Saka berlari menuju kamar Naura. Sesampainya di kamar, Saka langsung merebahkan diri di ranjang. Ia akan berakting di depan Naura, pura-pura masih marah padanya.
Naura memasuki kamar saat Saka sedang pura-pura sibuk dengan ponselnya. Gadis itu duduk di kursi rias yang berada di samping ranjang.
"Ka ... aku ... aku minta maaf," ucap Naura dengan suara pelan.
"Maaf buat apa? Memagnya kamu salah?" tanya Saka dengan ekspresi datarnya yang sebenarnya ingin sekali tertawa melihat Naura yang merasa bersalah.
"Itu ... anu, Ka ... tadi, tadi pas kamu ngomong itu-"
"Itu apa?"
"Engh, aku ... aku nggak tahu, aku salah dengar atau nggak, tapi ... apa ... apa ...." Karena gemas, Saka memencet hidung Naura dengan kencang. Sampai Naura meringis kemudian berteriak karena kesakitan. "Saka ... sakit ...!" Tangan Naura memegangi tangan Saka yang masih berada di hidungnya. Ia berusaha untuk melepas tangan suaminya itu. Namun, Saka menarik Naura hingga tubuh Naura menimpa tubuh Saka. Didekapnya tubuh Naura. Gadis itu mengerjapkan matanya. Wajahnya begitu dekat dengan wajah Saka.
"I love you ... i love you ... i love you ...," ucap Saka berulang kali, tetapi lagi-lagi Naura tidak merespons ucapan Saka. Ia masih belum percaya dengan pendengarannya. Sampai akhirnya Saka menggulingkan tubuhnya hingga Naura kini berada di bawahnya, dalam kungkungannya.
"Ka ...," bisik Naura.
"Maafkan aku yang terlalu pengecut. Maafkan aku yang terlalu takut. Takut kalau kamu nggak memiliki perasaan yang sama. Makanya aku nggak berani mengungkapkan perasaanku," ungkap Saka. Matanya manatap manika mata Naura dalam.
Naura tersenyum. Rasa gugup yang tadi melandanya, perlahan menghilang. "Sejak kapan?"
"Sejak SMA. Sejak aku belum pacaran sama Salsa. Aku takut kamu menghindariku saat itu, kalau kamu sampai tahu perasaanku."
"Lalu, apa sekarang kamu nggak takut?"
Saka menggeleng. "Aku mendengar semuanya. Aku mendengar pembicaraan kamu dengan ayah."
Naura tersipu malu karena Saka sudah tahu bahwa dirinya juga mencintai Saka.
"I love you ...," ucap Saka lagi tetapi lagi-lagi Naura tidak menjawab. "Ih ... dari tadi aku ngomong i love you, nggak kamu jawab!"
"Aku malu, Ka ...."
"Nggak ada alasan buat malu. Kita udah lama kenal. Kita udah resmi jadi suami istri, Nau ...."
"Iya sih ... tapi--" ucapan Naura terhenti saat tiba-tiba Saka menempelkan bibirnya di bibir Naura. Hal yang sama-sama baru pertama kali mereka lakukan. Naura memejamkan matanya. Saka mengecup bibir Naura berulang kali. Sambil sedikit demi sedikit menghilangkan rasa gugup yang ia rasakan. Meskipun laki-laki, Saka adalah anak baik-baik. Jadi meakipun hanya sebuah kecupan, efek yang Saka rasakan tidak jauh berbeda dengan apa yang Naura rasakan. Tangan Saka mendekap tubuh Naura semakin erat. Menggulingkan tubuhnya hingga Naura berada di atas tubuhnya.
Saka mengakhiri kecupannya. "Buka matamu!" bisiknya.
Perlahan Naura membuka mata. Pipinya sudah memerah dan memanas kini. Selain karena rasa malu, juga karena perasaan asing yang baru ia rasakan. Perasaan yang menggelitik perutnya.
"I love you ...."
"I ... i ... i love you too ...."
Tangan Saka meraih tengkuk Naura. Didorongnya tengkuk Naura agar wajah Naura mendekat. Hingga akhirnya bibirnya bertemu kembali dengan bibir tipis itu. Bibir yang berhasil memberikan kesan pertama yang begitu mengagumkan. Saka tidak akan pernah bisa melupakan hal itu. Kali ini bukan hanya kecupan yang Saka lakukan. Dengan nalurinya, Saka menggigit bibir Naura agar membuka. Hingga akhirnya ciuman yang mampu membakar tubuh mereka terjadi.
***
Niken sudah selesai menyiapkan keperluan sekolah putra-putrinya. Ia keluar dari kamar Dira berniat ke dapur untuk membantu Farhan menyiapkan meja makan. Saat melewati kamar Naura, pintu Naura sedikit terbuka. Dalam pandangannya, Niken dapat melihat Saka sedang berada di atas tubuh Naura. Mereka tengah berciuman. Kamar Naura memang tidak terlalu luas. Hanya berukuran 4 kali 4 meter beserta kamar mandi, jadi Niken bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di kamar Naura. Karena pintu yang sedikit terbuka itu yang hanya kira-kira tujuh senti, langsung mengarah ke ranjang Naura.
Niken tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Ia menutup pintu dengan sangat pelan agar Naura dan Saka tidak salah tingkah karena tahu mamanya melihat apa yang sedang mereka lakukan. Hal itu ia lakukan, agar nanti ketika adik-adik Naura melewati kamar Naura, tidak melihat adegan yang belum sepantasnya mereka lihat. Meskipun Aira sudah 16 tahun, dan tidak jarang anak seusianya sudah melakukan hal-hal yang menjurus ke arah negatif, Aira belum pernah sekalipun terkontaminasi hal-hal seperti itu. Apalagi Farhan sangat protektif terhadap Aira.
Niken melanjutkan langkahnya menuju dapur. Ia mendekat ke arah Farhan yang sedang membalik telur dadarnya. Tangannya memeluk pinggang Farhan dari belakang. Farhan tersenyum melihat tangan istrinya yang sudah melingkari pinggangnya.
"Kenapa?" tanya Farhan lembut, tangan satunya mengusap tangan Niken.
"Lihat anak sama mantu lagi mesraan pagi-pagi jadi iri," jawab Niken diakhiri dengan kekehannya.
"Mesraan? Tadi Naura ke sini loh, ngomong katanya Saka lagi marah."
"Marah? Ya, mungkin mereka udah baikan. Aku lihat mereka lagi ciuman di atas ranjang sampai lupa menutup pintu."
Tawa Farhan pecah. "Putri kamu itu. Anak-anak nggak ada yang lihat, kan?"
"Nggak ada. Mereka baru selesai mandi."
Farhan meletakkan telur dadarnya ke atas piring. Sementara Niken memindahkan masakan Farhan dari meja dapur ke meja makan. Saat Niken kembali ke dapur, Farhan segera menarik tangan Niken hingga Niken berada dalam pelukannya. Farhan dan Niken sama-sama tersenyum sebelum akhirnya Farhan mencium bibir wanita yang sudah mau menikah kembali dengannya itu.
"Nggak perlu ngiri sama mereka, karena kita jauh lebih berpengalaman," ucap Farhan kemudian kembali mencium Niken. Ciuman yang semakin lama makin menuntut jika mereka tidak mampu mengendalikan diri mereka. Semenjak menikah kembali, mereka memang berusaha untuk memperbaiki semuanya. Termasuk memperbaiki hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas ranjang mereka agar hubungan mereka lebih harmonis.
***
Di dalam kamar, napas Saka dan Naura masih terengah. Tidak ada yang mereka lakukan selain ciuman panas memang, tetapi hal itu cukup membakar sebagian kalori mereka hingga keringat membasahi wajah mereka.
Saka menyeka keringat di dahi Naura. "Aku berharap, nanti malam kamu bersedia menjadi istriku seutuhnya."
Kening Naura berkerut, tanda ia tidak paham apa maksud ucapan Saka. Melihat hal itu, Saka langsung membisikkan sesuatu di telinga Naura hingga membuat tubuh Naura menegang karenanya.
Tbc.