2

735 Kata
Nayara menyimpan alat tes kehamilan itu di dalam tas. Ia gulung dengan sapu tangan miliknya dan dimasukkan ke dalam kantong tas yang paling dalam. Pikirannya benar-benar kacau saat ini. Entah bagaimana ia bisa menjelaskan hal ini semua kepada orang tuanya. Nayar sudah berada di dalam mobil. Sebenatr lagi, ia akan sampai dirumah. Debaran jantungnay semakin keras. Jujur, Naya sedang gugup dan tidak tenang. Ini adalah kesalahan fatal. Papanya pasti akan marah besar, begitu juga dengan mamanya. Kemungkinan terburuk pun sudah terlintas di otak Nayara saat ini. Papa Utama dan Mama Nayla sudah duduk di meja makan menunggu putri semata wayangnay datang. "Papa ... Mama ..." sapa Nayara lalu mencium pipi Papa dan Mamanya secara bergantian. "Hai sayang ... Kok wajah kamu pucat begitu? Kenapa?" tanay Nayla memegang wajah Nayara sebelum duduk di kursi makan. "Gak apa-apa, Ma. Capek aja," jawab Nayara berbohong. "Hmmm ... Habis makan kamu tidur. Besok ada hal yang ingin kita bicarakan sama kamu, Nayara," jelas Nayla pada putrinya. "Iya Nayara. Papa dan Mama harus pergi ke luar negeri untuk mengurus Kakek buyut kamu. Beliau sedang sakit. Sekaligus, kita mau merencankana pernikahan kamu dengan cucu sahabat kakek buyut kamu," jelas Utama sambil memotong daging rendang buatan Nayla. "Apa? Per -pernikahan?" ucap Nayara begitu kaget. "Iya pernikahan. Kenapa?" tanya Utama dengan lekat ke arah Nayara. "Pa ... Naya masih kuliah lho. Gak bisa apa, nunggu lulus?" tanya Nayara sopan. "Gak bisa. Kakek buyutmu ingin melihat kamu menikah," jelas Utama tak mau dibantah. "Udah. Sekarang kita makan dulu," titah Nayla pada suami dan putrinya. Setelah makan malam, Nayara kembali ke kamarnya. Ia segera mandi dan menyimpan rapat tasnya di dalam lemari. Selama dua hari ia dirumah, ia harus bisa mengendalikan dirinya yang tiba-tiba saja mual dan ingin muntah. Keesokkan paginya, Nayara sudah dibangunkan oleh asisten rumah tangganya. Ia ditunggu Papa dan Mamanya di bawah. Nayara turun ke bawah dan duduk di sofa. Ia merasa aneh sekali. Papa dan Mamanya sudah rapi denagn beberapa koper di depan kamar. "Mama dan Papa mau kemana?" tanya Nayara bingung. "Naya ... Kami harus pergi ke rumah Kakek Mahesa sekarang. Kamu baik-baik dirumah. Secepatnay kami kembali dan kamu harus siap menikah dengan pria pilihan Kakek," jelas Utama tegas. "Iya Pa," jawab Nayara singkat. Percuam ia menolak keinginan Papanya. Jika permintaan sang Papa ditolak, Nayara harus siap diceramahi satu bulan penuh tanpa henti. Saat ini, ia hanya bisa bilang iya. Biar bagaimana pun, ini kemauan Kakek buyutnya. *** Nayara sudah kembali ke kostnya. Setidaknay kalau di kost ia bisa lebih bebas. Pagi ini, Nayara sudah siap untuk ke Kampus. Kebetulan ada kuliah sesi dua. Ia mau sarapan di Kantin Kampus. Tiba-tiba saja, ia ingin makan nasi uduk kuning dengan kerupuk udang. Langkahnya pelan menuju kantin. Tapi pikirannay ruwet seperti benang kusut. Nayar tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini. Ia masih syok dengan hasil tes kehamilannya kemarin. Bruk! Tanpa sengaja, Nayara menabrak seseorang dan membuat buku ditangan pria itu terjatuh. "Ups ... Maaf ..." ucap Nayara sopan. Lelaki itu menumpuk buku yang tercecer dilantai dan menatap Nayara lekat. Nayara meletakkan buku terakhir di atas tumpukan itu dan mengangkat kepalanya menatap lelaki yang ada di depannya. Nayara begitu terkejut melihat lelaki itu. Ia langsung menunduk dan segera berdiri lalu pergi dari hadapan lelaki itu. Pria itu berdiri dan menoleh ke arah Nayara dan tersenyum penuh arti. Dalam hatinay bicara, "Aku menemukanmu setelah satu bulan berlalu." Di Kantin kampus, Nayara terlihat sangat menikmati makanan di depannya. "Kosong kan?" tanya seorang lelaki dan duudk di samping Nayara. "Kosong," jawabnya singkat sambil emnoelh ke raah samping. Ya, pria asing itu lagi. Kenapa hidupnya begitu sial sekali dalam waktu satu bulan ini. Kenapa tidak ada kebahagiaan untuknya. "Kondisikan raut wajahmu. Gak usah kayak di drama korea yang takjub lihat lelaki ganteng sepertiku," ucapnya penuh percaya. "Hah? Gila," jawabnya lirih sekali. Nayara pikir ucapannya tidak akan di dengar oleh pria disampingnya. Ternyata lelaki itu mendengar dengan jelas desis lirih Nayara. "Aku gak gila," jawabnya singkat. "Hu um ..." jawab Nayara lagi. Nayara menyeruput es kopi yang segar ditenggorokannya. "Aku Denis Mahendra. Kamu?" tanya lelaki itu sambil menyuap bubur ke dalam mulutnya. "Naya," jawab Naya singkat. "Gimana? Satu bulan ini gak ada kabar dari kamu. Kamu hamil gak?" bisiknya lirih sekali. "Ish!" ucap Nayara spontan. Nayar menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Kenapa sih ini mesti terjadi. "Kenapa? Kamu malu?" tanya Denis menoleh ke arah Nayara. Jantung Nayara tak karuan kali ini. Deg ... Deg ... Deg ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN