“Kenapa kita nggak pesan 2 kamar saja, Kama?” tanya Rosalia begitu dirinya dan Kamasena sudah berada di dalam lift yang akan mengantarkan mereka ke lantai tiga.
“Karena aku nggak mau meninggalkan kamu sendirian,” jawab Kama.
Mereka sudah keluar dari kotak baja tersebut dan kini melangkah menuju kamar mereka, setelah tadi melakukan reservasi di resepsionis.
“Tapi, Kama.” Rosalia memandangi Kamasena dan nomor kamar yang akan dihuninya malam ini.
“Tidak ada kata tapi Rosalia. Kita akan tidur di kamar yang sama dengan tempat tidur berbeda. Kamu tenang saja, aku nggak seberengsek itu untuk melakukan hal-hal yang kamu khawatirkan sekarang.” Kamasena sedikit menaikkan intonasi suaranya, karena merasa kesal Rosalia seolah mencurigainya.
“Maaf, bukan maksudku seperti itu. Aku cuma nggak mau Papa semakin marah, kalau beliau tahu kita tidur sekamar.”
“Masuk dulu.” Kamasena menarik lengan Rosalia memasuki kamar.
Dua tempat tidur bersprei putih menjadi perhatian mereka begitu memasuki kamar tersebut. Kamasena memang sengaja memesan satu kamar dengan dua tempat tidur, karena tidak ingin meninggalkan Rosalia sendirian. Tetapi juga tidak ingin menganggu ketenangan gadis itu dalam tidurnya.
“Sekarang lebih baik kamu bersih-bersih dan lekas tidur. Kita bicarakan semuanya besok pagi,” perintah Kamasena lagi.
Kali ini Rosalia tidak membantah. Dia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Badannya terasa segar setelahnya dan dia ingin segera berbaring.
Keluar dari kamar mandi, Rosalia mendapati Kamasena sedang berada di balkon, nampak tengah menghubungi seseorang.
Tak ingin mengganggu urusan pria itu, Rosalia memilih untuk berbaring dan tak lupa menutupi tubuhnya dengan selimut. Rosalia mencoba untuk memejamkan mata, berusaha untuk tidur. Namun yang muncul di pikirannya justru kejadian beberapa saat lalu di kediaman orang tuanya, dimana sang ayah justru mengusirnya lagi.
“Rosalia, kamu masih memiliki nyali untuk pulang?”
“Maaf, Pa. Tapi Rosa kangen kalian semua. Boleh Rosa menginap malam ini saja, Pa?”
“Boleh, Nak. Tentu kamu boleh menginap di sini. Ini masih rumah kamu, Nak.” Sang ibu yang menjawab dengan manik berkaca-kaca.
“Besok saja menginapnya, kamarmu belum dibersihkan.” Berbeda dengan sang ibu, ayahnya justru nampak keberata jika dirinya akan menginap di sana.
“Pa, Kak Ros bisa menginap di kamar Risa atau Rosi. Kami nggak masalah.”
“Tidak, besok saja kamu menginapnya. Sudah, ayo semuanya masuk.”
Begitu lah, sang ayah secara tak langsung mengusirnya untuk kedua kali. Jika tidak ada Kamsena, mungkin Rosalia sudah menangis histeris atau bahkan mungkin pingsan. Beruntungnya, dengan sigap Kamasena membawanya pergi setelah menyalami keluarganya dan memperkenalkan diri sebagai kekasihnya.
“Kenapa belum tidur?” Pertanyaan Kamasena sontak membuat Rosalia tersadar dari lamunan. Pria itu berdiri di samping tempat tidur Rosalia dan tersenyum pada gadis itu.
“A—aku kepikiran soal tadi. Kenapa Papa seolah nggak menyukai kepulanganku. Apa sebenarnya yang membuat Papa seperti itu?” Rosalia bertanya-tanya, karena seingatnya selama ini sang papa selalu bersikap baik padanya, selayaknya seorang ayah.
“Sepertinya Papamu sedang menutupi sebuah rahasia besar dari kalian semua.” Kamasena memiliki firasat jika pria tua itu terlibat atas SKANDAL videonya dengan Rosalia. Tetapi itu baru firasatnya, bisa benar, bisa juga tidak.
“Maksud kamu apa, Kama?” tanya Rosalia semakin bertanya-tanya dengan ucapan Kamasena.
“Sudah, jangan pikirkan dulu soal Papamu. Sekarang lebih baik kamu tidur, supaya besok pagi badanmu segar dan kita ke menemui ibu juga kedua adikmu,” pinta Kamasena dengan lembut.
“Kamu juga harus tidur, Kama.”
“Ya, setelah aku membersihkan diri,” sahut Kamasena, masih mempertahankan senyumnya. Pria itu lantas melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah membenarkan selimut yang menutupi tubuh Rosalia.
….
“Kita langsung ke rumah setelah ini?” tanya Kamasena di tengah aktivitasnya menikmati makan paginya.
“Iya, aku sudah nggak sabar mau ketemu sama Mama dan adik-adik,” sahut Rosalia dengan antusias.
Mereka meninggalkan hotel setelah menghabiskan makan pagi mereka. Masih mengendarai kendaraan yang semalam, Kamasena mengemudikan mobilnya menuju kediaman orang tua Rosalia.
Berbeda dengan semalam, pagi hari ini mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk tiba di rumah orang tua Rosalia karena jalanan yang padat oleh para pengendara yang hendak menuju tempat kerja maupun sekolah.
Kedatangan Rosalia dan Kamasena sudah ditunggu oleh Bu Indri dan kedua adik Rosalia. Ketiga wanita itu sudah menunggu kedatangan Rosalia di teras rumah dan sudah membuka pintu gerbang sedari tadi.
Begitu Rosalia keluar dari mobil, Bu Indri, Risa dan Rosi segera menghambur memeluk Rosalia. Mereka berempat berpelukan sembari menangis. Tangisan kerinduan, setelah bertahun-tahun tidak berjumpa.
Rosalia dibimbing masuk oleh sang ibu ke ruang keluarga. Sedangkan Kamasena tahu diri, memilih untuk menunggu di teras, beralasan ingin merokok.
“Ini, Rosi, tas rajut pesananmu,” kata Rosalia memberikan gift box pada salah satu adiknya.
“Tas rajut?” tanya Rosi menerima gift box tersebut dengan bingung.
Begitu Rosi membukanya, gadis itu terkejut melihat benda di dalam gift box tersebut. Tas rajut yang akan dia hadiahkan pada sang ibu, ternyata dibuat oleh kakak kandungnya yang telah lama meninggalkan rumah.
“Jadi Kak Rosa yang membuat tas rajut ini?” tanya Risa yang tak kalah terkejut dengan Rosi.
“Iya, Kakak yang buat tas itu dan Kakak yang punya akun Rose Handmade itu,” jawab Rosalia sembari berkata-kata. “Kakak akhirnya berniat pulang setelah melihat postingan IG kalian.”
Rosi dan Risa saling pandang dan tersenyum karena usahanya berhasil.
“Kakak tahu nggak, kalau tas ini sebenarnya hadiah untuk Mama karena Mama sudah mau makan banyak. Nggak disangka, ternyata berkat tas ini akhirnya Kakak kembali pulang,” ujar Rosi tersenyum haru.
“Terima kasih anak-anak Mama semua.” Bu Indri berkata dengan air mata yang sedari tadi mengaliri pipi dan memeluk Rosalia yang duduk di sampingnya, kian erat.
Bu Indri memeluk tas rajut hasil karya anak sulungnya itu dengan penuh haru. Dia akan menyimpannya dengan baik. Selain karena pemberian anak kembarnya, karena tas tersebut lah yang akhirnya membawa Rosalia pulang kembali ke rumah itu.
“Nanti kita tidur berempat ya di kamar kamu,” kata Bu Indri kemudian, setelah mengusap air matanya.
“Tapi nanti Papa bagaimana, Ma? Rosa takut Papa marah.” Rosalia tidak ingin ketenangan di rumah ini sirna karena kehadirannya.
“Tidak akan. Semalam Mama sudah bicara sama Papa, kalau Papa sampai marah lagi seperti semalam, kita bertiga yang akan ikut kamu tidur di mana pun,” kata Bu Indri yang membuat Rosalia trenyuh.
“Terima kasih, Ma. Terima kasih sudah mau menerima Rosa di sini,” ucap Rosalia lantas menoleh pada kedua adiknya. “Risa, Rosi, terima kasih banyak sudah merawat Mama selama ini.”
“Jadi, Nak. Kapan kamu dan Nak Kama menikah? Mama sudah nggak sabar ingin menimang cucu.”
“Ma, kepulangan Rosalia kemari bukan untuk menikah. Ee, maksud Rosa, untuk sekarang Rosa belum kepikiran untuk menikah. Rosa pulang karena merindukan kalian, sekaligus ingin mencari tahu dalang dibalik video Rosa dulu. Rosa ingin tahu siapa pelakunya dan Kama bersedia membantu Rosa.”
“Bagus, Kak. Harusnya dari dulu Kakak mencari tahu siapa yang merekam dan nyebarin video itu.” Risa berkata dengan penuh antusias.
“Iya, malah Kakak pergi lama banget,” Rosi mengimbuhi.
“Iya, tapi Kakak sekarang sudah pulang. Kalian mau bantu Kakak kan pastinya?” Rosalia tersenyum dengan penuh optimis.
“Tentu, kami akan bantu Kakak kami tersayang,” sahut Rosi dan Risa bersamaan.
“Kalau Mama bagaimana? Apakah Mama setuju?” Rosalia bertanya pada ibundanya.
“Tentu sayang. Tentu Mama setuju dan mendukung kamu sepenuhnya.”
Rosalia kembali memeluk sang mama. Dia merasa bahagia sekali hari ini. Akhirnya, impiannya bertemu dengan keluarganya terwujud, meski nampaknya sang ayah tidak menyukai kehadirannya di sana.
Bersambung