Ch-5

1219 Kata
Aryana ikut bersama Syakila pulang ke rumahnya. Syakila terlihat sangat bahagia sekali melihat gadis yang dikiranya adalah adiknya sendiri tersebut, padahal memang benar gadis itu adalah adik kandungnya yang terpisah darinya bertahun-tahun lalu. "Masuklah Yana, anggap saja rumah sendiri. Aku tinggal sendirian di sini." Ujarnya pada gadis itu sambil berlalu masuk ke dalam kamarnya. Aryana menganggukkan kepalanya, dia segera duduk di sofa sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Rumah besar dan megah beserta seluruh perabotan mewah. Gadis itu penuh rasa takjub menatap suasana sekitar yang sangat bersih dan rapi. "Bu Syakila kaya sekali." Gumamnya penuh rasa kagum. "Sebelah sini kamarmu." Ucap Syakila padanya, saat melihat Aryana sedang berdiri menatap sebuah lukisan besar yang terpajang di dinding tengah ruangan. Syakila membawakan beberapa baju ganti untuknya, yang tadi dia beli saat shopping bersama. "Masuklah," pinta Syakila sambil tersenyum, Aryana melangkahkan kakinya perlahan masuk ke dalam ruangan mengikuti permintaan dari Syakila. "Bu Syakila, maaf saya menemukan ini di bawah lemari kecil di dekat lukisan." Aryana mengulurkan selembar foto Rendi Saputra. Hari ini gadis itu yakin kalau Syakila yang dimaksud oleh Presdir interior itu adalah ceo wanita yang kini duduk di tepi tempat tidur bersebelahan dengan dirinya. Wajah Syakila terlihat tidak nyaman, karena dia berpikir Aryana memiliki hubungan dengan Rendi. Dia jadi merasa tidak enak dengan gadis itu. Melihat perubahan wajah Syakila, Aryana segera berkomentar, "Dia bukan siapa-siapa saya, ibu tidak perlu khawatir. Sebenarnya saya awalnya melamar sebagai staf magang di sana. Dia salah mengira saya adalah Bu Syakila Adriana." Jelas Aryana sambil tersenyum. Dia merasa harus mengatakan kebenarannya. "Dia mencari anda selama ini, dan dia juga sering pingsan." Tambah Aryana lagi, ia menunggu reaksi dari Syakila. Harapannya adalah Syakila mau menunjukkan dirinya di depan Rendi hingga dirinya bisa lepas dari kejaran pria asing itu. "Dia bukan siapa-siapa ku Aryana, Rendi hanyalah masa lalu bagiku." Ungkapnya pada gadis itu. "Lalu bagaimana dengan saya Bu, Presdir gila itu terus-menerus mengejar-ngejar saya tidak peduli siang dan malam. Ini benar-benar membuatku gila." Keluh Aryana seraya mengigit bibir bawahnya. Syakila tersenyum lembut melihat kepolosan Aryana. Dia mengusap rambutnya, ingin sekali dia segera mendapatkan kebenaran tentang status gadis di sebelahnya itu. Syakila sangat menantikan pertemuannya dengan adik kandungnya tersebut. "Saya serius Bu, bahkan dia sangat gila dan terlalu gila. Saya tidak ingin bertemu dengan pria itu lagi Bu." Pintanya dengan sungguh-sungguh. "Maaf Yana, tapi saya tidak bisa. Saya sudah menolak lamaran Rendi tiga tahun lalu." Jelas Syakila lagi. Wanita itu menundukkan kepalanya, dia ingat saat-saat Rendi benar-benar memutuskan untuk menikahinya, tanpa jawaban apapun Syakila segera memutuskan sambungan teleponnya. Dan gara-gara itu mobil Rendi menabrak pembatas jalan hingga terjun bebas ke sungai. Dia sudah berjanji tidak akan menunjukkan dirinya, atau menghubunginya lagi sejak saat itu. Hubungan yang hanya diketahui oleh Syakila sendiri. Awal dia membuat surat pena untuk pria itu, hingga saling berbalas dari waktu ke waktu. Pernah ada rasa bahagia saat dia bersama dengan pria itu walau hanya melalui goresan tangan, tanpa sebuah pertemuan. Pria yang dilihatnya di sebuah seminar, rasa penasaran Syakila, hingga terbalas, membuat pria itu benar-benar takluk padanya. Munculnya Aryana saat ini tidak membuat Syakila marah atau benci, dia malah senang sekali dan dia tidak sadar kalau dirinya sebenarnya juga telah jatuh hati pada seorang pria yaitu Rendi Saputra. Entah rasa sakit apa yang akan dia dapatkan ketika memilih tetap dalam persembunyiannya. Aryana sendiri tahu dia tidak ingin mengambil alih hubungan tersebut, dia sama sekali tidak tertarik dengan Rendi Saputra. Hanya rasa kagum saja saat awal mereka berdua bertemu karena dia pikir Rendi adalah seorang yang bijaksana dalam memimpin perusahaan. Akan tetapi, kekagumannya sirna saat pria itu menahannya tanpa peduli, dia ketakutan setengah mati. Apalagi pria itu melumat bibirnya tanpa mau menerima penjelasan sedikitpun darinya. Aryana masih harus ujian skripsi setelah magang, kuliahnya belum berakhir. Tentunya dia tidak ingin mendapatkan batu sandungan hingga pendidikannya terhenti. "Bu Syakila?" Panggilnya saat mendapati wanita itu melamun. "Eh, iya Yana? Ada apa?" Tanyanya pada gadis itu sambil menoleh menatap wajahnya. "Ibu terlihat sedih, saya sungguh-sungguh tidak memiliki hubungan apapun dengan pak Rendi Bu." Ujarnya lagi pada wanita cantik di sebelahnya itu. Aryana ingin sekali menyatukan mereka berdua, selain terbebas dari kejaran pria yang menurutnya tidak waras itu, dia juga akan hidup normal seperti teman-teman sebayanya tanpa harus pontang-panting penuh rasa khawatir. "Aku juga tidak Yana." Ujarnya tetap pada pendiriannya. "Tapi Bu, presdir gila itu akan terus berpikir kalau saya adalah anda." Keluhnya lagi pada Syakila. "Dia pria yang sangat baik dan bertanggung jawab Yana, jika kalian terlibat hubungan. Aku akan mendukung sepenuh hati." Ujarnya lagi sambil melangkah pergi keluar dari dalam kamar Aryana. "Kenapa harus melibatkanku di antara kalian? Kenapa aku harus mengalami hari-hari sial karena hubungan misterius kalian berdua!" Keluh gadis itu seraya meremas jemari tangannya sendiri. Tak sampai satu menit ponsel gadis itu berdering nyaring, dia tidak mengenal nomor telepon yang tertera pada layar ponselnya tersebut. Agak ragu-ragu dia segera mengangkatnya. "Ha, halo?" Jawab Aryana dengan nada gagap. "Kamu dimana?" Terdengar jelas nada kaku pria di seberang sana. "Aku, saya, em, aku," Aryana gugup sekali, dia segera berdiri dari tepi tempat tidurnya melangkah mondar-mandir di dalam kamar yang lumayan luas tersebut. "Jawab saja apa susahnya! Kamu terus membohongiku! Kamu bilang tinggal bersama ibu ayahmu! Tapi kenyataannya kamu tinggal sendiri. Kita harus bertemu Syakila!" Sergah Rendi melalui ponselnya. "Maaf, sekali lagi saya katakan, saya bukan Sya Ki la! Dan saya bukan tunangan anda, berhenti mengganggu ketenangan hidup saya tuan presdir! Tuuuttt!" Aryana tidak peduli, dia segera memutuskan panggilan teleponnya, juga tidak lupa memblokir nomor pria tersebut. "Aku bahkan tidak berani pulang ke kost-an sekarang! Bagaimana ini?" Gadis itu masih mondar-mandir di dalam ruangan, dia benar-benar tidak mendapatkan pencerahan mengenai masalah baru tersebut. Sangat sulit baginya untuk menghindari Rendi Saputra karena dia adalah gadis biasa. Lain halnya dengan Syakila yang memiliki kekuasaan, dan bisa melakukan apa saja sesuai dengan keinginannya. "Yana? Makan dulu." Terdengar suara Syakila dari luar pintu kamarnya. "Iya Bu, saya akan segera keluar. Sebentar lagi." Ujarnya tiba-tiba, Aryana buru-buru masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, setelah itu dia keluar dari dalam kamarnya untuk makan bersama dengan Syakila. "Kenapa? Duduklah." Ujar Syakila saat melihat gadis itu berdiri mematung memandangi sajian aneka macam menu di atas meja. "Ini bukannya terlalu banyak jika hanya untuk kita berdua Bu?" Tanya Aryana pada Syakila. Syakila tersenyum manis, dia melihat makanan yang disukai adik kandungnya terhidang beberapa di atas meja, dia ingin melihat gadis itu mengambil menu favoritnya seperti yang ada di dalam benaknya. Dia juga menghidangkan sajian udang yang akan membuat Aryana alergi, Syakila ingin mengetahui apakah gadis itu akan mengambilnya atau tidak. "Duduklah dan nikmatilah Aryana." Ujarnya lagi dengan nada yang sama. Aryana tidak mau mengecewakan ceo-nya tersebut, dia segera duduk dan menikmati hidangan yang disajikan di atas meja. "Apakah kamu mau mencicipi ini?" Syakila sengaja menyendok hidangan udang untuknya. "Ah, saya mau, tapi saya alergi Bu. Kulit saya selalu timbul ruam jika makan udang." Jelasnya sungguh-sungguh. "Deg!" Ada rasa lega sekaligus bahagia di dalam hati Syakila walaupun belum mengetahui kebenaran tentang gadis di sebelahnya tersebut, tanpa sadar air matanya menetes membasahi kedua pipinya. "Bu Syakila? Apakah anda sedih karena saya tidak mau memakannya? Saya akan memakannya jika ibu berpikir saya menolaknya." Jelas Aryana lagi sambil mengambil sendok untuk menyendok hidangan udang. "Tidak jangan!" Teriak Syakila sambil meraihnya ke dalam pelukan. "Maafkan aku, aku hanya teringat dengan adik perempuanku. Dia juga alergi udang." Ujarnya sambil memeluk erat Aryana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN