Seminggu berlalu sejak Andrew nyaris memergokinya bersama Lucas di hotel, suasana keduanya menjadi canggung. Vionna menatap sarapannya tanpa selera, hidupnya entah kenapa tiba-tiba menjadi hampa. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang. Sosok mantan kekasihnya masih menghantui dirinya dan ia juga merasa bersalah kepada Andrew. Pria itu sangat baik padanya namun ia juga tidak ingin membohongi hatinya.
"Tidak enak?" Vionna tersentak. Tersadar dari lamunannya. Ia menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Andrew.
Saat ini mereka tengah duduk di ruang makan. Menikmati stick sapi dan sup jagung yang dibuat oleh bibi Berta, pembantu rumah tangga mereka. Vionna tidak bisa memasak, selama bertahun-tahun menjalani kehidupan suami istri, yang bertugas memasak ialah bibi Berta. Perempuan 50 tahun yang juga merupakan pengasuh Andrew sejak kecil. Masakan bibi Berta enak, tak kalah dari koki-koki handal. Vionna yang dibesarkan di keluarga berada, tentu sangat pemilih dalam hal makanan. Tidak semua juru masak sesuai dengan seleranya. Namun makanan Bibi Berta selalu membuatnya senang. Oleh karenanya, Andrew membawa bibi Berta dari rumah lamanya untuk dipekerjakan di sini, memasak untuk dirinya dan sang isteri.
Tetapi sekarang, Vionna tampak lesu. Tidak seperti hari-hari yang lalu. Di awal - awal pernikahan mereka terlihat bahagia. Seperti pasangan kekasih dimabuk asmara. Biasanya setiap sarapan, Vionna selalu terbangun dengan ceria. Memuji segala masakan bibi Berta dan menebak-nebak makanan apa yang nanti bibi Berta buat, dia sangat semangat menanti masakan bibi Berta. Namun hari ini--, sejujurnya bukan hanya hari ini, bahkan dua bulan belakangan Vionna benar-benar menjadi berbeda. Dia terkesan menghindarinya. Biasanya saat dulu, pagi hari mereka akan berciuman saling mengucap selamat pagi lalu b*ercinta. Tetapi belakangan aktifitas itu sudah jarang terjadi. Yang lebih parah ialah, Vionna jarang mengabarinya. Membalas pesannya atau sekedar mengangkat telpon darinya. Rumor perselingkuhan itu semakin menguatkan ketika sebulan lalu ia tak sengaja melihat ponsel isterinya dan terdapat pesan mesra yang mengiris hatinya.
Sejak kejadian itu, Andrew memasang penyadap ke ponsel Vionna dan kemarin secara mengejutkan ia mendapati bahwa Vionna sedang janjian bersama seorang pria berinisial L di sebuah hotel. Panas. Hati Andrew sakit dan mendidih, oleh karena itu dia langsung menyusul Vionna ke hotel tersebut meminta penjelasan. Namun kemarin, ia hanya mendapati Vionna seorang diri. Isterinya itu tampak syock melihat kedatangannya, dan seperti terburu-buru ia langsung mengajak Andrew pulang. Mereka sempat terlibat percecokan, namun alhasil lagi-lagi dirinya lah yang mengalah.
Andrew sangat mencintai Vionna. Ia ingin mempertahankan rumah tangganya. Mencoba memperbaiki keadaan. Jika pun mantan kekasihnya yang berinisial L itu datang, ia akan berusaha untuk membawa Vionna kembali.
Sebuah getaran di handphone Vionna mengalihkan atensi keduanya. Vionna menatap ponsel itu, wajah yang tadi tampak muram sontak kembali cerah. Vionna tersenyum kecil membalas pesan teks itu.
Andrew hanya melirik Vionna dalam diam. Meski waktu itu isterinya bilang tak terjadi apa-apa dan rumor tersebut tidaklah benar, namun ia tahu bahwa Vionna menyembunyikan sesuatu dan itu memang berkaitan dengan kekasih di masa lalu Vionna.
