“Aku takut, Mas …” aku mulai merengek ketika Mas Rivan menyuruhku untuk segera tes kehamilan. Karena aku tak enak badan, dia mengantarku pulang dan meninggalkan pekerjaan di kantor. Sebelum itu, jelas kami mampir apotek lebih dulu untuk membeli testpack. Jangan tanya bagaimana tatapan para karyawan yang melihatku jalan berdampingan dengan Mas Rivan. Mereka semua mendadak ramah, tidak ada yang sinis satu orang pun. Beda dengan saat aku datang. Beberapa orang masih menunjukkan ketidaksukaannya padaku. Memang dasarnya banyak yang muka dua! “Buruan, Mil. Jangan takut!” “Enggak pengen pipis, sih, jujur.” “Tapi pasti keluar walau dikit. Katanya terakhir pipis sebelum berangkat ke kampus?” “Ya emang. Tapi sekarang belum pengen aja—” “Sayang, cepet!” Akhirnya, aku mengangguk. Aku berdehem