“Aneh-aneh saja kelakuan anakmu itu, Ma. Kejadiannya saja sudah beberapa tahun yang lalu dan dia mau menyeledikinya sekarang?” Pak Agam mendengus kasar. “Mau berapa duit yang akan dia dikeluarkan untuk mencari pelakunya? Itu pun kalau benar dia dijebak.” Pak Agam nampak tidak setuju dan marah saat Bu Indri memberitahukan jika Rosalia akan mencari tahu dalang dibalik video syurnya dengan Kamasena.
“Papa kenapa malah marah begini dan nggak setuju soal keputusan Rosa?” Bu Indri menatap tak percaya suaminya. “Harusnya Papa mendukung keputusan Rosa itu biar semuanya jelas siapa pelaku yang telah ….”
“Itu kalau benar Rosa dijebak, Ma. Kalau ternyata dia melakukannya atas keinginannya sendiri bagaimana?” ujar Pak Agam yang semakin membuat Bu Indri terheran-heran.
“Pa, Mama nggak habis pikir Papa bisa bicara seperti itu. Bisa-bisanya Papa menuduh anak kita bertindak kotor seperti itu.”
“Ma, realistis saja, anak-anak zaman sekarang kelakuannya seperti apa. Jadi tidak menutup kemungkinan anak kita juga melakukan hal-hal yang tidak seharusnya mereka lakukan.”
“Mama lebih percaya dengan Rosalia, Pa. Dan insting Mama sebagai ibunya juga mengatakan kalau Rosalia memang dijebak. Terserah Papa mau beranggapan apa pada Rosa, tapi Mama percaya dengannya.”
“Terserah kalian saja. Tapi satu yang pasti, aku tidak akan membantu kalian sedikit pun. Bahkan satu rupiah pun aku tidak akan membantunya untuk mengungkap hal tidak penting itu.”
“Papa keterlaluan!” teriak Bu Indri murka. Geram sekali dengan respons sang suami yang terlihat sekali tidak setuju dengan rencana Rosalia yang akan mencari tahu sosok dibalik penyebaran video tak senonoh putrinya itu.
“Bukan aku yang keterlaluan, Ma. Tapi anakmu yang tidak bisa menjaga dirinya sampai terlibat skandal video itu.”
“Terserah, terserah Papa mau bicara apa tentang Rosalia. Yang pasti, Mama kecewa sekali sama Papa. Sikap Papa sama sekali tidak mencerminkan seperti ayah pada putrinya,” ujar Bu Indri, lantas meninggalkan kamar pribadinya itu dengan tergesa dan amarah berkobar di d**a.
Memasuki kamar Rosalia, Bu Indri mencoba menahan tangis. Dia tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan ketiga putrinya. Dia harus terlihat tegar dan kuat. Dan dia tidak akan menceritakan respons suaminya yang tidak setuju dengan rencana Rosalia yang ingin mengungkap siapa dalang dibalik video memalukan itu.
“Mama sudah bilang ke Papa kalau Kak Ros akan menginap di sini?” tanya Rosi mewakili kedua kakaknya.
“Sudah. Ayo sekarang kita tidur. Besok kita bangun pagi dan masak bersama. Ibu nggak sabar masak-masak bertiga lagi seperti dulu,” ucap Bu Indri membaringkan tubuhnya di antara ketiga anak perempuannya. Senyum wanita paruh baya itu mengembang sempurna, karena putri sulungnya telah kembali.
…
Kamasena tersenyum menatap langit-langit kamar. Kamar tamu yang disediakan oleh keluarga Rosalia untuknya. Dia menemukan kehangatan dan keakraban yang selama ini dirindukannya. Lama tinggal seorang diri membuatnya akrab dengan rasa sepi. Namun sejak tadi pagi, dia merasa seperti menemukan keluarganya. Ibunda dan kedua adik dari Rose-nya sangatlah ramah dan menerimanya. Terbukti dari cara mereka menyajikan makanan dan minuman, juga mengajaknya berbincang.
