Malam merangkak naik. Di luar, hujan mengguyur deras. Angin mendesau di dedaunan. Petir dan guntur sebentar-sebentar terdengar. Aldri yang telah kembali ke kamar beberapa menit lalu, tampak begitu gelisah. Sepertiku. Kami berbaring miring berhadapan, saling pandang dalam kebisuan. “Apa kamu ingin tau obat penenteram hati?” tanyanya lirih. Wajahnya tampak begitu frustrasi. Aku yang masih kesal pada sikapnya tadi, hanya membisu. Selain itu, juga tak ingin lagi mengulang perdebatan. Aku lelah. Sedih. Juga takut melihatnya marah. “Mari jalankan salat.” Suaranya bergetar. Aku menarik napas. “Buat apa?” “Bukankah kamu yang bilang salat bisa menenangkan pikiran?” Tatapnya sungguh-sungguh. “kupikir, gak ada salahnya aku kembali melakukannya.” Ia beranjak bangun lalu mengulurkan tangan, meng