yang marah seperti orang kesetanan hingga membuat Daliah Han mengalami pendarahan dan melahirkan secara prematur. Dan hatiku juga terasa sakit melihat wanita yang aku cintai harus ditahan dan di giring ke kantor polisi di depan mataku. Selama ini aku telah berusaha menutupi semua agar Helena Huang tidak mengetahui perselingkuhanku. Namun tanpa aku duga, ia yang sangat aku cintai lebih dulu mengetahui sebelum aku siap memberi tahunya.
Saat aku terdiam dan belum menanggapi ucapannya, Dalia Han yang masih berbaring di atas tempat tidur pasien kembali bersuara, "Sayang, apa kamu telah melihat putri kita di ruang bayi?"
"Ya, aku telah melihatnya. Sebelum aku kemari, aku menyempatkan diri untuk melihatnya yang tertidur pulas di dalam incubator. Ia terlihat tampan."
"Ya, ia sangat tampan. Ia seperti dirimu dan ayahku yang juga tampan. Jika ia perempuan, ia juga akan cantik melebihi kecantikan Helena istri pertamamu. Andai saja kemarin kemarahan Helena tidak membabi buta, pastinya putri kita saat ini masih dalam kandunganku dan akan lahir dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tapi kegilaan wanita itu membuat putri kita lahir sebelum waktunya. Membuatku benar-benar marah padanya."
Aku hanya diam dan tidak menanggapi ungkapan kekesalan Dalia Han yang sepertinya sangat membenci Helena Huang. Kemudian ia kembali berkata, "Tapi sekarang aku merasa puas. Karena akhirnya sekarang ia dipenjara. Dan aku tidak akan memberikan ampun padanya. Meski ia memohon padaku untuk di bebaskan, aku akan tetap menjebloskannya ke penjara. Aku akan membuatnya dipenjara dalam waktu yang lama. Tidak ada ampun baginya yang telah membuatku, kamu dan putri kita seperti ini."