Eps. 10 Bermalam Di Rumah Agni

1042 Kata
"Bu Agni!" teriak Niko. Begitu dia menjejakkan kaki di lantai setelah turun dari mobil, ia langsung berlari menuju ke tempat Agni. Wanita itu masih sadar, sepasang matanya yang terbuka. Hanya saja tubuhnya lemas. "Anda bisa berdiri dan jalan?" imbuh Niko. Agni mengangguk. Dia mencoba untuk berdiri sekuat tenaga, namun rasanya otot di kakinya terasa lemah dan tak kuat menopang tubuhnya, juga kepalanya terasa semakin berdenyut nyeri. Dia tak bisa bangkit hingga akhirnya Niko kembali membantunya berdiri. Tanpa bertanya, Niko memapah Agni berjalan menuju ke mobilnya. Ia juga membantu wanita itu duduk di kursi belakang, barulah ia pindah ke kursi depan dan mulai melajukan mobil. Dari arah belakang sana ada Ezio yang berlari untuk Niko. Dia mencari keberadaan ayahnya dan menemukan pria itu ada di sini. Dia juga melihat Agni bersama Niko. Sayang, ketika dia sampai, mobil sudah pergi. "Aku ketinggalan. Tapi tak apa. Yang terpenting mereka berdua sudah bersama. Terima kasih, Tuhan sudah membantuku. Ezio kemudian berbalik dengan melonjak kegirangan, sampai mengundang perhatian dari sekitar. "Sepertinya, aku menarik perhatian mereka." Ezio berhenti melompat. Ia membalas tatapan beberapa pasang mata yang menatapnya kemudian berlalu pergi. Di mobil Niko "Bu Agni mau ke rumah sakit atau pulang?" tanya Niko setelah keluar dari area acara. Menurutnya, wanita itu Perlu periksa ke dokter segera jika memang sakit. "Tidak, Pak Niko. Saya tidak sakit hanya sedikit meriang saja. Tolong antar saya pulang saja. Nanti minum obat juga akan reda sendiri." Agni bicara sebenarnya memegang kepalanya yang masih berdenyut nyeri. Dia sendiri tidak tahu kenapa tiba-tiba saja kondisinya buruk seperti ini, padahal tadi dia baik-baik saja. Pasti karena cuaca yang ekstrem di sini. Agni malah menylahkan cuaca dan tak punya pikiran negatif sama sekali pada Ezio. "Bu Agni alamat rumahnya di mana?" Agni kemudian memberitahukan alamat rumahnya pada Niko. Niko tahu alamat yang disebutkan oleh Agni lalu melajukan mobil ke alamat tersebut. Di tengah jalan sebelum sampai, tiba-tiba saja Niko merasa tubuhnya tidak enak. Dia mulai merasa suhu tubuhnya meningkat, seperti demam. Ada apa dengan tubuhku? Kenapa tiba-tiba badanku panas begini? Namun Niko mengira dirinya baik-baik saja dan kondisinya sekarang pasti karena dehidrasi. Ia mengesampingkan setubuhnya yang mulai meningkat dan fokus menyetir hingga akhirnya tiba di alamat yang dituju. "Bu Agni, apa ini benar rumah Anda?" Niko menghentikan mobil di sebuah rumah sederhana berukuran sedang dengan pagar putih mengelilingi rumah tersebut. "Benar, Pak Niko. Terima kasih, sudah mengantarku ke rumah. Maaf merepotkan Anda." Agni kemudian membuka pintu mobil. Masih dengan kepala berdenyut dia menggeser tubuhnya untuk turun dari mobil. Sulit baginya untuk berjalan dengan benar. Dia menahan tubuhnya di depan pintu mobil sebelum kembali melangkah. Niko yang melihat itu kemudian turun dari mobil. Tanpa diminta kemudian ia membantu Agni. Entah ke mana perginya sikap dingin Niko. Sudah berapa kali dia membantu wanita ini. "Biar aku bantu Ibu berjalan sampai masuk ke rumah." Agni hanya mengangguk saja merespons. Biasanya dia akan menolak tawaran bantuan dari seseorang, terutama dari Niko. Tapi dengan kepalanya yang masih berdenyut nyeri membuatnya seolah tak bisa berpikir dengan jernih. Yang ada dipikirannya hanya ingin segera masuk ke rumah lalu beristirahat di kamarnya. Mereka berdua memasuki ruang tamu. Niko tentu saja menyebabkan pandangan ke sekitar. Kali ini tidak berkomentar sama sekali, dari penampilan sehari-hari dia bisa menilai seperti apa rumah Agni. Rupanya benar dengan dugaannya. Rumah ini sesederhana penampilan Agni. "Terima kasih, Pak Niko. Apa Anda aku bikinkan minum sebentar?" Niko menggeleng. Niko kemudian berpamitan pada Agni. Dia sendiri sekarang boleh merasakan badannya tak nyaman. Maka dari itu dia cepat-cepat pulang saja. Agni kemudian mencoba melangkah masuk ke kamar. Baru dua langkah tubuhnya terjerembab ke lantai. Membuat Niko yang sudah ada di depan pintu segera masuk ke rumah kembali begitu mendengar suara berdebum di sana. "Bu Agni!" Melihat Agni yang terjatuh membuatnya mengurungkan niatnya untuk cepat pulang. Ia kembali masuk dan menghampiri Agni. "Anda mau ke mana? Biar kuantar," tawarnya. "Aku mau ke kamar untuk beristirahat." "Di mana kamarmu berada?" Agni kemudian menunjuk kamarnya yang berada di antara beberapa ruangan lain. "Biar aku antar. Baru nanti aku akan pulang." Lagi, Niko membantu Agni berjalan menuju ke kamar yang ditunjuk. Di sana ia membantu Agni berbaring. Tepat di saat ia yang paling tidak akan kembali tiba-tiba saja suhu tubuhnya bertambah semakin panas. Tak hanya itu saja dia juga merasakan pandangannya mulai samar diiringi kepala yang berdenyut nyeri. Jalannya pun kini tidak seimbang, membuatnya terduduk di ranjang, di samping Agni. Tak sengaja, Niko menyentuh tangan Agni. Dia sungguh terkejut sekali kala merasakan tubuhnya semakin panas bergelora karena kulitnya bersentuhan dengan kulit Agni. "Ada apa dengan Bapak?" Agni melihat Niko yang kini sulit berdiri sama seperti dirinya. "Aku tidak tahu tiba-tiba saja tubuhku terasa tidak nyaman. Panas terbakar dan ..." Niko tak melanjutkan perkataannya tatkala melihat Agni yang duduk sedikit condong ke depan dan membuat belahan d**a wanita itu terlihat dari balik gaun yang dikenakan saat ini. Bulat, indah dan menggoda. Entah sejak kapan Niko mulai kehilangan kewarasannya. Rasanya dia merasakan tubuhnya teramat panas dan tak bisa ditahan lagi. Hingga ia melepas jas yang dipakai saat ini. Tak hanya melepas jas saja, Niko membuka kancing bajunya. Terlihat bulu halus tumbuh di sana sampai ke bawah. Tak sengaja Agni menatap itu. Ada desiran aneh yang menelisik masuk ke hati. Dia pun kini merasa tubuhnya panas terbakar. Entah, Niko dalam keadaan sadar atau tidak, pria itu menggeser duduknya mendekat pada Agni. "Manda ... kamu Manda?!" Niko melihat Agni berganti rupa menjadi sosok istrinya yang sudah tiada. Agni yang juga merasakan hal yang sama dengan yang Niko rasakan, tak begitu jelas mendengar maksud ucapan Niko. "Manda ... aku sangat merindukanmu sekali." Niko menyangka itu benar-benar istrinya. Dia mulai menyentuh lembut pipi Agni. Ada sengatan di sana kala dia menyentuh pipi itu. Bisa ditebak sendiri Seperti apa rasanya menahan rindu karena sudah tidak bertemu lama sekali. "Manda ... kenapa kamu diam saja?" Niko kemudian beralih menyentuh bibir Agni. Dia kemudian mengusap bibir Agni. Setelahnya dia menyapu bibir tersebut. "Mas Bima ..." Entah kenapa Agni merasa ciuman itu seperti ciuman dari almarhum suaminya. Sampai saat ini pun dia juga masih rindu sekali pada pria itu. Dia mengira Bima hadir dalam mimpinya. Entah siapa yang memulai, pada akhirnya mereka berdua sudah tak mengenakan pakaian sedikit pun. Niko dan Agni melepas rindu masing-masing pada pasangan. "Sayang, aku rindu padamu," bisik Niko lirih di telinga Agni. Akh!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN