Entah sejak kapan mereka tertidur, yang Aura ingat mereka masih berbicara tentang perceraian Aura yang rumit, tentang Tharik yang pintar berpura-pura. Barra yang mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menyela sedikitpun. Hingga Aura terbangun merasakan tangan berat itu menindih tubuhnya, dan dia mengucek matanya, melihat ke balik selimut, satu tangan Barra menelusup ke balik kaosnya, berada tepat di gunung kembarnya. Aura memejamkan mata beberapa detik, membasahi bibirnya. Sial, mengapa dia sangat menginginkan lebih. Apakah dia mulai kesepian sehingga mendambakan sentuhan dari seorang pria. Ah bahkan sejak masih menikah dengan Tharik pun dia lebih banyak ‘bermain’ sendiri. Dia yakin Barra pasti masih tidur, dia meraih tangan Barra yang berada di balik kaosnya, sedikit menekannya. Dia