Erhan mengusap paha gadis itu dengan perlahan. Bibirnya masih memagut bibir ranum Nadira yang terasa begitu manis di bibirnya. Lidahnya menari bersamaan dengan lidah gadis itu. Perlahan, tangan Erhan masuk ke balik sweater rajut gadis itu, terus menyusup ke balik tanktop putih yang ada di balik sweaternya.
"Ngghhh..." Lenguhannya terdengar begitu merdu di telinga Erhan. Menambah semangatnya untuk melanjutkan. Erhan menangkup p****t gadis itu, mengangkatnya sehingga Nadira bisa melingkarkan kaki jenjangnya dengan begitu mudah di pinggang Erhan, dan tangannya yang halus dan mungil menyusup di belakang kepala Erhan meremas rambutnya erat. Kepala mereka bergerak ke kiri dan ke kanan secara bergantian. Menimbulkan suara cecapan yang membuat Erhan semakin menegang.
Dengan langkah cepat Erhan membawa tubuh ramping itu menuju ke kamarnya. Menurunkannya di atas tempat tidur king size nya dengan begitu lembut.
Nadira terbaring dengan tubuh menggeliat tak sabar. Rambutnya yang panjang dan kecoklatan tergerai indah di atas seprai abu metaliknya. Pipinya mengeluarkan semburat kemerahan yang membuatnya tampak semakin menawan. Matanya memandang Erhan dengan tatapan memohon dan memuja di waktu bersamaan.
Nadira mengulurkan tangannya, meminta untuk menyentuh Erhan tanpa suara. Giginya yang putih dan rapi itu menggigiti bibir bawahnya dengan gaya menggoda. Ya Tuhan, betapa cantiknya ciptaanmu ini. Puji Erhan dalam hati.
Tak ingin menghabiskan waktu lebih banyak hanya untuk memandangi ciptaan Tuhan yang begitu sempurna di hadapannya. Erhan dengan segera membuka kausnya, melemparnya dengan sembarangan ke atas lantai. Tubuhnya kembali menunduk di atas tubuh Nadira yang seketika merangkul leher Erhan dengan kedua tangannya.
Mereka kembali berciuman dengan ganasnya. Nadira bahkan tak malu untuk mendesah dan bergerak dengan lincah di bawahnya. Sebelah tangan gadis itu bahkan dengan berani mengusap d**a dan perutnya. “Tubuhmu, aku menyukainya.” Bisik gadis itu dengan nada yang menggoda. Membuat tubuh Erhan semakin berdenyut nyeri karena menginginkannya.
“Kau menginginkannya?” tanya Erhan dengan suara menggoda. Nadira mengangguk dengan matanya yang berubah sendu. Senyum bangga seketika berkembang di bibir Erhan. Dengan sengaja ia memegang tangan Nadira dan menuntun tangan gadis itu masuk ke dalam celanyanya dan menyentuh Adiknya yang berdenyut nyeri sejak lama. "Kau merasakannya?" Bisik Erhan seraya menggigiti daun telinga Nadira.
"Ehem..." Jawab Nadira seraya menganggukkan kepalanya pelan.
"Kau tahu apa artinya?" Bisik Erhan lagi dan kini bibirnya menggoda ceruk leher gadis itu. Nadira merintih seraya kembali mengangguk perlahan. "Aku menginginkanmu, dan tubuhku tidak bisa berbohong lagi." Lanjut Erhan seraya bergerak turun dan menyentuh bukit gadis itu membuat Nadira kembali melenguh dan menekan kepala Erhan supaya bibir pria itu mengisap miliknya lebih dalam. Namun Erhah malah bangkit dan memandang gadis itu dengan tajam. “Tubuhku tidak bisa berkhianat, Sayang. Kau tahu kalau aku juga menyukaimu dan menginginkanmu.” Ucapnya lagi.
Nadira hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan gaya menggoda. "Miliki aku." Bisik gadis itu dengan nada memohon. Erhan menggeram tertahan, merasa tersiksa karena hasratnya sendiri. Dengan cepat, ia kembali meraih bibir Nadira dengan bibirnya dan kembali melumat bibir kemerahan itu dengan penuh nafsu.
Tangannya terus bergerilya. Menyentuh setiap inci tubuh gadis itu. Begitu juga dengan bibirnya. Ia bahkan tidak tahu suara erangan siapa yang memenuhi udara. Yang jelas, tubuhnya kini berubah panas akibat gairah. Dadanya berdebar kencang dan bagian bawah tubuhnya begitu berdenyut nyeri meminta pelepasan.
Erhan berhasil menelanjangi gadis itu. Begitu pun dengan dirinya sendiri. Mereka bergulat di atas tempat tidur. Saling melampiaskan kebutuhan masing-masing. Suara desahan Nadira terdengar begitu nyaring di telinganya sampai ia tidak kuasa lagi menahan diri. Dan…
Erhan membuka mata seketika. Memandangi langit-langit kamarnya yang gelap yang berpenerangan seadanya dari luar jendela. Tangan kirinya masih memegang erat adik kecilnya dari balik boxer yang di kenakannya. Berlumuran cairan kental dan hangat yang membuatnya bergidik jijik. Dadanya berdebar begitu kencang mengakibatkan napasnya pendek tak beraturan.
“Sial!” umpatnya dalam keheningan. Ternyata semua itu hanyalah mimpi. Mimpi yang dirasanya teramat nyata.
Ya. Rasanya benar-benar nyata. Seolah memang baru saja ia mencumbu Nadira. Bibirnya memciumi bibir ranum kemerahan gadis itu. Dan tangannya bergerilya di sekujur tubuh sintal gadis itu. Dan adik kecilnya? Sama sekali tidak pernah memasuki gadis itu.
Sial! Sangat sial!
Ini bukan kali pertama terjadi. Mimpi-mimpi erotis ini bahkan sudah ia alami sejak pertemuan pertamanya dengan Nadira di rumah sakit kala itu. Dan bahkan semakin liar setelah ia mengetahui kalau Nadira berada tepat di depan pintunya.
Dan setelah ciuman malam itu…
Membuat keinginannya untuk mendapatkan Nadira semakin menjadi.
Ya Tuhan, apa yang terjadi padanya. Bahkan sampai saat ini Erhan tak pernah begitu terobsesi pada seorang wanita.
Apa karena Nadira yang bersikap acuh padanya membuatnya semakin penasaran pada gadis itu?
Benarkah gadis itu tidak menginginkannya? Atau dia sedang berpura-pura berakting tarik ulur seperti wanita kebanyakan yang dikenalnya?
Erhan menggelengkan kepala.
Tidak. Nadira jelas sekali berbeda dengan wanita yang selama ini ia dekati atau coba mendekatinya. Tatapan mata gadis itu tidak sama. Bahkan para gadis yang berakhir berakting pura-pura tak menyukainya pun pada awalnya sempat memberikan tatapan memuja sebelum mereka menyembunyikan semua perasaan itu dengan akting mereka yang sempurna.
Tapi Nadira?
Erhan bisa melihat tatapan hormat gadis itu pada Adskhan dan juga rasa marah yang tidak disembunyikannya setiap kali menyebut nama Lucas. Tapi saat melihatnya. Tidak ada sedikit pun pemujaan di mata gadis itu. Yang ada, gadis itu malah memandangnya dengan jijik. Benarkah ia membuat gadis itu jijik? Tapi kenapa? Apa yang membuat gadis itu menjadi illfeel padanya?
Apa karena Erhan langsung mengatakan kalau ia menyukai gadis itu pada kali pertama? Salahkah ia? Apa karena itukah Nadira merasa Erhan terlalu murahan?
Apa seharusnya ia mengubah taktik? Menjadi pria yang tampak dingin seperti Adskhan? Atau pria yang ramah seperti Lucas? Yang jelas bukan orang yang begitu mudah mengungkapkan perasaan?
Tapi dia sudah mencobanya bukan? Saat di tempat pemotretan dia sudah berusaha bersikap cool seperti Adskhan biasanya terlihat. Tapi sedikitpun hal itu juga tidak membuat Nadira tertarik. Bahkan tampak membuatnya menjaga jarak.
Jika saja tidak ada pembahasan tentang Gisna, mungkin gadis itu sama sekali tidak akan mulai membuka suara.
Gisna? Apa harus dia menggunakan nama sepupu iparnya itu setiap kali ia berhadapan dengan Nadira? Sebagai pancingan, begitu? Tapi apa yang akan mereka bahas? Jika Erhan terus menerus menyebut nama Gisna setiap kali mereka bertemu, bagaimana jika Nadira malah beranggapan bahwa ia menyukai istri sepupunya sendiri?
Baiklah, ia memang menyukai Gisna. Tapi hanya sebatas kekagumannya sebagai adik ipar kepada kakak ipar. Tidak seperti yang dirasakannya saat ini pada Nadira. Ketertarikannya pada Nadira murni merupakan ketertarikan dari seorang pria kepada seorang wanita. Dan bahkan melebihi dari itu hingga Erhan sendiri menduga bahwa ini sudah menjadi sebuah obsesi.
Atau, haruskah ia menggali informasi mengenai Nadira dari Gisna?
Erhan mengerutkan dahinya. Itu jelas bukan ide yang baik. Karena sepupu iparnya itu sudah jelas-jelas sangat menentangnya saat ia mengatakan bahwa ia tertarik pada sahabatnya.
“Jangan Nadira, Erhan. Kumohon.” Ucap Gisna kala itu.
“Kenapa?”
“Aku tidak mau kalau dia menjadi mainanmu.”
“Apa maksudmu? Menurutmu perasaanku saat ini pada Nadira hanya main-main?” tanya Erhan dengan dahi berkerut dan memandang Gisna dengan sorot tak percaya.
Gisna mengangguk. “Aku sudah mendengar reputasimu. Sir Adskhan bilang kalau kau sudah menjadi playboy bahkan sejak remaja. Dan aku tidak mau sahabatku menjadi korbanmu. Nadira itu begitu rapuh.”
“Jadi kau pikir, perasaanku pada Nadira saat ini tidak serius?” lagi-lagi Erhan bertanya dan lagi-lagi Gisna mengangguk. Erhan berjalan mendekat dan duduk bersimpuh di depan Gisna yang sedang duduk sambil memegangi perutnya. “Demi Tuhan, Na. Perasaan aku sama Nadira ini bener-bener tulus. Kali ini aku serius. Aku gak main-main.” Ucapnya dengan nada memelas.
Namun Gisna, wanita berhati lembut itu tetap menggelengkan kepala. “Kumohon, jangan Nadira. Aku gak mau dia sakit hati.”
Dan Erhan tahu. Pasti ada alasan tertentu yang mendasari ucapan sepupu iparnya itu.
Apakah Nadira pernah mengalami trauma karena dipermainkan oleh mantan kekasihnya? Pertanyaan itu berkecamuk dalam pikiran Erhan sejak saat itu. Jika memang iya, berarti Erhan harus benar-benar berhati-hati jika ingin mendapatkan gadis itu.
Ya. Dia menginginkannya. Dia menginginkan Nadira untuk dirinya sendiri. Bukan hanya tubuhnya. Bukan karena goyangan pinggulnya yang membuat adiknya seketika menegang karena gairah. Tapi ia merasa bahwa Nadira akan menjadi pelabuhan terakhirnya.
Nadira, adalah sosok yang akan menghapus cap playboy yang selama ini disandangnya.
Erhan bangkit dari tidurannya, dan kembali mengernyit saat melihat cairan lengket di sela-sela jemarinya. Nanti, akan ada saatnya cairan itu keluar di tempat yang tepat. Saat ini, ia harus memanfaatkan tiga permintaan yang masih menjadi hak nya.
Jadi, permintaan apa yang selanjutnya harus ia minta?
____________________________________
Kira-kira permintaan apa nih? Hayo yang belum masukin cerita ini ke library siapa? Jangan nakal ya...