Sesampainya Naira di hadapan ruangan anaknya, ia menatap kosong tubuh Devano yang terlihat penuh dengan alat-alat tersebut. Air matanya menetes kala melihat tubuh mungil anaknya itu, “Devano.” Panggilnya dengan pelan, “Mama kangen sayang, mana ingin sekali memeluk mu. Ijinkan mama untuk melakukan itu, walaupun hanya sebentar saja.” Sambungnya sembari menangis. Ia seakan mulai mengikhlaskan keadaan anaknya, “Dia pasti sembuh kok.” Ucap seseorang yang saat ini berdiri di belakangnya. Naira menoleh sembari menyeka air matanya itu, “Bryan..” ucap Naira seraya menyapa Bryan, ia memaksakan senyuman miliknya itu. Naira kembali bertanya, “Dengan siapa ke rumah sakit?” Bryan menekan tombol untuk memajukan kursi roda nya itu, “Dengan Kak Cath, dengan Sherin juga.” Mulut Naira menganga, ia terk