"A.. Aku pergi dulu." Ujar Vionna. Setengah canggung saat mendapati Andrew terus menatapnya. Ia pun buru - buru memasukkan ponselnya ke dalam tas hitam chanel miliknya.
"Aku harus mengadakan pertemuan untuk membahas konser di Festival musik Beethovenfest." tambahnya. Ya, Vionna merupakan seorang pianis. Ia masuk jajaran pianis bertalenta dan sering kali diikutkan ke dalam festival - festival musik internasional.
Andrew mengangguk. Ia pun meletakkan garpu dan sendoknya, "Aku antar. Sekalian aku berangkat ke kantor."
Vionna menggeleng. "Tidak usah, manajer ku sudah menjemput." Tolak Vionna. Ia pun bangkit dari kursinya. Menenteng tas kemudian mengecup pipi Andrew, "Aku pergi dulu."
Vionna buru-buru pergi, sementara Andrew masih diam di tempatnya menghela nafas nelangsa. Ia mengambil ponselnya kemudian memencet sebuah nomer.
"Aku ingin kau mengirim seseorang untuk mengikuti isteri ku."
***
Lucas meletakkan ponselnya, mengambil secangkir kopi lalu meniupnya perlahan sebelum kemudian ia teguk dengan nikmat. Kopi pahit di pagi hari benar - benar sempurna seperti halnya hidupnya yang pahit.
Lucas mendengkus. Ia tersenyum sinis pada dirinya sendiri yang membalas pesan Vionna. 'Selamat pagi' adalah pesan seorang wanita dari nomer pribadinya. Hanya kerabat dekat dan orang-orang tertentu saja yang tahu. Selama ini ia menggunakan nomer lain yang diperuntukan untuk berinteraksi dengan wanita - wanita yang ia kencani.
Tetapi berbeda dengan Vionna. Dia bukan orang lain lagi baginya. Dia adalah orang spesial di hatinya. Dulu maupun sekarang. Dulu ia adalah wanita spesial yang hanya menepati ruang di hatinya. Yaitu cinta. Dan sekarang, ia adalah wanita spesial yang menepati ruang hatinya entah itu cinta ataupun benci.
Yang jelas saat Vionna menghubunginya, mengirim pesan padanya, ingin menemuinya, ia akan membalas. Meski dia tahu bahwa perempuan itu sudah menikah.
Kenapa dia masih peduli?
'Dasar b*ajingan.'
Lucas terkekeh, mengumpati dirinya sendiri. Ia kemudian bangkit dari kursinya menatap ke luar jendela apartemennya. Langit biru bersinar terang dengan cahaya matahari yang mulai menyongsong. Gedung-gedung pencakar langit serta kendaraan berlalu lalang terlihat jelas di lantai 10 apartemennya. Tangan Lucas menengadah, ia menyentuh permukaan kaca jendela apartemen. Fokusnya tertuju pada satu titik.
Di antara gedung-gedung pencakar langit itu. Ada satu bangunan yang berdiri menjulang dan tampak mewah. Yayasan Rixton Grup. Dimana dahulu karena itu, ia direndahkan dan disingkirkan.
Sekarang ia akan membuktikan bahwa dirinya bisa melampauinya.
****
Pagi-pagi sekali Clara mendapat panggilan dari sang manager. Pekerjaan yang harusnya diberikan ke Shopia kini menjadi tanggung jawabnya untuk seterusnya. Clara mendengkus. Bangkit dari tidurnya menuju kamar mandi. Seharusnya akhir pekan ini ia habiskan untuk tidur sampai siang kemudian menonton serial favoritnya. Tetapi tiba-tiba ponselnya berdering membuat Clara yang sudah berencana bangun siang refleks berjingkat kaget.
Sang manager memberitahunya bahwa hari ini ia harus menghadiri pertemuan dengan pihak JL Company.
Benar-benar sial. Di akhir pekan ini ia harus bekerja. Seharusnya ada undang - undang ketenagakerjaan yang mengatur karyawan tidak dibolehkan bekerja di hari minggu. Apalagi tubuhnya lelah gara-gara bergadang di pesta semalam serta bertemu dengan lelaki menyebalkan.
"Semangat bekerja Clara. Haha." Shopia yang baru bangun sengaja meledek Clara. Teman satu kosnya itu begitu senang bahwa Clara menggantikan tugasnya.
"Kau benar-benar beruntung." Timpal Clara. Ia membuka lemari memilih pakaian yang hendak ia kenakan.
"Ya, doa ku akhirnya terkabul. Jika tidak, hari ini aku tidak bisa berkencan dengan Thomas."
Kening Clara mengkerut, "Thomas?"
"Hahaha, itu kekasih ku yang baru." Shopia menjawab enteng. Clara hanya menggeleng. Tak habis pikir temannya satu ini suka sekali bergonta - ganti pasangan. Bahkan mungkin perempuan itu mempunyai lebih dari satu kekasih dalam satu waktu. Benar - benar playgirl.
"Baiklah. Aku pergi dulu, Shopia." Pamit Clara, ia bergegas pergi setelah sebelumnya memesan taxi online.
****
"Tuan L terimakasih sudah bersedia bekerjasama dengan perusahaan kami." Direktur Decide menyambut kedatangan Lucas. Ia sengaja membooking hotel untuk tempat pertemuan mereka. Akhir pekan lebih nyaman membahas pekerjaan selain di kantor. Ia menjabat tangan Lucas. Wajah pria tambun berkepala botak itu berseri senang. Ia sangat bersyukur dan tak menyangka perusahaannya akhirnya mendapat kesempatan emas.
Kerjasama dengan JL Company akan membuat perusahaannya ikut terangkat dan dikenal masyarakat luas.
"Itu semua karena karyawan anda yang luar biasa." Jawab Lucas ramah. Ya, jika bukan karena insiden itu. Mana mungkin ia memilih Decide dari sekian banyak perusahaan berbakat lain.
"Hehe. Sekali lagi terimakasih tuan." Direktur Decide tersenyum senang. Karena itulah dirinya memutuskan agar pegawainya yang bernama Clara Abigail tetap ditugaskan menangani JL. Entah mungkin karyawannya memang pintar atau berbakat yang jelas apapun yang dilakukan perempuan itu membawa keuntungan baginya. Dia mendengar bahwa pria bernama Jack atau biasa disebut tuan L ini jelas sangat pemilih. Pria itu adalah orang yang cerdas, teliti dan cukup kejam soal bisnis. Tidak sembarangan mengambil kolega yang diajak bekerjasama. Hanya orang - orang yang benar-benar kompenten yang dipilihnya.
"Baiklah, nanti pegawai kami akan mulai mendiskusikan soal desain pembangunan kantor cabang JL. Ku harap kerjasama ini akan berjalan lancar."
"Ya, ku harap juga begitu." Jawab Lucas. Ia masuk ke lift bersama Paul sekretarisnya. "Yang ku minta sudah kau dapatkan?"
"Ya, tuan. Namanya Clara Abigail. Sudah 5 tahun bekerja di Decide. Ia lulusan desain grafis jalur beasiswa di Universitas Rixton."
Deg.
Mendengar nama Rixton, tubuh Lucas sejenak membeku. Entah kenapa ia masih sensitif dengan nama itu.
"Ngomong - ngomong, kenapa anda membutuhkan identitas gadis itu?"
Lucas menoleh ke arah Paul. Senyumnya mengembang, "Kau seperti tidak tahu aku saja."
Ehh..
Paul mengerjap. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ya, dia seharusnya tahu bahwa gadis itu adalah mangsa bossnya selanjutnya.
"Hudson saat ini bersama gadis itu membahas proyek kantor cabang JL."
Lucas tersenyum miring, "Aku tahu." Jawabnya. Tepat saat lift terbuka, di depannya berdiri seorang wanita berdress pink. Wajahnya cantik bak boneka.
"Vionna."
****