2. Tantangan Daniel

1417 Kata
Sean mengusap wajahnya dengan kasar. Staf sekretarisnya yang satu ini memang selalu membuat tekanan darahnya naik. Entah kenapa, Sean tidak tahu pasti. Wanita itu seperti begitu membencinya dan Sean sama sekali tidak tahu apa kesalahannya. Sean ingat waktu pertama kali bertemu dengan Amelia dan Santi. Dua orang staf sekretarisnya itu tidak ada yang mencurigakan. Kedua wanita itu bersikap biasa dan terkesan sangat sopan. Bahkan Sean masih ingat Amelia sering tersenyum padanya, berusaha menunjukkan sikap sopan yang wajar sebagai bawahan. Namun kenapa semakin lama wanita itu mulai menjauhinya? Amelia tidak pernah lagi tersenyum padanya. Hanya ada wajah dan suara yang datar seolah dia tidak mempunyai ekspresi. Sean Ingin sekali tahu apa yang menyebabkan anak buahnya yang satu itu menjadi dingin seperti itu, tapi gengsinya sebagai atasan terlalu tinggi. Lagi pula, bukankah begitu lebih baik? Berkurang satu makhluk wanita yang menggodanya. Ya, itu lebih baik. Sean tidak akan lagi memikirkan alasan pegawainya yang satu itu. Baru saja Sean selesai membersihkan sarapannya, Budi, asisten pribadinya, masuk dengan satu cangkir kopi pahit dan teh hangat dalam tumbler. Kedua minuman itu memang dipesan Sean setiap pukul setengah sembilan pagi. Dan selama ini hanya Budi yang dia beri ijin untuk membuatkannya. “Selamat pagi, Tuan.” Budi membungkuk lalu meletakkan nampan yang dibawanya di atas sebuah meja kecil di dekat meja kerja Sean. “Pagi, Bud,” jawab Sean, “ada acara apa pagi ini?” Sean berdiri dan berjalan menuju kursi kebesarannya. “Tuan Daniel dari Rajawali Group akan datang pada pukul sebelas, Tuan. Lalu pukul dua siang zoom meeting dengan kantor cabang Batam. Nyonya Sandra kembali mengingatkan kalau nanti malam makan malam keluarga besar di mansion.” “Bilang mommy, aku tidak akan lupa acara malam nanti. Bagaimana mungkin aku melupakan janji pada mommy-ku?” sahut Sean dengan wajah berbinar. Tampak sekali dia begitu menyayangi sang mommy. “Oh iya, siapkan british lunch untuk Daniel. Kebiasaannya makan saat kuliah di sana terus terbawa hingga ke sini.” “Baik, Tuan.” Dengan gerakan tangan, Sean mengijinkan Budi untuk keluar dari ruangannya. Budi pun keluar lalu berganti Gilang meminta ijin masuk untuk menyerahkan dokumen-dokumen yang harus ditandatangani. Dan kehidupan Sean sebagai CEO di perusahaan pun kembali dimulai. Dengan laptop menyala, pena di tangan, dan mata yang terus awas pada setiap huruf dan angka yang dibacanya, Sean memang sudah pantas menjabat CEO. Putra pertama dari Sandra dan Ghani memang sudah dididik untuk menjadi pemimpin, baik di perusahaan maupun di dunia gelap Jepang. Izumi-sama, sang ojiichan -kakek angkat- dengan cara yang sangat halus memperkenalkan cara bertarung yang baik pada ketiga keturunan Sandra. Izumi begitu menyayangi Sandra dan tidak ingin hal buruk yang dulu terjadi pada Sandra kembali terulang. Sean, Sarah, dan Gabriel, mendapat didikan langsung dari sang mantan mafia Jepang tentang cara bertarung dan bertahan hidup. Dan dari Ghani, mereka mendapat ajaran cara memimpin dan mengembangkan perusahaan. Kini, Sean sudah didapuk untuk menjadi pemimpin tertinggi ABS Group. Sarah memimpin perusahaan makanan milik mommy-nya. Dan Gabriel, si bungsu, dia masih kuliah di Hokkaido University. Dan ternyata dia yang paling antusias mengambil seluruh ilmu yang dimiliki ojiichan. Sayang, waktunya bersama kakek angkatnya hanya sebentar. Izumi-sama sudah berpulang lima tahun yang lalu. Hanya berselang satu bulan dari kepergian Mbok Darmi. Sean larut dalam kesibukannya, melahap semua dokumen. Pikirannya berpacu menganalisa keadaan pasar dan semua aspek terkait. Dalam keadaan seperti ini, tidak lagi tampak Sean sang pemain wanita. Tidak ada tampang playboy. Semua itu sirna berganti aura pemimpin dan visioner yang kuat. Suara ketukan di pintu membuyarkan konsentrasi Sean. “Masuk!” serunya tanpa menoleh. Dari suara langkahnya, Sean tahu itu adalah Budi. “Kenapa, Bud?” “Sudah pukul setengah sebelas, Tuan. Sekretaris Tuan Daniel sudah mengkonfirmasi keberangkatan beliau. Pesanan brunch sudah dibuatkan dan akan tiba tepat pukul sebelas.” “Bagus! Siapkan dokumennya! Aku tidak ingin dia menunggu lama.” “Baik, Tuan.” Budi menunduk lalu beringsut mundur. Sean sejenak menggerakkan tangan dan kepalanya yang cukup kaku ke kanan dan ke kiri. Setelahnya, dia mulai membersihkan dan mengatur mejanya, memisahkan berkas penting, sangat penting, dan urgent. Sean menaruhnya di tempat yang tidak mencolok. Bagaimana pun juga, seorang tamu dari perusahaan lain akan datang. Dia tentu ingin melindungi perusahaannya dari hal buruk sekecil apa pun. Setelah semua rapi, saat itu juga Gilang datang menginfokan kalau Tuan Daniel sudah tiba di lobi. Tepat waktu! “Di mana Budi?” tanya Sean. “Pak Budi sudah stand by di lobi, Tuan,” jawab Gilang. “Good!” Sean sedikit merapikan kemeja dan jasnya. Setelah itu, Sean pun keluar dari ruangannya. Langkahnya tegap dan penuh percaya diri menuju depan lift. Dia ingin menyambut tamunya di sana. Wajahnya tampan dengan rambut ikal dan hidung yang mancung. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, cukup di angka 180 sentimeter. Beratnya sekitar 77 kilogram. Kulitnya bersih terawat. Langkah kakinya menggema seakan memanggil para wanita untuk menoleh dan tunduk di hadapannya. Namun itu semua tidak berlaku bagi satu wanita itu. Amelia sedang sibuk di depan laptopnya membuat rangkuman rapat tiap divisi, mengeditnya menjadi rapi, sebelum akhirnya diserahkan kepada sang CEO. Dia mendengar langkah itu. Langkah kaki sang monster wanita. Ingin sekali dia mengindahkannya, namun itu akan menjadi sangat tidak sopan. Apalagi Cindy sudah berdiri memberi hormat meski ‘makhluk’ itu belum sampai di depan meja mereka. Mau tidak mau, Amelia pun ikut berdiri. Tepat di depan lift, pintu kotak itu terbuka dan muncullah Budi beserta rombongan Tuan Daniel keluar. Sean segera melebarkan senyum, menyambut tamu perusahaan yang ditunggu-tunggunya. “Sean, apa kabar?” Daniel mengulurkan tangannya kepada Sean dan disambut hangat oleh temannya. Mereka berpelukan sejenak. Ya, Sean dan Daniel adalah teman saat di bangku SMA dan berpisah saat menempuh pendidikan kuliah. “Baik. Bagaimana kabarmu? Aku dengar dari Fino kau seharusnya liburan dengan Jenn besok. Apa itu berarti aku akan mendapatkan undanganmu dalam waktu dekat?” goda Sean. Mereka pun mulai berjalan perlahan menuju kantor Sean. Daniel tertawa mendengar pertanyaan Sean. “Kau tahu, Sean, liburan apa yang dimaksud itu. Hanya pergi berlayar dengan yacht. Dua hari.” Sean pun ikut tertawa. “Apa kalian hanya berdua atau kau mengajak tamu lain?” “Aku mengajak beberapa orang. Tidak seru kalau hanya berdua. Kau tertarik?” ajak Daniel. Dia sepertinya sangat ingin Sean ikut liburannya kali ini. Sean menggeleng. “Maaf, aku pass. Besok mommy time. Aku nggak mau membuat belahan jiwaku bersedih,” ucapnya sambil memegang dadanya, berekspresi sedih. Daniel tertawa semakin keras. “Mommy-mu selalu menjadi ratumu ya?” “Ya, begitulah!” “Okay then. Back in bussiness?” “Back in bussiness,” jawab Sean pasti. Dalam ruangan Sean, dua pimpinan perusahaan itu membahas pembaruan kerja sama mereka yang sudah terjalin selama tiga tahun. Surat kontrak mereka mendekati tanggal kadaluwarsa dan memerlukan beberapa penyesuaian terkait dengan keadaan pasar. Rajawali Grup adalah raksasa media elektronik dan cetak. Tentu kerja sama ini akan sangat menguntungkan perusahaan batu bara dan teknologi milik Sean. Dan Daniel jelas akan mendapat banyak pundi-pundi uang dari berita yang dia dapat dari pasar untuk Sean. Tidak butuh lama bagi mereka untuk mencapai kesepakatan baru. Perjanjian baru akan diketik ulang dan langsung ditandatangani hari itu juga. Selagi menunggu Gilang mengetik kontrak baru, Budi beserta Cindy dan Amelia mengantarkan makan siang. Dengan sigap, ketiga orang itu menyulap satu meja di pojok menjadi meja katering dadakan. Ada fish and chips, puding, buah, dan jus jeruk. “Silakan, Tuan.” Budi langsung mempersilakan bos dan tamunya makan. Setelah itu, mereka bertiga pun keluar. sudah tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan. Jadi Budi langsung memerintahkan Cindy dan Amelia untuk kembali bekerja. “Aku baru tahu kalau kau punya karyawan yang cukup menggoda,” ucap Daniel di sela-sela menikmati ikan gorengnya. “Hmm?” Alis Sean menyatu. “Siapa?” “Tadi yang rambutnya agak panjang.” Sean kembali berpikir. Lalu sedetik kemudian, “Oh, maksudmu Amelia??” “Entahlah, aku tidak tahu namanya. Aku hanya tahu kalau dia cantik, mempesona, dan tangguh,” ucap Daniel penuh penghayatan. Dalam pikirannya, dia sudah membayangkan rupa Amelia dengan rambut berantakan di atas bantal. Hmm, yummy! Sean tertawa terbahak-bahak. Sungguh geli rasanya membayangkan bagaimana wajah datar itu ternyata jago di ranjang. Hey, bisa juga! Bukankah dia janda? Meski Sean sempat mengatakan kalau dia ingin menyeret wanita itu ke ranjang, tapi itu hanya ungkapan kekesalannya saja. Sean tidak pernah ingin mengajaknya ke kamar. “Kenapa kau tertawa? Kau tidak percaya? Oke! Berikan dia padaku untuk liburan besok. Aku kan memberikan videonya padamu.” Daniel tampak bersungguh-sungguh dengan kalimatnya. Sean langsung kesulitan menelan makanannya. Meskipun dia tidak menyukai Amelia, tapi dia merasa sangat bersalah jika harus menyerahkannya kepada Daniel.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN