Scandal 14

1264 Kata
“Maaf tadi terpaksa memelukmu, Rose,” ucap Kamasena setelah mobil yang dikendarainya memasuki jalan raya, meninggalkan kediaman orang tua Rosalia diiringi tangis wanita itu. “Tidak apa-apa, Kama. Aku paham,” kata Rosalia, mengusap air matanya yang masih menetes. Dia merasa dianaktirikan oleh sang papa, entah apa alasannya. Papanya sendiri menyebutnya murahan, miris sekali. “Kita ke hotel lagi ya sekarang. Kamu harus istirahat,” kata Kamasena kemudian. “Terima kasih, Kama,” ucap Rosalia tersenyum kecil memandangi Rosalia. “Sudah, kamu tidur saja, nanti aku bangunkan kalau sudah sampai,” kata Kamasena sembari mengusap-usap kepala Rosalia. Benar saja, begitu tiba di hotel, Kamasena membangunkan Rosalia. Wanita yang setengah mengantuk itu berjalan pelan mengikuti Kamasena menuju kamar mereka. Setiba di kamar, Rosalia segera membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Dia ingin melanjutkan tidurnya kembali, setelah tadi sempat tertunda. Setelah memastikan Rosalia terlelap, Kamasena menghubungi orang bayarannya yang sedang dia perintahkan untuk mencari tahu rekaman CCTV hotel tempat resepsi, juga hotel tempat dia dan Rosalia melakukan aktivitas panas, sekaligus tempat diadakannya Bachelor Party Rosalia dan Marvin. “Bagaimana?” tanya Kamasena yang sekarang berdiri di balkon kamar. “Mohon maaf, Pak. Untuk rekaman CCTV di hotel tempat resepsi, file cadangannya sudah tidak bisa dipulihkan.” “s**t!” Kamasena mengumpat kesal. “Maaf, tapi hal ini diluar dari kapasitas kami, Pak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin.” “Ok. Lalu untuk hotel yang satunya bagaimana?” “Masih kami upayakan, Pak.” “Ok, segera kabari saya untuk perkembangan selanjutnya,” pinta Kamasena secara tegas. Panggilan terputus, Kamasena menghela napas berat. Dia tahu, perjalanan ini akan cukup rumit karena kejadiannya sudah empat tahun berlalu. Tapi dia tidak ingin menyerah begitu saja, dia harus mengupayakan semaksimal mungkin untuk Rosalia. Rosalia harus mendapat keadilan untuk rasa sakit dan traumanya. Kembali ke kamar, Kamasena mendekati Rosalia. Memandangi wajah Rosalia yang semakin terlihat mempesona saat sedang tertidur. Lantas Kamasena menuju tempat tidurnya sendiri, menyusul Rosalia ke alam mimpi. …. “Kamu sudah bangun?” tanya Kamasena pada Rosalia yang sedang melamun di tempat tidur wanita itu. Rosalia menoleh dan tersenyum pada Kamasena. “Tidur lah, Kama, kamu pasti lelah sekali. Aku tadi ingin buang air kecil dan tidak bisa tidur lagi. Jadi sekarang melamun saja karena tidak tahu mau apa.” “Mandilah sekarang, Rose. Setelah itu kita sarapan di bawah. Dan setelahnya, kita harus pergi ke suatu tempat.” “Ke mana, Kama?” “Nanti kamu juga tahu,” kata Kamasena sengaja merahasiakannya dari Rosalia saat ini. Rosalia patuh dan segera pergi mandi. Sementara itu, menunggu Rosalia selesai mandi, Kamasena mengecek email-nya, dia harus mengabari asistennya soal keberadaannya saat ini. Dia juga membalas beberapa email dari klien yang memesan patung-patung hasil karyanya. Begitu Rosalia selesai mandi, kini gilirannya untuk membersihkan diri. Kamasena mandi dengan cepat dan mengganti pakaiannya sekalian di dalam kamar mandi itu. Dia sangat menghormati Rosalia dengan tidak keluar dari sana hanya mengenakan handuk saja. Mereka turun ke lantai satu untuk sarapan bersama. Selama menikmati makan pagi, keduanya lebih banyak diam. Sebenarnya banyak yang ingin dibahas Kamasena pada Rosalia, namun pria itu memilih menundanya, mencari tempat yang pas untuk membicarakan hal penting tentang rencana pencarian pelaku perekaman dan penyebar video mereka. Hingga akhirnya, Kamasena membawa Rosalia ke sebuah bangunan tinggi menjulang yang memiliki banyak kamar. Sebuah apartemen cukup mewah yang sudah direncanakan Kamasena akan menjadi tempat tinggal mereka berdua selama berada di kota tersebut. “Ini apartemen siapa, Kama?” tanya Rosalia, melihat seluruh interior apartemen dengan saksama. Ruangannya cukup luas, memiliki dua kamar yang berdampingan, dapur, ruang jemur dan ruang televisi yang merangkap sebagai ruang tamu sekaligus. “Apartemen kita,” jawab Kamasena dengan tersenyum. “Tapi mohon maaf, aku nggak bisa membeli yang lebih luas lagi. Budget-ku hanya cukup untuk membeli apartemen sederhana ini.” Rosalia tertegun dengan penuturan Kamasena. Bahkan dia tidak pernah mengira, dia akan kembali ke kota ini bersama dengan pria itu. Terlebih sekarang pria itu membeli sebuah apartemen yang begitu nyaman, untuk tempat tinggal mereka selama di kota tersebut. “Ini sudah lebih dari cukup, Kama. Seharusnya kamu tidak perlu membeli apartemen mahal ini. Kita bisa menyewa rumah yang sederhana di pemukiman biasa.” “Dan akan menjadi bahan pembicaraan warga setempat, karena kita tidak memiliki surat nikah?” “Benar juga. Tapi, kita bisa menyewa dua kamar kos, pasti harganya tidak akan semahal apartemen ini.” “Sudah, tidak apa-apa. Soal uang aku tidak masalah sama sekali, yang penting kamu bisa tinggal dan tidur dengan nyaman. Ingat, kita sedang menghadapi musuh yang bisa kapan saja melukai kamu, Rose.” Rosalia mengangguk setuju. Sudah lah, dia tidak ingin memprotes lagi. Sudah diberikan tempat tinggal yang nyaman saja, membuatnya sangat amat bersyukur. “Terima kasih, Kama,” ucap Rosalia, berdiri di depan pintu salah satu kamar. “Apakah ini kamarku?” tanyanya kemudian. “Lihat saja. Pilih mana yang cocok untukmu.” “Aku boleh masuk?” “Tentu boleh, Kamaniya,” sahut Kamasena, menyebut nama depan Rosalia yang menjadi salah satu alasannya jatuh cinta pada wanita itu. “Nama kita mirip ya, Kama?” ucap Rosalia sembari melangkah masuk ke kemar yang lebih interior bernuansa cokelat. “Karena kita jodoh,” sahut Kamasena serius. “Kama, aku mau kamar yang di sini ya.” Rosalia mengabaikan pernyataan Kamasena. Dia tidak ingin membahas hal-hal yang sepertinya mustahil untuk dijalaninya. “Ok.” Kamasena mengangguk dan tersenyum tipis, karena Rosalia mengabaikan kalimatnya tadi. Tapi tak masalah, dia masih memiliki banyak waktu untuk meyakinkan wanita yang saat ini sedang mengecek kamar mandi. “Kama, ada kecoa. Tolong.” Teriakan Rosalia dari dalam kamar mandi, membuat Kamasena bergegas ke sana. Benar, ada dua kecoa di dalam kamar mandi tersebut, tepatnya di bawah WC duduk. Sementara itu, Rosalia berdiri di atas WC duduk dengan ekspresi ketakutan. Kamasena tersenyum melihatnya, dengan cepat dia menurunkan tubuh Rosalia dari atas kloset dan meminta wanita itu menunggy di kamar. Setelahnya, Kamasena memungut kecoa tersebut dengan tangan kosong dan memasukkannya ke dalam kloset. “Sudah nggak ada?” tanya Rosalia begitu Kamasena keluar dari dalam toilet. “Sudah aman, Rose. Nanti aku panggil cleaning service untuk membersihkan apartemen ini.” “Terima kasih, Kama.” “Sama-sama.” Kama tersenyum, inginnya menyentuh kepala Rosalia namun dia urungkan karena dia tidak ingin Rosalia berpikiran buruk tentangnya. “Kama, jadi mulai malam ini kita bisa pindah ke sini?” tanya Rosalia memastikan. Mereka berjalan keluar dari kamar tersebut. “Terserah kamu maunya kapan. Aku akan ikut kamu saja.” “Malam ini saja ya. Jadi siang nanti kita check out dari hotel. Lumayan kan bisa hemat satu juta.” “Iya, atur saja.” Kamasena membimbing Rosalia untuk duduk di sofa. “Duduk dulu sini, aku mau bicara hal penting.” “Tentang apa, Kama?” “Soal dalang di balik video kita waktu itu, apa kamu mencurigai seseorang, Rose?” Rosalia tampak berpikir. “Aku nggak tahu, Kama. Seingatku aku nggak punya musuh, jadi aku nggak tahu harus curiga ke siapa.” “Musuh tidak selalu menampakkan kejahatannya di hadapan kita, Rose. Bisa saja selama ini dia bersikap baik untuk menutupi sifat aslinya. Dan saat kamu lengah, terlena dengan kebaikannya, dia akan menghancurkanmu tanpa kamu menyadarinya bahwa dialah pelakunya.” Rosalia mencoba mencerna kata-kata Kamasena tersebut, dan berpikir siapa sekiranya orang yang pantas dia curigai. Namun hingga menit berlalu dia tak menemukan siapa orang yang layak dicurigainya itu. “Bagaimana, Rose?” Rosalia menggeleng lemah. Dia tidak menemukan sosok yang pantas dicurigainya. “Tujuan orang ini merekam dan menayangkannya di hari pernikahanmu, jelas karena ingin pernikahanmu dan mantanmu itu hancur. Siapa kira-kira yang tidak menyukai hubungan kalian, Rose?” Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN