Part-8

1044 Kata
"Nau, aku ingin kamu jadi yang pertama dan terakhir buat aku. Aku berharap, kamu mau belajar mencintaiku, menerimaku jadi suami kamu ... I love you, Nau ...." "Hah?" "Ck, udah yuk cuci muka! Nggak ada malam pertama, jadi nggak perlu mandi wajib." Saka berdiri, ia merasa sedikit kesal. Sudah susah payah mengatakan I love You, hanya dijawab dengan kata 'hah' yang menurutnya artinya Naura tidak sungguh-sungguh mendengarkannya. Saka segera masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka, menggosok gigi, serta berwudu. Sementara Naura masih diam membisu. Tadi ia benar-benar gugup saat tiba-tiba Saka mencegahnya turun dari ranjang. Sampai-sampai ia tidak terlalu yakin dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia mendengar Saka mengucapkan I Love You, tetapi ia tidak yakin apa itu benar yang Saka ucapkan, atau hanya halusinasinya saja. Setelah Saka keluar, gantian Naura yang masuk ke kamar mandi. Tidak menunggu Naura, Saka memilih untuk keluar dari kamar Naura. Mushola kecil-kamar yang dijadikan tempat salat-lah tujuan Saka. Di sana sudah ada Farhan, Tasya juga Dira. Aira tidak ikut karena sedang mendapat tamu bulanan. "Eh, Saka udah bangun?" tanya Niken saat berada di depan pintu mushola. "Udah, Ma ... Nauranya lagi wudu dulu." Mereka masuk, Saka duduk di sebelah Dira, sedangkan Niken di sebelah Tasya. "Gimana tidurnya? Naura kalau tidur suka menuhin ranjang. Kamu pasti kena tendangan kakinya, ya?" Saka hanya nyengir memperlihatkan giginya, menjawab pertanyaan mama mertuanya. "Ayah berharap, kamu mau menerima dia apa adanya ya, Ka ... begitulah dia. Tapi ayah sangat menyayanginya." "Iya, Yah ... Saka juga sayang sama dia." Begitu Naura masuk ke mushola, mereka langsung memulai salat berjamaah. Farhan yang menjadi imam. Selesai salat, semua kembali ke kamar masing-masing. Tasya dan Dira untuk belajar, Farhan dan Niken untuk mengecek laporan warung dan cafe, melihat apa yang harus dibeli hari ini. Urusan belanja memang masih Farhan dan Niken yang menangani. "Yang ...," panggil Farhan. Panggilan yang sudah lama Farhan pakai. "Hem?" jawab Niken dengan pandangan fokus ke laptop. "Kok aku melihat Saka dan Naura seperti ada yang aneh, ya?" "Apanya yang aneh, Mas?" "Tadi mereka diem-dieman. Saka juga masuk kamar duluan nggak nungguin Naura." "Biarin aja, Mas ... mungkin mereka sedang bertengkar kecil." "Semoga rumah tangga mereka selalu bahagia, ya ... jangan sampai ada badai menerpa mereka." "Aamiin." Masa lalunya selalu membuat Farhan takut. Ia takut kalau sampai putri-putrinya mendapat perlakuan buruk sebagai karma apa yang dilakukannya dulu. "Jangan ingat-ingat lagi ... bukankah Mas sudah bertaubat, sudah membayar semua perbuatan-perbuatan Mas ...," ucap Niken saat dilihatnya Farhan melamun. Tangannya menggenggam tangan Farhan. Saat seperti itu, Niken tahu kalau Farhan sedang mengingat masa lalu mereka. Mengingat kesalahan-kesalahannya yang membuatnya masih merasa bersalah hingga sekarang. "Terima kasih untuk semuanya. Untuk maaf kamu, untuk kembalinya kamu menjadi istri aku. Aku cinta kamu," ucap Farhan tulus. Matanya menatap mata Niken yang juga sedang menatapnya sambil tersenyum. Bibir Farhan meraih bibir Niken. Niken pun membalasnya. Ciuman dalam terjadi. Ciuman cinta, bukan sekadar ciuman nafsu seperti dulu. Farhan melepas ciumannya. Diusapnya bibir Niken dengan ibu jarinya. "Kalau saja hari libur, aku sudah mengajakmu lagi ke atas ranjang. Sayangnya, bukan hari libur. Dan suami kamu ini harus segera memakai celemek." Niken tertawa mendengarnya. "Dan aku pun harus segera ngomando anak-anak." Farhan tersenyum, dikecupnya kening Niken. "Nanti pergi bareng, ya ...." "Bukannya Mas harus ke kantor kelurahan?" "Iya, nanti aku ngantar anak-anak sekolah dulu, abis itu ke kantor kelurahan. Paling juga nggak lama. Abis itu aku antar kamu belanja." "Terserah Mas kalau gitu." Niken mematikan laptopnya. Kemudian mereka keluar dari kamar mereka. *** Di kamar Naura, Saka masih mendiamkan Naura, membuat Naura bingung. Selama bersahabat, Saka belum pernah seperti itu. "Kamu kenapa sih, Ka?" tanya Naura karena sudah tidak tahan. Saka hanya menggeleng. "Kalau nggak ada apa-apa, kenapa kamu diemin aku? Aku salah ya sama kamu? Kalau iya, aku minta maaf ...." Saka tidak menanggapi. Merasa kesal, Naura memilih untuk keluar. Dapur yang menjadi tujuannya. Di dapur, sudah ada Farhan sedang mengiris bawang. "Lho, ngapain ini pengantin baru ada di sini? Di kamar lebih enak lho, Ra. Hangat lagi, ada yang meluk." "Ih ... Ayah mah gitu. Anak sendiri digodain mulu!" "Justru karena anak sendiri, makanya ayah godain. Kalau anak orang yang ayah godain, nanti Bu Nikennya cemburu." "Nggak lucu, Yah!" "Memangnya ayah pelawak harus lucu." Begitulah Farhan dan putri sulungnya jika sudah berdebat. Tetapi, tidak jarang mereka akan menjadi sepasang sahabat yang baik jika sedang dalam mode serius. "Putri ayah kenapa, sih? Sepertinya sedang kesal? Diapain kamu sama Saka? Atau kamu yang ngapain Saka?" "Nanyanya nggak usah pakai ngeledek gitu deh, Yah!" "Ye ... kamu, siapa juga yang ngeledek." "Saka marah kayaknya sama Naura, Yah." Akhirnya Naura meneceritakan hal yang membuatnya kesal pagi ini. "Marah?" "He em. Dia ngediemin Naura," jawab Naura sambil memanyunkan bibirnya. "Kamu nggak kasih jatah kali, Nau ...." "Jatah? Jatah apaan, Yah?" "Putri ayah masih polos rupanya. Pengantin baru biasanya ngapain?" "Ya mana Naura tahu, memangnya Naura suka kepo. Lagian ini kan pernikahan yang nggak umum." "Pernikahannya memang nggak umum karena mendadak. Tapi kamunya juga seneng kan, bisa menikah sama orang yang kamu cintai. Jadinya kamu nggak jadi patah hati ...." "Tapi kan cuma Naura yang cinta sama dia, dianya nggak, Yah ...." "Kamunya aja yang nggak peka. Nggak pernah pacaran sih ...." "Ah ... Ayah, anak sendiri diejekin mulu!" "Ayah lihat, dia juga cinta sama kamu. Buktinya waktu orang tua Salsa membatalkan pernikahan mereka, tanpa pikir panjang dia langsung melamar kamu. Tanpa persiapan apa pun. Kamu pikir orang yang nggak punya rasa cinta akan dengan mudahnya melakukan itu?" "Tadi dia sebelum subuh kaya ngomong I Love You, Yah ... tapi Naura kira cuma halusinasi Naura, jadi Naura diam saja." "Nah, mungkin itu yang buat dia marah. Cobalah belajar untuk saling terbuka, Sayang ... kamu pernah jadi saksi bagaimana ruwetnya ayah dan mama dulu, kan? Ayah nggak mau rumah tangga kamu seperti kami dulu." Farhan memang selalu terbuka dengan putra putrinya, khususnya Naura yang memang sifatnya hampir sama sepertinya. "Tapi Naura malu kalau sampai ternyata cuma Naura yang cinta sama dia, Yah ...." "Udah nikah ngapain malu? Justru kalau memang seperti itu, kamu harus berjuang! Udah halal ini ...." Farhan memberi semangat untuk Naura. Tanpa mereka tahu, di balik dinding dekat pintu dapur ada yang menguping pembicaraan mereka. Melihat Naura akan keluar dari dapur, orang itu langsung bergegas lari ke kamar dengan senyum mengembang. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN