Semua orang di ruangan itu berdiri, wanita yang tampak jauh lebih dewasa itu menatap Aura bergantian dengan kepala sekolah dan wali kelas yang juga tampak tertunduk.
“Selamat pagi mama Chaca,” sapa sang wali kelas.
“Pagi,” ucapnya singkat.
“Silakan duduk mama Chaca,” ujar sang kepala sekolah. Wali kelas berjalan menyiapkan minuman juga untuk ibu dari teman Zoya.
Aura hanya terdiam, tangannya tampak sedikit gemetar, sungguh aura intimidasi dari ibu Chaca begitu kentara. Mungkin Aura benar-benar akan mengalami masa sulit.
Setelah wali kelas menyodorkan teh manis hangat, ibu Chaca itu hanya melirik gelas itu sekilas, “jadi bagaimana rekaman yang sebenarnya?” tanyanya dingin.
Wali kelas menjelaskan dengan bahasa yang tak terlihat memihak salah satunya, dia bahkan terkesan mencoba membela keduanya dan seperti menyalahkan diri sendiri.
“Boleh ceritakan tentang keseharian Zoya?” tanyanya pada Aura.
Aura menceritakan tentang Zoya di rumah, sementara gurunya menceritakan tentang Zoya di sekolah yang menurut ibu Chaca terlihat berbeda, dia memajukan tubuhnya dan memegang tangan Aura, “maaf, tapi apakah Zoya mengalami atau melihat kekerasan di rumah?” tanyanya. Sontak semua terkejut dengan pertanyaan ibu Chaca, Aura bahkan langsung meneteskan air mata.
Sang wali kelas memberikan tissue, dan ibu Chaca meminta waktu agar Aura bisa lebih tenang, setelah Aura menumpahkan tangisannya, dia pun mengangguk, “suami saya ... menarik rambut saya beberapa waktu lalu, dan dulu Zoya pernah melihat saya dipukuli, saya pikir Zoya tidak mengingatnya karena dia masih kecil,” isak Aura.
Ibu Chaca mengeluarkan kartu nama dari dalam tasnya, “saya pengacara untuk kasus ibu dan anak, saya bekerja di lembaga perlindungan jadi ... saya sedikit mengetahui tentang apa yang terjadi,” ucap ibu Chaca membuat Aura kian terisak. Bahkan kepala sekolah ikut menyusut air matanya.
“Mau sampai kapan? Bertahan dengan rumah tangga seperti itu? Ibu sudah melihat efek pada Zoya kan? Bukan tidak mungkin jika dibiarkan, Zoya akan bertindak yang lebih dari ini. Saya bisa membantu memberikan pendampingan bagi ibu atau menyarankan psikolog untuk kalian berdua. Untuk masalah Zoya dan Chaca akan saya anggap selesai di sini.”
“Terima kasih mama Chaca, tapi ... saya belum bisa jika harus berpisah.”
“Saya tidak menyarankan perceraian, tapi ... jika ibu dan suami mau berkonsultasi, saya bisa membantunya,” ucap ibu Chaca.
“Terima kasih sekali lagi mama Chaca. Wanita itu tersenyum lembut pada Aura dan memeluknya sambil mengusap punggungnya, “jangan korbankan dirimu terlalu jauh, karena akan berefek pada Zoya juga,” ucapnya.
Kini giliran sang wali kelas yang terisak, mengambil tissue dan menyeka sudut matanya, dia sempat khawatir bahwa hari ini mungkin akan menjadi hari yang berat untuknya juga, namun ternyata dia salah.
Ada orang-orang berhati malaikat seperti ibu Chacha yang justru memberi beberapa masukan. Bahkan pagi itu dia memberi konsultasi secara khusus pada Aura, juga cara meringankan beban Zoya di rumah.
Ada rasa lega di hati Aura setelah perbincangan dan tangisan itu, meski matanya sembab karena terlalu banyak menangis, dia dan ibu Chaca bahkan saling menyimpan kontak dan wanita itu berkata siap jika dihubungi kapan pun untuk membantunya. Aura sangat berterima kasih bisa mengenalnya tentu saja.
