"Pa!" Daniel melihat Robert berdiri dengan cemas di depan sebuah ruangan tertutup. Daniel melangkah dengan cepat menuju papa mertuanya. "Di mana Melani? Apa dia sudah di dalam?" tanyanya dengan nafas ngos-ngosan. Keningnya basah karena keringat. Sopirnya benar-benar melajukan mobil tanpa repot menginjak rem. Jarak bandara dan rumah sakit cukup jauh. Beruntung, Daniel tiba saat bayinya belum lahir. "Di dalam. Sama mamanya. Maaf, papa menelepon kamu. Padahal harusnya kamu ke Surabaya, 'kan?" "Tidak apa-apa, Pa. Aku yang harusnya berterima kasih. Jika tidak, aku akan menyesal seumur hidup karena melewatkan kelahirannya." Daniel bersungguh-sungguh saat mengatakannya. Sudah sejak lama dia menantikan putranya, atau mungkin putrinya. Daniel tidak peduli apapun jenis kelaminnya. Di saat awal

