Aryana tidak tahu jika Rendi akan terus mengejarnya hingga dia pergi ke ujung dunia sekalipun. Hatinya masih terasa sakit sekali, "Kenapa harus aku?" Bisik gadis itu lagi sambil mengusap wajahnya yang masih basah dengan air mata. Dia sudah berdiri karena bus tersebut akan berhenti di jalan dekat kost tempat gadis itu tinggal. Aryana melangkah perlahan menuju rumah kost bercat biru muda tersebut, ada beberapa pohon rindang peneduh jalan berdiri tegak di sekitar rumah berukuran sekitar sepuluh kali sepuluh meter tersebut. Beberapa daun jatuh akibat hembusan angin, menerpa wajah Aryana yang sedang melintas di bawahnya. Rambut panjangnya terhempas memukul punggungnya seiring dengan langkah kecilnya. Suana siang yang sudah berangsur berubah senja, sinar mentari yang telah berubah kuning keemasan menjadi saksi bisu dua sejoli yang sedang bertemu pandang saat ini. Rendi Saputra dan Aryana Safira, pria itu sudah berdiri di depan mobilnya menunggu kedatangannya di tepi jalan tak jauh dari tempatnya tinggal.
Langkah kaki Aryana terhenti melihat pria itu sudah mendahuluinya tiba di sana. Ada segurat rasa sakit masih tertanam dalam hati gadis itu, ingin sekali dia mencabutnya hingga ke akarnya lalu membuangnya jauh-jauh dari hatinya.
Dia mengabaikan keberadaan Rendi, dan melintasinya begitu saja. "Tunggu!" Panggilan Rendi tak membuat gadis itu menghentikan langkah kakinya. Baginya pria itu bukanlah siapa-siapa! Bukan apa-apa.
"Aryana Safira!" Panggilnya lagi, ucapan terakhir tersebut membuat Aryana menghentikan langkahnya sejenak. Tapi beberapa detik kemudian gadis itu melangkah kembali mengabaikannya.
"Sial!" Umpat Rendi dengan wajah gusar, pria itu segera berlari sebelum Aryana masuk ke dalam rumah lalu mengunci pintunya dari dalam.
"Aku ingin bicara!" Sergahnya sambil menahan pergelangan tangannya.
"Lepaskan tanganku tuan presdir!" Sergah gadis itu dengan tatapan tajam penuh amarah dan luka. "Betapa bodohnya aku, kenapa aku harus merasa terluka jika aku tidak memiliki hubungan apapun dengan pria ini?" Bisik dalam hati kecilnya.
"Apa salahku?" Tanya Rendi karena dia tidak mengerti kalau tindakannya selama ini ternyata sangat melukai gadis itu.
"Iya, semuanya salahku. Bukan salahmu, seharusnya aku tidak pernah muncul dalam perusahaanmu." Ujar Aryana padanya. Dia segera mengibaskan tangannya dari genggaman tangan pria itu lalu melanjutkan langkahnya menuju rumahnya.
"Yana? Dengarkan aku dulu!" Teriaknya sambil mengguncang-guncang kedua bahu gadis itu. Dia menatap pada dua bola matanya yang jernih, berharap gadis itu mau mengerti perasaanya.
"Jikapun anda mau menyatakan perasaan bahwa anda memiliki sesuatu terhadap saya, bukannya ini terlalu cepat? Maaf saya lelah sekali, jangan ganggu saya." Ujarnya pada Rendi karena merasa pertemuan mereka yang singkat beberapa hari lalu tidak cukup untuk menyatakan perasaan cintanya.
"Kamu terlalu melow, aku pikir kamu gadis yang cuek dan tidak peduli Yana! Aku pikir kamu gadis yang kuat!" Ujar Rendi padanya, dia sengaja memancing emosinya agar bisa bertahan lebih lama bersamanya senja itu.
Aryana sama sekali tidak mengerti dengan kata-kata yang terlontar dari bibir presdir interior tersebut, dia sama sekali tidak mengerti!
"Iya, saya gadis yang lemah! Saya bukan Syakila wanita pujaanmu yang kuat! Ketahuilah dia ada di depan matamu, sangat dekat sekali!" Ujar Aryana padanya.
"Aku tahu kamu bukan Syakila, Yana!" Teriaknya sambil memeluk pinggangnya dari belakang punggungnya. Aryana tercekat mendengar ucapannya, mau tidak mau air matanya mengalir deras membasahi kedua pipinya. "Apa yang harus aku lakukan sekarang, jika terlanjur begini! Aku tidak berhak memiliki rasa ini. Karena cinta sejatinya adalah Syakila." Tandas Aryana dalam hatinya.
"Aku tertarik padamu, bukan Syakila lagi." Bisik Rendi di telinganya. Aryana masih tidak mau mempercayai ucapanya, dia segera melepaskan pelukan lengan Rendi dari pinggangnya.
Aryana maju dua langkah lalu berbalik menghadap ke arahnya.
"Tapi aku tidak, aku sama sekali tidak tertarik padamu! Kehadiran dirimu hanya membuatku frustasi! Bagaimana syok-nya aku, ketika kamu menahanku sambil menyebutku dengan panggilan nama Syakila! Dan kamu juga sudah menikah! Satu lagi, janjimu untuk tidak menemuiku di tempat magangku juga tidak kamu tepati! Menyebalkan sekali!" Dengusnya kesal lalu melanjutkan langkahnya menuju rumahnya.
Rendi tersenyum melihat gadis itu cemberut kesal, "Apa dia cemburu padaku?" Ujarnya pada dirinya sendiri, lalu kembali berlari kecil mengejar gadis itu.
Aryana kesal sekali karena Rendi terus mengikutinya, "Pulanglah! Bukannya kamu orang yang sibuk!" Ujarnya ketus, karena dia juga lelah sekali setelah seharian bekerja.
"Aku ingin bicara sebentar, aku akan menganggap ini lembur, jadi tidak gratis. Bagaimana?" Tawar Rendi padanya, kebetulan dia mencari informasi kalau Aryana sedang butuh uang untuk membayar tagihan kuliahnya. Pria itu mencari informasi tentang gadis itu dari teman-temannya di kampus. Juga dari dosen dari fakultas gadis itu, sebagian besar mereka merupakan pelanggannya, karena dia tidak bisa menahan keinginannya untuk mengenal Aryana lebih jauh lagi.
"Aku sebenarnya tidak mau! Tapi aku benar-benar butuh uang sekarang!" Keluh dalam hatinya.
"Baiklah, ikut aku!" Ujarnya masih dengan bibir cemberut mendahuluinya untuk membuka pintu kost-an tempat dia tinggal.
Rendi tersenyum senang, dia ikut masuk ke dalam tempat tinggalnya. Rumah yang berukuran setengah dari kamarnya tersebut membuat pria itu menggaruk keningnya sendiri. Dia ingin memberikan tempat tinggal yang layak untuknya, tapi dia ragu gadis itu akan berpikir dia membelinya dan lain sebagainya. Mengingat sikap Aryana yang keras kepala.
"Tempat tinggalku memang tidak ada setengah dari ukuran kamarmu, tapi ini adalah tempat yang nyaman untukku." Ujarnya seraya meletakkan segelas air putih di atas meja, lalu dirinya duduk di seberang meja menghadap ke arah pria itu.
"Dia bisa membaca pikiranku, hanya dengan sekali lihat!" Keluh Rendi dalam gumamnya.
Aryana mau tidak mau tersenyum kecil mendengar keluhannya tersebut.
"Jangan menertawaiku!" Sergah Rendi dengan tatapan serius.
"Hahahaha!" Kini Aryana malah meledakkan tawanya tanpa ragu sama sekali.
Rendi jadi ikut tersenyum melihat raut wajah Aryana kembali cerah seperti biasanya.
"Aku sebenarnya belum menikah." Ujarnya memulai untuk menjelaskan pada Aryana.
"Aku tahu." Sahut Aryana santai. Kini Rendi yang terkejut karena gadis itu sudah tahu, tapi tetap saja memvonisnya kalau dia telah menikah.
"Sejak kapan?" Tanyanya penasaran.
"Kemarin, ketika aku bertemu dengan kekasihmu." Ujarnya tanpa ragu. Aryana sudah bertekad untuk mengungkapkan kebenaran tentang Syakila Adriana. Dia tidak tahan jika terus menerus menjadi sasaran empuk pria itu untuk terus menerus dianggap sebagai Syakila.
"Aku tidak peduli lagi dengannya!" Sergah Rendi lagi, karena ucapan Aryana membuatnya terpojok, dia memang sudah tidak peduli lagi dengan mantan kekasihnya itu.
"Jangan pura-pura, aku tahu kamu menyimpan segalanya baik-baik dengan sengaja, kamu hanya menggunakanku sebagai pion untuk memancing kekasihmu itu agar menyatakan siapa dirinya di depanmu!" Sergah Aryana segera, dia sudah tidak mampu menahan perasaannya lagi untuk terus berdiam diri melihat segalanya begitu jelas di depan matanya.
Rendi menundukkan kepalanya, dia tidak menyangka jika Aryana akan berpikir sejauh itu mengenai tindakan konyolnya tersebut.
"Kamu salah Aryana! Aku tidak menginginkan kehadirannya lagi! Syakila sudah tidak ada lagi dalam hatiku." Ujarnya tetap bertahan dengan keyakinannya, karena itu memang benar adanya. Namun sepertinya Aryana juga tetap berkeras dengan pemikirannya sendiri.
"Jika sudah selesai berkata-kata silahkan pulang." Usirnya segera.
"Oke, berapa?" Tanyanya pada Aryana.
"Tidak perlu, pergilah dan jangan ganggu aku lagi." Ujar gadis itu seraya membuka daun pintu rumahnya untuk mempersilahkan pria itu keluar dari dalam ruangan tersebut.
Rendi meletakkan selembar cek di atas meja. Lalu melangkah mendekat ke arahnya, pria itu berhenti tepat di depannya.
Aryana segera melangkah mundur beberapa langkah hingga punggungnya bersandar pada dinding, dia sedikit was-was karena Rendi malah sengaja maju mendekatinya.
"Kamu mau apa?!" Tanyanya ketika pria itu kembali menatap lekat-lekat kedua bola matanya.
"Katakan padaku, dengan cara apa aku, agar bisa membuatmu yakin padaku? Katakan Aryana, dengan cara apa agar kamu yakin padaku?" Tanyanya dengan tatapan dalam-dalam.
Aryana hanya bisa mengerjapkan matanya berkali-kali. Karena wajah Rendi begitu dekat dengan wajahnya sekarang, hembusan nafasnya terasa menyapu hangat wajahnya.
"Tidak perlu, karena aku tidak menginginkanmu. Jadi lupakan saja semuanya dan jangan pernah mencariku lagi." Ucapnya dengan suara gugup.