3. Marah Tanpa Alasan

1254 Kata
“Kenapa wajahmu begitu? Kau tidak rela karyawanmu bersenang-senang? Oh ayolah, Sean! Besok weekend. Libur. Tidak ada pekerjaan.” Daniel kembali memaksa Sean untuk mengijinkan Amelia ikut dengannya berlibur. “Makan saja dulu! Nanti aku tanyakan padanya,” putus Sean. Daniel mendengkus. Dia tidak suka dengan jawaban Sean. Temannya itu seolah melindungi anak buahnya dari hal yang tidak masuk akal padahal mereka hanya akan bersenang-senang. Dan itu membuat Daniel menjadi semakin penasaran dengan Amelia. “Baik, kita makan. Tapi aku tetap menunggu jawabanmu, Sean.” Daniel pun mengalah. Dua pria tampan itu pun melanjutkan makan siang. Tidak ada yang bersuara. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing. Saat keheningan itulah ponsel Sean tiba-tiba berbunyi. Sean meletakkan kembali sendoknya ke atas meja lalu berdiri untuk mengambil ponselnya di dekat laptop. Wajah Sean berubah cerah saat mengetahui siapa yang meneleponnya. “Hai, Mom. Kenapa meneleponku? Apa kau sudah begitu merindukanku?” sapa Sean sambil terus tersenyum. Namun senyum itu langsung memudar saat dia mendengar jawaban suara di seberang sana. “Memangnya siapa yang rindu padamu?” “Dad?? Kenapa menghubungiku memakai ponsel mommy?” tanya Sean kesal. sean menjauhkan ponselnya untuk memastikan nama sang penelepon, dan itu benar tertulis Dear Mommy. Padahal tadi dia sudah sangat percaya diri menggoda mommy-nya, tapi ternyata salah sasaran. “Mommy-mu sedang sibuk. Jadi dia meminta tolong daddy untuk meneleponmu.” “Ck! Kau yang terus membuat mommy sibuk, Dad. Kau selalu mengganggu mommy.” Sean mendengar suara kekehan daddy-nya. Tidak lama kemudian, dia mendengar suara mommy-nya samar-samar. “Apa yang kau katakan pada Sean? Kau pasti membuatnya kesal lagi.” “Honey, kau berlebihan. Aku belum mengatakan apa pun padanya.” “Sean Sayang, sudah makan?” Kali ini benar-benar suara Sandra yang berada di sambungannya. “Sudah, Mom. Ada apa mommy meneleponku?” tanya Sean dengan suara lembut. “Mommy hanya ingin meminjam Amelia sore ini. Mommy ingin membuat kue yang dulu dibawakan Amelia.” “Amelia??” Sean seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Ekor matanya refleks melirik Daniel. Pria itu juga seakan memasang telinga, tertarik dengan apa yang didengarnya. Tanpa dia sadari, Sean tersenyum miring. “Iya, dulu waktu dia masih jadi sekretaris daddy-mu, dia memasak kue yang sangat enak. Mommy ingin belajar membuatnya. Ingat, jangan buat dia lembur!! Sopir akan menjemputnya pukul empat sore ini.” “Baik, Mom. Aku tidak akan menambah pekerjaan untuknya,” jawab Sean. “Baiklah, mommy tutup dulu teleponnya. Lanjutkan pekerjaanmu dan jangan pulang terlalu malam.” “I love you too, Mom.” Sean menekan ikon off dan meletakkan ponselnya kembali ke atas meja. “Maaf, Dan. Sepertinya rencanamu untuk membawa Amelia harus batal. Mommy memintanya datang ke rumah,” ucap Sean pada Daniel. “Ke rumah? Mommy-mu mengenalnya?” “Ya, kau tahu lah kalau mommy itu sangat ramah pada siapa pun. Sepertinya mommy ingin mengundangnya makan malam nanti.” Sean kembali duduk di sofa. “Oh, hanya makan malam? Aku masih berangkat besok pagi. Dia masih bisa ikut,” jawab Daniel enteng. “Tidak boleh!!” seru Sean. “Kenapa?” tanya Daniel. Keningnya berkerut dalam. Dia semakin penasaran dengan alasan Sean yang menghalanginya membawa Amelia. “Apa kau menyukainya?” Sean rasanya ingin muntah saat mendengar pertanyaan itu. Bulu kuduknya meremang karena geli. “Biasanya setelah makan malam keluarga, mommy punya agenda khusus. Jadi sepertinya Amelia memang akan menjadi milik mommy sampai besok. Ya, begitulah mommy.” “Baiklah, aku tidak memaksa.” Daniel mengalah. Dan makan siang itu pun berakhir otomatis saat Budi masuk dengan membawa berkas untuk ditandatangani oleh Sean dan Daniel. Tanpa menunggu lama, kontrak perjanjian itu pun selesai ditandatangani. “Terima kasih atas waktumu, Sean. Kita ketemu lagi kapan-kapan.” Daniel dan Sean saling bersalaman sebelum keluar dari ruangan. Sean menghela nafas dalam-dalam begitu Daniel keluar dari ruangannya. Entah kenapa dia merasa sangat lega berhasil mengamankan Amelia. Sebagai seorang bos, dia harus menjaga karyawannya. Pegawainya yang satu itu memang judes, tapi tetap saja dia tidak rela jika dia pergi bersama Daniel. Di luar, Amelia sedang berada di pantry. Tenggorokannya kering. Dia membayangkan segarnya es cappucino yang bisa memanjakan lidah dan tenggorokannya. Tangannya cekatan meracik cappucino kesukaannya. Mulutnya bersenandung lirih. Sejenak, Amelia merasakan kenyamanan dalam bekerja. Setelah es capucinonya siap, dia pun melangkah kembali ke meja. Amelia begitu fokus dengan es di tangannya hingga dia tidak menyadari ada sepasang kaki dengan sepatu mahal berdiri tepat di depannya. Ibu-ibu satu anak itu langsung mengerem langkahnya, membuat sebagian kecil esnya tumpah. Melihat dari betapa mengkilap sepatu itu, Amelia bisa membayangkan jika yang berdiri di depannya ini pasti si bos menyebalkan itu. Sebenarnya ingin dia mengumpat, tapi dia harus menjaga kesopanan. “Eh aduh, maaf!” “Tidak apa-apa. Seharusnya aku yang meminta maaf karena sudah mengganggu jalan seorang wanita.” Dan Amelia langsung mendongak karena itu bukan suara si bos. Di depannya terpampang wajah yang tidak kalah tampan berdiri dengan senyuman maut, tapi Amelia tetap Amelia. Dia tidak akan luluh hanya dengan wajah tampan dan senyum menggoda. “Maafkan saya, Pak Daniel,” ucap Amelia sopan. Tidak ada senyum lebar apalagi suara menggoda. Lagi-lagi, wanita itu hanya menunjukkan kesopanan sewajarnya. Daniel mengangkat satu alisnya. “Jadi kau masih mengingat namaku. Suatu kehormatan bagiku, Nona.” “Anda adalah tamu pimpinan saya. Tentu saya mengingatnya." “Jadi seandainya aku bukan tamu bosmu, kau tidak akan mengingatku?” tanya Daniel dengan muka sedih yang dibuat-buat. Sumpah demi apa pun, Amelia jengah dibuatnya! Dia sama sekali tidak tertarik dan semakin tidak nyaman dengan percakapan ini. Wajah sopan Amelia mulai berubah. Matanya mulai menunjukkan penolakan. Amelia memasang senyum tipis. Dan dengan tajam, dia berkata, “Saya yakin Pak Daniel cukup pintar untuk memahami maksud ucapan saya.” Senyum di bibir Daniel sontak lenyap tak berbekas. Dia sama sekali tidak menyangka akan mendapat jawaban sekasar itu. “Amel!” Suara Sean membuat dua orang yang sedang beradu tatap itu menoleh. Amelia mengerutkan keningnya. Dia sedikit bingung dengan panggilan Sean untuknya. Sean berjalan mendekat dengan tatapan memicing. Langkahnya begitu panjang dan lebar dan dalam sekejap dia sudah berdiri sangat dekat di samping staf sekretarisnya. Tidak dihiraukannya Amelia yang seakan terganggu dengan kedekatan mereka. Sean tetap saja berdiri di sana. “Daniel, aku kira kau sudah turun.” Sean memaksakan sebuah senyuman. Wajah marah Daniel pun sudah berganti. Tidak ada jejak kemarahan di sana. Hanya ada senyuman yang indah. “Aku baru saja hendak turun dan berpapasan dengan nona ini. Hampir saja dia menumpahkan es capucinonya ke sepatuku. Untung dia berhenti tepat waktu jadi itu tidak sampai terjadi.” “Untung saja,” ucap Sean lega. “Baiklah kalau begitu. Aku pamit sekarang, Sean.” Kali ini, Daniel benar-benar berjalan ke arah lift dan turun ke lobi. Begitu Daniel tertelan oleh pintu lift, Sean segera menoleh pada Amelia. “Aku tidak menyangka kau akan menggoda tamuku, Nona Amelia.” Ucapan Sean begitu dingin dan menusuk. Amelia membelalakkan matanya. Dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang didengarnya. “Anda berpikir terlalu jauh, Tuan Sean. Tidak ada siapa pun yang menggoda seseorang di sini.” “Kamu tersenyum padanya!” “Aku tersenyum pada siapa pun yang aku mau, Tuan. Apa ada peraturan yang melarang pegawai untuk tersenyum kepada tamu?" “Kau...??? Terserah!!” Sean berjalan kembali ke ruangannya dengan rasa kesal yang membuncah. Kakinya melangkah, mengentak lantai dengan keras. Saat dia hendak menutup pintunya, dia berbalik dan berteriak pada Amelia, “Mommy memanggil. Sopir akan menjemputmu pukul empat!” Dan pintu dibanting begitu saja. Amelia yang masih mencerna kalimat Sean langsung terlonjak, terkejut dengan kerasnya suara pintu. “Bos yang aneh,” cibir Amelia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN