Bab 6 Presentasi

2226 Kata
Cinta duduk tenang di depan laptopnya di ruang meeting hari ini dengan Langit yang duduk tenang di sampingnya sambil sesekali melihat ponsel di tangan. Sesekali pula cowok itu menoleh ke arah Cinta. Hari ini Cinta berdandan sederhana seperti biasa, hanya menyapu wajahnya dengan bedak tipis  tanpa make up tambahan yang lain. Tapi dia nampak cantik dengan blouse sopan warna putih dan rok span sedikit di atas lutut yang membuatnya nampak feminine. Rambut pendek hitamnya dia biarkan tergerai dengan poni menjuntai menutup dahinya. Kulit putih, hidung mancung kecil, alis tak terlalu tebal, bulu mata lentik, mata monoloid yang nampak bersinar tegas, wajah tirus dengan bibir merah muda alami yang setiap harinya hanya di ulas dengan lipgloss natural tanpa warna membuatnya tampak begitu menarik. Bersanding dengan Langit yang penampilannya tak kalah menarik dari gadis di sampingnya membuat mereka nampak seperti sepasang artis yang sedang syuting dengan latar adegan di kantoran. Proyektor sudah menyala, Cinta siap menampilkan presentasi proyek yang sudah di embannya hampir setahun ini dan hari ini adalah finalnya. Satu per satu undangan meeting yang terdiri dari para manajer setiap divisi hadir di ruang itu. Cinta dan Langit menyambut mereka dengan senyum ramah dan semangat yang sama. Meskipun tampak ramah, tak urung sesungguhnya Cinta pun masih merasakan sedikit grogi. Karena hari ini dia harus siap menyampaikan segala opini yang meyakinkan bahwa produk yang dia ajukan hari ini adalah layak untuk di produksi dan di luncurkan ke pasaran dengan keyakinan bahwa akan memberi profit untuk perusahaan. Cinta menunggu dengan cemas ketika Pak Ardi selaku atasan langsungnya belum nampak masuk ke ruang meeting. Di apa-apain juga lelaki itu punya andil besar dalam presentasi kali ini, dia tetap butuh full back-up nya, apa jadinya nanti jika dia menuai pertanyaan dari para manajer divisi lain dan dia tak bisa menjawabnya dengan baik. Akankah produk yang sudah menuju final ini akan gagal di luncurkan padahal semua persiapannya sudah dia jalankan secara paralel dan hanya tinggal tunggu jadwal produksi pra launch dan jika semua sudah oke maka tinggal produksi untuk launching produknya. Cinta merasa tiba-tiba telapak tangannya dingin berair ketika Pak Ardi akhirnya muncul di ruang meeting namun dengan seseorang yang jarang sekali dia temui meskipun beliau bukanlah orang asing di perusahaan ini. Zein Angkasa, lelaki tua ini kenapa tiba-tiba bisa hadir disini? Padahal jarang sekali beliau bisa menghadiri meeting seperti ini. Biasanya lelaki berkharisma ini hanya menerima laporan saja dari para manajer tentang hasil meeting, di bawakan sample-nya dan seringkali hanya bilang oke kemudian membubuhkan tanda tangannya sebagai persetujuan ide dasar produk untuk di lanching. Tangan Cinta yang sebelumnya berada di samping laptop turun ke pangkuannya dan saling meremas. Pelan dia menoleh ke arah Langit mencari dukungan bahwa di saat seperti ini hanya dia seorang yang berada di pihaknya. Langit tersenyum berusaha menenangkan. Sebentar di usapnya bahu Supervisor Cantiknya yang nampaknya mulai sedikit gelisah dengan kedatangan ayahnya di forum meeting, yang gadis ini tak mengetahuinya bahwa akhir dari hari ini akan baik-baik saja. Zein Angkasa hanya ingin membuktikan perkataan putranya bahwa gadis calon pemegang Aksara Group adalah gadis handal yang tangguh meyakinkan. Setelah semua tamu undangan meeting hadir semua, Cinta menatap ke arah Pak Ardi dan mendapatkan isyarat anggukan untuk mulai membuka acara. Cinta berdiri kemudian berjalan menuju layar depan proyektor, sedangkan laptopnya beralih ke depan Langit yang akan membantunya membuka data yang di perlukan. Cinta mengangguk ke semua hadirin meeting sebelum mengeluarkan suara pembuka. “Selamat pagi semuanya, terima kasih atas kehadirannya pagi ini untuk menyimak dan menilai presentasi kami dari divisi perencanaan dan pengembangan produk atas produk yang kami rencanakan bisa launching dalam waktu dekat ini. Mohon saran dan masukannya jika nanti banyak kekurangan dari presentasi yang kami sampaikan.” Semua diam menyimak suara jernih yang terdengar tenang dan mantap dari gadis kecil imut yang saat ini berdiri di depan layar lebar proyektor sambil memegang laser pointer. Dengan jelas dan tanpa canggung sedikitpun Cinta mulai menjelaskan poin demi poin presentasinya. Semua mengangguk mengerti sambil menyimak serius. Sesekali memberikan interupsi jika ada sesuatu hal yang perlu di perjelas. “Mbak Cinta, dengan paparan yang anda tampilkan tadi, apakah efisiensi biaya pengiriman barang ke depo luar kota yakin bisa kita dapatkan? Mbak Cinta mengatakan di tahap awal produk akan di launching dengan sistem pemerataan yang artinya semua depo  harus mendapat barang dengan porsi yang sama. Sedangkan jelas-jelas ini barang baru yang kita belum tahu seberapa keuntungannya,” tanya Pak Abraham, manajer logistik yang selama ini terkenal killer dan sensi dengan macam produk baru yang di keluarkan. Yang kadang membuat orang berfikir bahwa pria setengah umur ini begitu kolot. Cinta melirik ke arah Pak Ardi dan nampak atasannya itu sedang menatap lurus dengan tatapan dinginnya ke arah lelaki yang melempar pertanyaan. Bukan hal rahasia jika dua lelaki tersebut berseberangan, Pak Ardi yang penuh ide dan rencana versus Pak Abraham yang terkenal kolot dan seringkali menganak tirikan produk baru yang seringkali dia fikir tak akan mendatangkan untung besar. Pak Zein yang duduk di samping Pak Ardi mengangkat tangannya ke arah Cinta dan mempersilahkan gadis itu menyampaikan jawabannya. Pak Ardi mengangguk memberi Cinta satu keyakinan, karena sejak awal pertanyaan seperti ini sudah masuk dalam prediksi mereka karena kebetulan dalam satu tahun terakhir ini mereka tidak ada keluar produk inovasi baru sama sekali, jadi pertanyaan Pak Abraham ini sudah pasti patut mereka waspadai. “Terima kasih Pak Abraham telah mengingatkan kami atas permasalahan efisiensi. Tetapi seperti yang kita sampaikan sebelumnya bahwa produk baru ibaratnya adalah modal awal, karena semuanya di mulai dari nol yang semua hitungannya adalah menggunakan estimasi. Tetapi kami yakin hitungan kami tidak asal ambil angka, pemerataan dengan porsi sama adalah strategi kami supaya barang bisa sampai ke daerah-daerah dengan cepat dan merata. Perusahaan kita sudah cukup punya nama besar, produk kita banyak laku di pasaran, dan survey kita tentang kompetitor sudah mendekati angka akurat, karena kita juga sudah kirim contoh produk ke semua depo untuk tes pasar langsung tentang penerimaan konsumen, kami optimis barang laku dan memberikan profit untuk perusahaan.” “Bagaimana jika ternyata barang tidak laku sesuai perhitungan anda Nona Cinta,” Zein Angkasa memecah suasana hening tiba-tiba. “Boleh saya yang menyampaikan planning solusinya, Pak?” tanya Pak Ardi yang berusaha memberikan back up. “No, saya mau yang presentasi yang menyampaikan jawabannya.” Cinta menarik nafas panjang perlahan menenangkan degub jantungnya yang tiba-tiba berirama lebih cepat dari sebelumnya. Dari tempat duduknya Langit menatap sedikit khawatir ke arah Cinta, kemudian beralih ke arah ayahnya yang masih nampak menatap lurus ke arah Cinta dengan tatapan seolah begitu tertarik membantai gadis ini. “Kami sudah menyiapkan strategi antisipasi, Pak Zein. Seandainya ternyata produk baru ini slow moving atau kurang laku, maka ada beberapa solusi yang akan kami minta persetujuan budgetnya kepada manajemen. Salah satunya kita lakukan bundling dengan produk lain fast moving yang laku keras, bisa langsung ke pedagangnya atau ke end user dengan harapan produk bisa di terima kembali oleh konsumen. Namun sebelum itu semua, kami tetap yakin bahwa produk kita pasti di terima oleh konsumen, Pak,” Cinta sedikit membungkuk hormat setelah memberikan jawabannya. Zein Angkasa mengetukkan jarinya di meja, Nampak dahinya sedikit berkerut tanda dia sedang memikirkan sesuatu dengan cukup dalam. “Oke, penjelasan kamu cukup masuk akal, saya setuju. Apakah ada budget iklan untuk produk ini? Berapa tingkat keyakinan kamu untuk sukses produknya jika di support dengan iklan?” “Budget iklan sudah kami masukkan dalam perhitungan HPP, Pak. Karena iklan tersebut, secara hitungan harga pokok penjualan sementara kita hanya punya profit bersih sebesar 1%, tapi itu hanya untuk enam bulan pertama kita produk di pasar dalam proses pemerataan. Iklan sudah di siapkan tim multimedia, Mas Dewa dan anggotanya. Progress iklan saat ini  sudah mendekati final juga, desain produk sudah keluar ijinnya, dan saya yakin 70% produk kita akan goal merebut pasar.” “Kenapa keyakinan kamu tak sampai 100%?” Langit melirik ke arah Pak Abraham yang nampak tersenyum sinis menatap Cinta ketika ayahnya mencecar gadis itu pertanyaan demi pertanyaan. Diam-diam sejak tadi dia ikut menahan nafas berdoa supaya Cinta selalu sukses meyakinkan ayahnya dengan jawabannya. “Bagi saya pribadi 70% sudah angka yang cukup bagus untuk mengawali sesuatu, Pak. Ada 30% yang akan saya raih dengan step by step yang isinya perbaikan yang matang menuju ke penyempurnaan, hingga pada akhirnya nanti benar sempurna mencapai puncaknya 100% dan bertahan di puncak itu. Daripada saya pasang target yakin 100% tapi realitanya hanya bagus di awal kemudian perlahan turun-turun dan turun maka akan lebih susah untuk membangun dan meningkatkannya.” Zein Angkasa nampak manggut-manggut dengan jawaban Cinta. “Kapan estimasi bisa produksi massal? Material dan perijinan sudah clear semua?” “Produksi massal paling lama akan bisa terlaksana tiga bulan dari sekarang, Pak. Material sudah siap semua, perijinan sudah mendapat jawaban oke via email tinggal menunggu penerbitan sertifikatnya.” “Dewa, iklan kamu sudah ada jadwal naik kapan?” “Kita sudah deal dengan PH, Pak, mereka tinggal tunggu konfirmasi dari kita, semua rekaman tinggal editing akhir, sore ini bisa kami ajukan ke Bapak,” jawab Dewa, manajer muda di divisi desain dan multimedia yang sudah cukup lama bekerja di perusahaan ini dan mengenal baik Zein Angkasa. “Bagus, sore ini temui saya, maksimal satu bulan sebelum produk beredar di pasaran iklan harus sudah bisa wara wiri di televisi. Masukkan ke spot-spot acara utama televisi, saya ingin investasi besar di produk ini. Cinta, saya tunggu pertambahan keyakinan kamu yang 30% untuk menuju puncak.” Tepuk tangan segera membahana di ruang meeting luas ini. Tubuh Cinta meremang tiba-tiba, matanya terasa memanas karena haru, seperti mimpi dia mendengar Pak Zein menyetujui perjuangannya selama setahun terakhir ini. Senyum terkembang di bibir cantiknya, menatap bergantian Pak Ardi dan Langit yang menemaninya tampil dalam dua jam terakhir ini. Dua orang itu tersenyum lebar dengan acungan jempol ke arahnya. “Terima kasih Pak Zein untuk kepercayaannya, saya dan tim saya akan berusaha semaksimal mungkin.” Pak Zein nampak berdiri kemudian berjalan ke arah Cinta. “Selalu semangat, kamu pasti bisa,” tepuk Pak Zein ke bahu Cinta dengan seulas senyum yang baru pertama kalinya Cinta lihat di hari ini. “Terima kasih semangatnya, Pak,” jawab Cinta tak bisa menyembunyikan senyum leganya. Setelah bersalaman dengan Pak Zein dan memberi selamat kepada Cinta satu per satu peserta meeting meninggalkan ruangannya. Pak Ardi nampak tersenyum ke arah Cinta dan Langit sebelum mengekor Zein Angkasa yang berjalan penuh wibawa keluar ruang. “Selamat ya supervisor gue yang jutek,” ujar Langit sambil mengacak gemas rambut Cinta, sumpah dia ikut ngeri ketika pertanyaan demi pertanyaan tak berhenti dari bibir ayahnya untuk Cinta, dia takut mental Cinta jatuh, namun nyatanya Cinta tangguh juga dengan keyakinannya. “Ah … usil lo bikin rambut gue berantakan,” jawab Cinta pura-pura manyun. Langit tertawa sambil membantu Cinta merapikan sisa meeting. Menutup laptop kemudian membawanya. “Yuk buruan balik ruang, elo nggak mau pesta sama kurcaci-kurcaci elo di sana?” “Eh, apa lo sebut? Ta bilang ke Renata jadi rempeyek, lo,” Langit kembali tertawa ngakak kemudian berjalan menuju pintu ruang meeting. “Lang,” panggil Cinta yang berjalan cepat mengejar Langit, membuat cowok itu berhenti sebelum membuka pintu. Dengan segera Cinta melingkarkan tangannya di lengan Langit yang di lihat dengan aneh oleh mata cowok itu. “Kenapa? Gue cuma mau bilang terima kasih sama elo, kok,” tanya Cinta yang menyadari tatapan aneh Langit. “Elo mau gandeng gue kayak gini, ini di kantor loh, bukan di pantai kayak kapan hari.” “Biarin, katanya elo jomblo, kan? Atau elo keberatan karena udah ada naksir cewek sini?” goda Cinta. “Nggak, gue cuma khawatir Mas Dewa cemburu aja, siapa tahu dia masih nunggu elo di luar situ.” “Eh apaan sih elo, gue sama Mas Dewa emang ada apanya?” “Ya kali aja ada cerita cinta, kan elo sama dia suka saling berkunjung tiap hari.” “Itu bahas proyek iklan, dodol.” Langit dan Cinta tertawa bersama, tangan kanan Langit memegang laptop Cinta sedangkan tangan kirinya segera menggenggam tangan Cinta dan di ajaknya keluar ruang meeting. Hanya sesaat, begitu keluar ruang meeting mereka sudah berjalan normal lagi tanpa bergandeng tangan, sambil ngobrol membicarakan rencana setelah presentasi hari ini. “Hai gengs … “ teriak Cinta tak sabar begitu masuk ke ruang kerjanya. “Girang amat lo, gimana? Gimana presentasi hari ini? Sukses kah? Ada Pak Zein datang, ya?” berondong pertanyaan dari Renata. “Kita sukses gengs … nafas lega bentar trus abis ini rajin review ya, gue butuh support maksimal kalian, proyek kita siap launching,” teriak Cinta dengan semangat. “Yeeee … Finally. Selamat ya, Ta … “ tiga cewek yang ada di ruang itu segera menyerbu Cinta dan memeluknya erat. Sedangkan para cowok hanya berucap “Yes!” dengan kepalan semangat tangan mereka. Langit melihat mereka penuh senyum. Dia mengenali perusahaan ini dengan sangat baik. Menghasilkan produk baru apalagi sebuah produk inovasi memang bukan sesuatu hal yang mudah. Bagian pengembangan dan perencanaan produk di perusahaan manufaktur ini adalah ujung tombak perusahaan. Mereka aktif dan produktif maka perusahaan akan menggeliat semangat, tetapi jika mereka pasif maka perusahaan akan seperti sedang tidur nyenyak. Dan, Langit adalah saksi semangat disini. Di departemen marketing development yang terbagi menjadi beberapa divisi ini akan mulai memiliki cerita baru lagi, divisi pengembangan dan perencanaan produk, divisi desain dan multimedia, divisi promosi dan divisi survey analisa produk adalah satu kesatuan yang tak bisa terpisahkan. Mimpi mereka satu, melahirkan dan membesarkan satu produk selayaknya melahirkan dan membesarkan anak yang terlahir dari rahim mereka. …                                  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN