"Dit, Rief ... pegangin." Di detik Wala masuki bangunan itu, resto yang di dalamnya sudah tidak padat meja, justru meja dan sebagian bangkunya sudah tertata di pinggir, hingga tengah ruangnya jadi kosong melompong, dan lalu Wala dibawa ke situ, dengan sisi kiri dicekal Adit, sisi kanan ditahan Arief. Lantas, Agil tepat di depannya. "Inget cara penyampaian kasih sayang kita dulu, kan, Wal? Kayak yang lo bilang, nggak pa-pa hajar sedikit daripada sesat selamanya. Nggak pa-pa gebukin aja dan lalu selesai maaf-maafan, belasan tahun lalu ... SMA kelas tiga. Inget?" Wala menelan ludahnya kasar. Komunikasi ala laki yang mereka terapkan, meski sebetulnya tak patut karena main kekerasan, itu dulu waktu SMA. Sekarang, kan, sudah jadi bapak-bapak. "Pelan aja, Gil. Gue nggak tega," pesan Arief.