"Aku yakin kamu ingin aku membuktikan segala perasaanku, aku yakin Aryana. Dan karena itulah kamu terus menerus menepisku pergi!" Sergah pria itu tanpa beringsut sedikitpun dari posisinya berdiri
"Tidak perlu, Presdir tidak perlu membuktikan apa-apa padaku. Kita memang tidak seharusnya terlibat satu sama lain." Ujarnya sambil menatap lekat-lekat kedua mata Rendi Saputra, begitu pula sebaliknya pria itu juga menatap ke arah matanya.
Desau semilir angin menerpa masuk ke dalam ruangan tersebut, menerpa dua sejoli yang kini tengah terpaku dengan tatapan mata mereka masing-masing. Seribu gejolak dalam hati Rendi sudah tak mampu dia tepis lagi, hatinya terlanjur terusik semenjak kehadiran Aryana beberapa hari lalu. Baginya Aryana adalah nada-nada baru yang mengiringi hidup kelamnya semenjak kehilangan Syakila.
Tatkala pria itu mendekatkan wajahnya, Aryana berpikir dia akan menciumnya! Dia segera memejamkan matanya rapat-rapat sambil menggigit bibirnya sendiri. Rendi yang sudah siap melabuhkan bibirnya, jadi serba salah.
"Ada daun di atas rambutmu." Ucap Rendi sambil mengambil serpihan daun kering dari atas rambutnya. Aryana segera membuka matanya lebar-lebar, dan, "Cup!" Bibir pria itu berlabuh hanya dalam satu detik.
"Aku pulang, dulu sampai jumpa besok sayang. Jangan lupa terima telepon dariku malam nanti, atau aku akan kembali kemari gara-gara tidak bisa mengatupkan kelopak mataku." Ucapannya tersebut hanya dibalas dengan bibir menganga serta kedipan kelopak matanya berkali-kali, Aryana benar-benar tidak percaya oleh apa yang dilakukan Rendi padanya barusan.
"Astaga! Pria itu! Keterlaluan sekali, dia sebenarnya mau ngapain!? Ah sudahlah lupakan saja. Aku bisa ikut gila gara-gara pria itu." Aryana segera menutup pintu ruangan tersebut, dan saat menoleh ke atas meja dia melihat cek yang ditinggalkannya senilai dua puluh juta. Gadis itu memiringkan kepalanya, "Pelit sekali!" Gumamnya pada dirinya sendiri, dia pikir Rendi akan memberikan seratus atau dua ratus juta!
"Astaga! Ponselnya, aduh bagaimana ini?" Aryana kebingungan, karena ponsel Rendi tergeletak di kursi dimana pria itu menghenyakkan tubuhnya tadi.
Aryana mengambilnya, dia masih mondar-mandir di ruangan tersebut. "Aku harus mengembalikannya bukan? Tapi masa aku harus ke apartemen miliknya? Nggak mau! Lalu bagaimana?! Ah pusing! Biar saja di sini." Gadis itu kemudian beranjak ke kamar mandi, meninggalkan ponsel tersebut tergeletak di atas meja kamarnya.
Tepat saat dia merebahkan tubuhnya karena penat sekali ponsel tersebut tiba-tiba berdering nyaring.
"Halo?" Jawabnya dengan nada biasa-biasa saja.
"Anda siapa? Di mana anda sekarang? Saya akan mengganti kerugian, tolong antarkan ponsel saya ke apartemen..tuutt!" Aryana mematikannya, karena dia mengantuk sekali. Tapi lagi-lagi ponsel tersebut berbunyi kembali. Rendi duduk di meja kerjanya dalam apartemen miliknya.
"Halo?" Panggil dari seberang.
"Aku ngantuk sekali, Presdir.. besok saja kamu kesini untuk mengambilnya, aku malas sekali jika harus mengantarkan ponsel ini ke apartemenmu.. Huaaahhhh..." Ucapnya sambil menguap lebar-lebar, lalu tertidur.
"Aryana.. kamu bahkan tidak mau sedikitpun terlihat cantik di depanku, kamu selalu apa adanya." Ujarnya sambil tersenyum membayangkan gadis itu tengah terlelap seperti waktu dia tidur di dalam kamarnya beberapa hari lalu, bahkan gadis itu tidak terbangun ketika dia mengangkat tubuhnya ke atas tempat tidurnya.
"Aryana, aku jatuh cinta padamu." Bisik Rendi sambil tersenyum manis menatap foto data diri Aryana yang gadis itu kirimkan beberapa waktu lalu. Rendi sengaja mengambil salinannya. Dia awalnya berpikir kalau gadis itu ingin mengambil kesempatan untuk memanfaatkan dirinya, karena Aryana melihat tubuhnya saat berganti pakaian. Ternyata dugaannya benar-benar keliru, gadis itu bahkan berkali-kali menegaskan kalau tidak tertarik sama sekali padanya.
Angannya kembali teringat sosok Syakila. Dia tahu Syakila Adriana adalah pemilik perusahaan pemasaran, dimana Aryana magang sekarang. Gadis yang sangat cantik dan anggun. Gadis berprestasi dan terpelajar. Tapi dia tahu bagaimana sikap dingin sosok Syakila Adriana selama ini. Bahkan dia tidak pernah mengira jika gadis itulah yang mengusik kehidupan pribadinya beberapa tahun lalu.
Rendi sama sekali tidak menaruh dendam padanya, atau membencinya. Karena dia telah melabuhkan hatinya kepada Aryana, sejak beberapa hari lalu. Dia sendiri juga tidak mengerti kenapa sosok Aryana yang cantik sederhana bisa merebut seluruh hatinya. Seingatnya hatinya begitu dingin semenjak kehilangan cinta Syakila dalam ikatan goresan pena.
Sepanjang malam dia kembali teringat dengan pertemuan demi pertemuan mengenai sosok Aryana. Bagaimana saat gadis itu menumpahkan cairan kopi pada wajahnya di pintu masuk perusahaannya, juga saat dia membekap bibirnya.. ketika gadis itu masuk ke dalam ruangan kerjanya tanpa mengetuk pintu. Selanjutnya, saat di dalam ruangan penyimpanan, awal mereka berdua berciuman. Ketika gadis itu tertahan di dalam apartemen miliknya. Terakhir pagi ini ketika Aryana menunjuk ke atas gedung dimana Syakila tengah berdiri menatap ke arah mereka berdua. Bukannya fokus pada kekasih yang dia cari selama ini, tapi malah lebih tertarik untuk menatap wajah polos di sebelahnya. Begitu banyak kenangan Aryana yang terukir di dalam benak Rendi Saputra.
Seolah-olah gadis itu yang mengisi kekosongan dalam hatinya ketika Syakila meninggalkan dirinya begitu saja.
Di dalam kamarnya Syakila memegang hasil laboratorium tentang dirinya dengan Aryana, yang menunjukkan bahwa mereka berdua adalah saudara kandung. Bahagia sekaligus ragu, karena dia khawatir Aryana tidak mau mengakui dirinya sebagai saudara kandungnya. Dia sangat bahagia sekali. Tapi tiba-tiba dia teringat dengan Rendi, pria itu saat ini sedang mendekati adik kandungnya tersebut.
"Aku tidak boleh hadir di tengah-tengah mereka bukan?" Gumam Syakila pada dirinya sendiri. Dia meletakkan hasil tes DNA tersebut di dalam laci meja kerjanya. Ada keinginan besar untuk membawa Aryana tinggal bersamanya, dia sangat merindukan adik kandungnya tersebut.
Air mata gadis itu kembali meleleh menatap foto mereka berdua di dalam bingkai, foto tersebut tergeletak di atas meja kerjanya. Syakila mengusap wajah Aryana yang masih berusia tiga tahun. "Yana, kakak rindu sekali." Bisiknya lagi.
Syakila merebahkan kepalanya di atas meja kerjanya, dan dia tertidur di sana sepanjang malam. Ketika dia terjaga waktu sudah pukul lima pagi, dia segera bersiap-siap untuk pergi ke kantor setelah merapikan beberapa barang. Dia berniat menjemput Aryana di rumah kost-an gadis itu.
Sekitar pukul tujuh pagi dia berangkat ke sana. Saat Syakila memarkirkan mobilnya tanpa sengaja Rendi juga sedang memarkirkan mobilnya tepat di depan mobil miliknya.
"Selamat pagi Presdir Rendi." Sapa Syakila sambil menganggukkan kepalanya untuk memberikan hormat. Walaupun mereka tidak pernah terlibat kerja sama antar perusahaan, tetapi Syakila sering bertemu dengan Rendi Saputra di acara tertentu. Melihat hal tersebut Rendi tahu Syakila masih berniat menutupi identitasnya, bahwa dirinyalah yang berkirim surat beberapa tahun lalu dengannya. Rendi membalas sikapnya dengan memberikan sikap yang sama formalnya.
"Kalau boleh saya tahu apa yang membawa anda kemari?" Tanya Kyla padanya.
"Ponselku tertinggal di rumah Aryana." Sahutnya santai. Syakila terpaku mendengar pernyataan itu, dia tidak mengira kalau Aryana sudah sedekat itu dengan Rendi. Dia pikir mereka telah menghabiskan waktu semalaman bersama. Aryana baru saja keluar dari dalam kost-an miliknya, dia melihat Rendi berdiri di depan mobilnya begitu juga Syakila. Mereka terlihat serius bercakap-cakap. Akhirnya Aryana memilih berputar arah, untuk memberikan waktu kepada mereka berdua agar berbicara lebih lama.
Gadis itu naik busway menuju ke kantor Syakila. Karena Aryana tak kunjung keluar akhirnya Rendi memutuskan untuk mengetuk pintu rumah gadis itu. Syakila ikut serta menunggu di beranda rumah tersebut. "Sepertinya dia sudah pegi." Ucap Syakila ketika mengetahui kalau pintu rumahnya sudah terkunci.
"Jadi bagaimana? Aku harus ke perusahaanmu untuk mengambil ponselku." Ujar Rendi sambil tersenyum menatap wajah anggun di sebelahnya. Jika mereka sebuah pasangan tentunya sangat serasi sekali. Tapi sayangnya keduanya memilih diam saat sudah saling mengetahui, seakan-akan sengaja mengubur masa lalu di dalam relung hatinya masing-masing.
"Iya, silahkan presdir." Ujarnya dengan sopan lalu mendahuluinya menuju ke mobilnya. Rendi melangkah di belakang punggungnya.
"Akkhhh!" Syakila terseok ketika sepatunya menginjak batu kerikil, tubuhnya hampir terjatuh ke samping. Untungnya Rendi segera menahan pinggangnya. Ada rasa nyaman ketika pria itu menahan pinggangnya.
"Terimakasih." Ucapnya pada Rendi ketika menatap wajahnya, pria itu masih memegangi pinggangnya.
"Apa kakimu terkilir?" Tanya Rendi sambil tersenyum.
"Tidak apa-apa, saya akan mengoleskan minyak urut nanti juga akan baikan." Ucapnya sambil melepaskan pelukan Rendi pada pinggangnya. Nalurinya ingin mengatakan kalau dirinya adalah wanita yang berkirim surat dengannya beberapa tahun lalu. Tapi dia tidak ingin merusak keharmonisan hubungan Rendi dengan Aryana, karena Syakila pikir Aryana dan Rendi sudah saling mengikat hubungan lebih dari sekedar teman.