Adrian menarik tubuh Kinan dan memeluknya. Kinan sedikit terjingkat karena pikirannya masih melayang mengingat saat-saat bersama Bian, dari mulai awal dia bertemu, hingga detik-detik menjelang meninggalnya Bian. “Aku tahu kamu merindukan Bian. Apalagi saat kamu lihat Haidar yang wajahnya sama sekali tidak ada bedanya dengan Bian setelah dia besar,” ucap Adrian. “Kamu marah, kamu cemburu? Kalau aku mengingat dan merindukan Kak Bian?” tanya Kinan. “Hei, untuk apa aku marah? Bian adalah orang yang menyelamatkan kamu. Disaat kamu terpuruk dengan keadaan, di mana aku saat itu terlalu menyakitimu. Aku sama sekali tidak marah. Dia suami kamu, dia ayahnya Haidar, dan aku sangat mencintaimu, juga mencintai Haidar. Untuk apa aku marah, saat kamu mengenang dan merindukan seseorang yang pernah sing