Aura memutuskan menunggu Zoya selesai belajar, karena Zoya masih belajar di ruang khusus jadi dia bisa pulang lebih awal. Aura mengajak Zoya makan di restoran ayam goreng tepung yang berada tak jauh dari sekolah. Mengendarai mobil listrik berukuran kecil yang dibelikan oleh kakek Zoya atau ayah Tharik untuk Aura agar bisa mengantar Zoya sekolah serta tidak kepanasan atau kehujanan.
Ayah Tharik memang cukup baik, meskipun berbanding terbalik dengan ibu Tharik yang seperti tak pernah puas dengan semua yang dilakukan Aura padanya. Katanya dulu dia memiliki calon istri, anak kenalannya untuk menikah dengan Tharik, namun Tharik lebih memilih menikahi Aura, dan itu membuatnya tak terlalu menyukai wanita itu.
“Zoya,” panggil Aura.
“Ya, ma?” balas Zoya yang asik makan sambil bermain puzzle yang disediakan di restoran itu.
“Zoya mau tinggal sama nenek?” tanya Aura.
“Mamah?” tanya Zoya.
“Iya sama mamah juga,” ucap Aura.
“Papa?” tanyanya dengan wajah takut. Aura menghela napas panjang dan menggeleng.
“Yang penting aku sama mama, aku janji enggak nakal lagi mama,” ucap Zoya menahan tangis.
“Jangan nangis, Sayang, mama akan selalu bersama Zoya,” ucap Aura memeluk putrinya dengan erat.
Bahkan setelah hari itu terlewati, hubungan Tharik dan Aura tak benar-benar baik. Tharik terus saja pulang lebih malam, bahkan dia terlihat beberapa kali seperti mabuk, tiba-tiba menampar atau memukul Aura yang tidur. Seolah melampiaskan semua emosinya pada Aura.
“Gue balikin duit perusahaan yang enggak seberapa! b******n!!” teriak Tharik di tengah malam. Aura terbangun dan mencoba membangunkan suaminya yang mengigau dengan mengguncang tubuhnya.
“Mas, kenapa? Mas,” ucap Aura, sepertinya Tharik mengalami masalah di perusahaan. Ya, dia terlibat kasus korupsi yang mengalir ke rekeningnya sendiri. Sayangnya salah satu petinggi perusahaan adalah pamannya sehingga dia tak mendapat sanksi dikeluarkan, dia hanya diminta mengembalikan uang yang sudah dia korupsi.
Namun, tetap saja hal itu membuatnya sangat kesal. Dia merasa tidak dihargai padahal dia sudah belasan tahun bekerja. Dan dia seperti ditelanjangi oleh bawahannya sendiri yang melaporkannya. Keributan di perusahaan terus terjadi, dan itu membuatnya meradang.
Dia terbangun dan memegangi kepalanya yang sakit, “Sialan!! Gue lagi tidur b*****t!!!” teriak Tharik sambil mendorong Aura hingga terjatuh.
“Mas, pelankan suaranya, nanti tetangga dengar,” ucap Aura, memang di kawasan perumahan itu tak boleh ada gerbang yang menutupi rumah sehingga jelas saja orang di jalan mungkin bisa mendengar teriakannya yang kencang.
Seminggu lagi Leona menikah dan permintaan Aura untuk kembali ke rumah ibunya ditolak mentah-mentah oleh Tharik yang justru mengambil semua uang di rekening Aura untuk mengganti rugi perusahaan, dia bahkan sudah menjual mobil listrik yang biasa Aura pakai.
Protes Aura tak pernah didengarkan olehnya. Hingga malam ini puncaknya, mungkin dia sudah kehabisan barang untuk dijual. Ditambah perhiasan yang dibelikan untuk Anetta, simpanannya tak mau dikembalikan oleh wanita itu.
“Gue enggak peduli!! Mati aja lu b*****t! Pembawa sial!!” gertak Tharik, diambil lampu tidur, ditarik dan dihantamkan ke tubuh Aura hingga pecah dan suaranya terdengar kian jelas.
“Mas, ampun!” isak Aura kesakitan, bukannya semakin berhenti. Tharik justru kian menghajarnya membabi buta, menendangnya dengan kencang. Aura mencoba berlari, namun Tharik dengan cepat menarik tangan dan mendorongnya ke dinding hingga keningnya berdarah.
Lalu terdengar suara teriakan orang-orang yang memaksa masuk rumah itu, isakan tangis Zoya pun terdengar.
