Kezia mengerutkan keningnya, sementara bibir gadis itu menipis, menahan amarah yang tiba-tiba memuncak karena ucapan yang baru saja dilontarkan oleh Nino di seberang sana. “Kenapa?” tanya Kezia berusaha meredam nada suaranya agar nggak meninggi. “Aku udah janji loh sama mereka. Nggak enak kalau tiba-tiba batalin, apalagi satu jam sebelumnya seperti ini,” lanjut gadis itu menambahkan, berusaha mempersuasi Nino agar pria itu merubah keputusannya. “Nggak peduli,” balas Nino cuek. “Tapi--” Belum sempat Kezia menyelesaikan kalimatnya, sambungan panggilan itu sudah diputuskan oleh Nino secara sepihak dari seberang sana. Tangan Kezia menjauhkan ponsel dari telinga. Kedua netra gadis itu kemudian melotot sambil memandangi layar ponselnya yang sudah kembali pada layar itu dan menandakan bahwa