Aku tidak berani cerita pada Mas Rivan soal Nafi yang sudah tahu. Justru aku minta Nafi yang berpura-pura tidak tahu. Anak itu setuju, dia bahkan juga sudah berjanji akan bersikap biasa-biasa saja jika melihat ada yang sedikit janggal. Ya, meski katanya dia sudah tidak bisa menatapku dan Mas Rivan seperti dulu lagi. Tidak masalah. Itu hal yang sulit dikontrol, bahkan oleh dirinya sendiri. Yang terpenting, dia bisa menyembunyikannya dari orang lain. “Ada Ayang, tuh, Mil. Tumben, makan di kantin. Udah lama aku enggak lihat dia ke kantin.” Aku menoleh, ternyata Mas Rivan datang bersama Mas Kian— salah satu HRD perusahaan ini. Sepertinya mereka cukup dekat. Aku menduga ini karena seringkali mereka tampak bersama. Ah, bicara Mas Kian, dia adalah salah satu HRD yang mewawancaraiku dulu. Aku