“Zoya! Zoya buka pintu Nak!!” ujar orang-orang di luar sana melihat Zoya dari jendela. Zoya berlari ke arah pintu, namun dia ragu, “Zoya kami mau menolong mama Zoya, cepat buka pintu Sayang,” suara Yulia terdengar. Sejak awal keributan itu, para tetangga sudah menyadari ada yang tidak beres, karena itu mereka langsung saling menghubungi dan ingin segera menyergap Tharik.
Beberapa orang berlari ke samping kamar tidur Tharik dan membidikkan ponselnya, merekam apa yang Tharik lakukan.
Zoya mendengar suara orang yang dikenalnya yaitu, Yulia. Dia pun membuka kunci pintu. Yulia segera memeluknya, Zoya menangis. Para warga meringsek masuk menggedor kamar tidur Tharik.
Tharik menghentikan aksinya memukuli Aura, dia memang tampak seperti kesetanan, dia baru menyadari Aura yang sudah babak belur, keluar darah dari hidung dan mulutnya, juga dari keningnya.
“A ... Aura, maaf, maaf aku ... aku enggak sengaja.”
“Tharik!! Keluar kau!! Banci!!!!” gertak para warga.
“Kita dobrak aja!!!” ujar yang lainnya, mereka mulai mencari barang yang bisa dipakai untuk mendobrak pintu kamar itu.
Sebenarnya Yulia sudah curiga sejak lama bahwa Tharik sering melakukan kekerasan pada Aura karena dia sering melihat pipi Aura lebam atau di tangan dan kakinya, namun Aura selalu berkata bahwa itu hanyalah lebam biasa karena dia kelelahan.
Yulia tak langsung percaya, itu sebabnya dia mengadukan hal itu pada suaminya dan para warga pun mulai mencari tahu dan akan menyergapnya jika waktunya tiba dan malam ini adalah waktu yang tepat. Karena mereka telah menunggunya belakangan terutama sejak Aura jarang kelihatan keluar rumah.
Pintu berhasil didobrak, para warga yang wanita langsung meraih Aura yang hampir pingsan, sementara yang laki-laki mengejar Tharik yang berlari langsung ke mobilnya, pria berperut besar itu rupanya mampu berlari dengan sangat cepat, dia langsung menyalakan mobil dan bersiap menabrak siapa pun yang menghalangi, itu sebabnya para warga mau tak mau menepi agar tidak terkena tabrakannya.
“Zoya ... Zoya,” panggil Aura.
“Zoya aman sama aku,” ucap Yulia. Aura melihat Yulia yang menggendong Zoya yang ketakutan. Yulia sengaja tak membiarkan Zoya melihat ibunya yang babak belur. Dalam waktu singkat mobil ambulance datang dan membawa Aura ke rumah sakit. Sementara malam ini Zoya akan menginap di rumah Yulia.
Aura kehilangan kesadarannya dan satu nama yang dia ingat sebelum pingsan adalah nama ibunya Chaca sehingga tetangga yang mengantarnya segera mencari kontaknya dan menghubunginya.
Di rumah sakit, Aura melakukan visum seperti perintah ibu Chaca yang langsung datang bersama suaminya ke rumah sakit meski hari sudah tengah malam. Berada di perantauan, mengalami musibah seperti ini membuat Aura sangat takut, beruntungnya dia masih memiliki orang-orang yang peduli dengannya.
“Kamu tenang saja, Zoya untuk sementara akan menginap di rumah saya, di sana aman, dia akan tidur sama Chaca, kamu pulihkan diri, habis itu ... kita cari tempat yang aman, ya?” ucap ibu dari Chaca itu.
“Terima kasih ya, Mam,” ucap Aura setelah kesadarannya pulih sepenuhnya.
“Kamu punya keluarga?” tanyanya.
“Ada tapi di Jakarta,” ucap Aura.
“Sebaik-baiknya tempat tinggal adalah bersama keluarga kamu, saya akan bantu siapkan semuanya ya,” ucap ibu Chaca. Aura kembali menangis dan mengangguk, mungkin sudah waktunya dia pulang ke rumah ibunya. Sungguh dia tak mau mati konyol karena mempertahankan rumah tangganya yang tak bisa lagi dia pertahankan!
***