Dan tentu saja hal itu membuat Kamasena semakin jatuh cinta pada Rosalia. Keinginannya untuk memiliki Rosalia semakin kuat. Dia akan melakukan yang terbaik yang dia bisa lakukan untuk membuat Rosalia bersedia menerima perasaannya.
Kamasena sudah mulai tertidur saat mendengar pintu kamarnya diketuk dan suara Pak Agam terdengar memanggil namanya.
“Sebentar.” Beranjak dari tempat tidurnya, Kamasena membuka pintu kamar dan didapatinya ayah dari Rosalia di balik pintu dengan air muka keruh.
“Saya mau bicara, di teras.” Selesai mengatakan itu, Pak Agam meninggalkan Kamasena tanpa menunggu jawaban pria yang mengaku sebagai kekasih putrinya itu.
Kamasena tersenyum kecil, sebelum akhirnya menyusul Pak Agam ke teras. Dia duduk tepat di hadapan Pak Agam yang seketika menatapnya dengan tajam.
“Sebenarnya apa tujuanmu dan Rosalia kemari?” tanya Pak Agam langsung pada topik utama.
“Saya rasa, Om sudah mendengarnya dari Tante tentang tujuan saya dan Rosalia datang kemari. Bukan begitu?”
“Untuk apa kalian ingin mengungkapnya? Kejadiannya pun sudah lama sekali, percuma saja, kalian tidak akan bisa menemukan pelakunya,” kata Pak Agam, yang membuat Kamasena semakin menaruh curiga pada pria tua di depannya itu.
“Kalau saya bisa menemukannya bagaimana?” tanya Kamasena, semakin tertarik dengan teka-teki yang sedang dicoba untuk diungkapnya itu.
“Tidak ada untungnya juga bukan? Kamu juga tidak ada sangkut pautnya dengan hal ini. Semuanya sudah berlalu, orang-orang pun tentu sudah melupakan peristiwa itu. Kalian hanya buang-buang waktu dan uang saja. Lebih baik, kalian gunakan waktu dan uang kalian untuk masa depan. Untuk merencanakan pernikahan kalian mungkin,” saran Pak Agam yang membuat Kamasena tersenyum penuh arti.
“Kalau memang semuanya sudah berlalu, tapi mengapa Om tidak suka Rosa pulang ke sini? Apa yang sedang Om sembunyikan sebenarnya?”
Pak Agam tampak salah tingkah, namun hanya sesaat karena setelahnya pria itu tersenyum begitu lebar. “Nak Kama, kamu belum pernah menjadi seorang ayah. Jadi kamu tidak tahu rasanya dikecewakan oleh anak yang kamu besarkan selama ini. Sikap saya semalam adalah bentuk kekecewaan seorang ayah pada putrinya. Buktinya, malam ini Rosalia dan kamu tidur di sini bukan?” Pak Agam memberi jawaban untuk meyakinkan Kamasena.
“Saya akan tetap mendukung Rosalia untuk mencari tahu pelakunya, Om. Kami tidak akan mundur meskipun Om tidak setuju.”
“Buang-buang waktu saja,” cibir Pak Agam.
“Tidak ada namanya buang-buang waktu dalam melakukan sesuatu untuk orang-orang yang kita sayangi. Jangankan waktu dan uang, nyawa sekali pun akan saya berikan untuk Rosalia.”
“Wah, wah, terharu sekali saya mendengarnya.” Pak Agam tersenyum terpaksa. Ada sebuah ketakutan yang melingkupi dadanya kini.
“Saya mencintai Puteri Anda sejak pertama kali kami bertemu.”
“Ya bagus lah, kalau begitu. Kalian bisa menikah kalau memang sudah sama-sama siap.”
“Tentu, kami akan menikah. Tapi nanti, setelah semunya terungkap. Karena saya tidak ingin istri saya hidup dengan dihantui masa lalu.”
“Tentu kamu sudah melihat videonya, bukan?” tanya Pak Agam memastikan. “Dan kamu bisa menilainya sendiri, kalau Rosa sangat menikmati permainan itu.”
Kamasena tersenyum lebar dan semakin dibuat heran oleh sikap Pak Agam. “Kalimat Om barusan sama sekali tidak mencerminkan sebagai seorang ayah yang putrinya telah dilecehkan oleh seseorang. Seharusnya Om marah dengan laki-laki dan orang dibalik pembuatan video itu, bukan justru menyalahkan putri om sendiri.”
“Bagaimana kalau ternyata Rosa tidak dilecehkan atau dijebak?”
“Jadi menurut Om, Rosa melakukannya atas kemauannya sendiri?”
“Bisa saja begitu.”
“Kalau begitu, Om sudah gagal menjadi seorang ayah.”
“Kenapa jadi saya yang salah?”
“Karena tidak bisa mendidik putrinya dengan baik. Karena Om telah gagal menjadikan putri Om untuk menjadi wanita baik-baik.”
“Jangan kurang ajar kamu, Kama!” tak terima dengan tuduhan Kamasena, Pak Agam menudingkan jari telunjuknya pada pria muda di depannya itu.
“Apa yang salah dari kata-kata saya?” Kamasena tersenyum lebar. Dia sangat menikmati kemarahan Pak Agam.
“Bukan saya yang gagal, tapi Rosa yang tidak bisa menjaga dirinya. Dia yang sudah bersikap murahan, sampai terlibat SKANDAL video itu.”
“Oh, jadi semuanya salah Rosa ya? Baik kalau begitu. Mulai dari sekarang, Rosa akan menjadi tangung jawab saya. Saya akan melupakan jika Rosa masih memiliki seorang ayah.”
“Jaga bicara kamu, Kamasena!”
“Seharusnya Anda yang harus menjaga bicara Anda, Pak Agam.”
“Kurang ajar!” Pak Agam tiba-tiba menampar pipi Kamasena dengan sangat keras.
“Pa, cukup!” Rosalia berteriak. Wanita itu berdiri di ambang pintu sejak tadi dengan air mata yang membanjiri pipi.
“Rosa, sejak kapan kamu di sana?” tanya Pak Agam terkejut melihat sosok sang putri yang menangis di antara pintu rumahnya.
“Ayo kita pergi dari sini Kama,” pinta Rosalia, mengabaikan pertanyaan sang ayah. Langkahnya dengan tegas mendekati Kamasena yang tersenyum angkuh pada Pak Agam.
“Rosa, dengarkan dulu penjelasan Papa. Papa tidak bermaksud ….”
“Kama, ayo pergi dari sini,” pinta Rosalia menarik lengan Kamasena. Lagi-lagi mengabaikan kalimat sang ayah.
“Rosalia,” panggil Pak Agam dengan wajah kebingungan. Dia memiliki beban sangat berat. Berat sekali yang jika salah langkah mungkin akan menghancurkan seluruh hidupnya, juga keluarganya.
“Ayo pergi, Kama.” Rosalia sama sekali tidak berniat berbicara pada Pak Agam sepatah kata pun.
“Sebentar, Rose.” Kama yang sudah berdiri, memeluk pinggang Rosalia dengan erat. Dan lagi-lagi menatap tajam pada Pak Agam.
“Aku mau pergi dari sini secepatnya, Kama,” mohon Rosalia.
Kamasena semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Rosalia. “Bapak Agam Lesmana terhormat. Satu hal yang perlu Anda tahu tentang saya.” Kamasena memberi jeda. “Saya adalah pemeran pria dalam video tak seno-noh itu.”
“Apa kamu bilang?”
“Saya tidak perlu mengulanginya bukan?”
“Rosa, kamu menjalin hubungan dengan pria berengsek ini?” tanya Pak Agam kepada puterinya.
Namun lagi-lagi Rosalia mengabaikan pertanyaan sang ayah. Wanita itu menyeret Kamasena untuk meninggalkan rumah orang tuanya dengan segera. Esok, dia akan menjelaskan pada sang mama dan kedua adiknya mengapa dia pergi secara mendadak begini.
Bersambung