“Marina,” ucap Antonio begitu melihat wanita itu keluar dari lift dan bergerak menuju pintu keluar.
Marina menoleh mendengar namanya dipanggil. Begitu melihat adalah Antonio yang memanggil, ia langsung melengos dan melangkah pergi.
Namun, lelaki itu mengejarnya dan menarik lengan berbalut blazer putih tulang. Ucapan Tuan Muda Zambrotta terdengar jelas penuh penekanan. “Aku ingin kamu datang bersamaku ke pesta ulang tahun Grandma Sicilia malam ini.”
Marina menghentikan langkah, menatap tajam ke arah pria itu. “Kamu pikir aku akan datang setelah semua yang kamu lakukan padaku? Lepaskan tanganku!” bentaknya pelan, lalu menarik lengannya dengan kasar.
Antonio berusaha tetap tenang meski ia tidak suka kalau Marina sedang melawannya seperti ini. “Mommy yang memaksa aku harus datang bersamamu. Dia ingin kamu hadir. Grandma juga. Mereka berdua sangat menyayangimu, Marina.”
Marina mengerutkan kening, matanya penuh kecurigaan. “Jangan buat alasan, Antonio. Kamu pikir aku tidak tahu? Ini hanya cara supaya aku mau pergi bersamamu lagi, kan?”
Ia tertawa mengeje, “What? Supaya kamu bisa meninggalkan aku lagi di restoran seperti kemarin?”
Tatapan Antonio mulai berubah memelas, aksi yang sama yang biasa ia lakukan saat merayu Marina. “Aku tidak berbohong. Mommy benar-benar ingin kamu datang. Ayolah, lupakan semuanya dan datang bersamaku.”
Marina menahan napas, lalu menyeringai dingin. “Aku tidak tertarik datang bersamamu ke mana pun. Sudah cukup kamu membuat aku malu di hadapan semua orang kemarin di restoran Spanyol itu.”
Antonio mengerutkan kening, tampak bingung. “Restoran Spanyol apa?”
Marina menatap melotot dengan mata berkaca-kaca. “Kamu meninggalkanku begitu saja, Antonio! Pelayan menagihku karena kamu tidak membayar $2700! Aku harus menutupi semua tagihanmu.”
Kesadaran menampar pria itu begitu keras. Ia mendesah dan menunduk sejenak, merasa bersalah. “My God! Aku benar-benar lupa!” katanya menyeru. “Bagaimana akhirnya?”
“Aku yang bayar,” jawab Marina dengan nada kesal. “Dan jangan harap aku akan menganggapnya hal kecil. Saking inginnya kamu cepat mendatangi Rodee sampai kamu lupa membayar!”
Antonio mengeluarkan ponsel. Matanya menatap layar sambil menggerakkan jarinya cepat. “Kamu tidak seharusnya menanggung biaya makan malam kita. Wait, aku akan memperbaiki semuanya.”
Dalam hitungan detik, ada notifikasi masuk di ponsel Marina. Ia mengerutkan kening, penasaran apa yang pria itu lakukan. Saat melihat angka yang tertera masuk di rekening, matanya membesar.
“$27.000?” ucapnya kaget. “Apa-apaan!”
Antonio menatapnya dengan senyum lembut. “Itu ganti rugi. Sepuluh kali lipat dari yang kamu bayar. Aku tidak mau punya utang padamu, jadi aku lebihkan sekalian.”
Marina tersenyum miring dan sinis. “Uang sebanyak apa pun tidak akan bisa menghilangkan rasa muak, Antonio. Kamu sudah membuatku hilang kepercayaan!”
Antonio menghela napas panjang. Ia tahu semua kata permintaan maaf tidak akan cukup. Maka, tanpa bicara lagi, ia menekan nomor di ponselnya dan menunggu sambungan tersambung.
“Mommy,” ucapnya ketika terdengar suara lembut di seberang. “Marina tidak mau datang. Mungkin Mommy bisa bicara langsung dengannya.”
Wajah Marina berubah tertegun ketika Antonio menyerahkan ponsel itu ke tangannya. Ia ragu sejenak, tetapi suara lembut di seberang membuatnya tak kuasa menolak.
“Marina, Sayang, ini Mommy,” suara Nyonya Besar Zambrotta terdengar hangat dan tulus. “Tolong datang malam ini, ya. Grandma Sicilia sangat menantikan kamu.”
“Dia bahkan menyiapkan tempat duduk khusus di sebelahnya. Mommy juga ingin kamu di sana. Jangan kecewakan kami, please?”
Marina terdiam. Nada suara lembut itu menusuk hatinya. Ia tahu Nyonya Zambrotta tidak bersalah atas masalah mereka berdua. Selama ini wanita itu selalu bersikap baik padanya. Ia menutup mata sesaat, menimbang ini dan itu.
“Baiklah, Nyonya,” engah Marina pada akhirnya. “Aku akan datang.”
Suara di seberang langsung terdengar lega. “Terima kasih, Marina. Ah, Mommy sangat senang mendengarnya.”
Ketika sambungan berakhir, Marina menyerahkan ponsel itu kembali kepada Antonio. “Aku datang bukan karena kamu. Tapi karena ibumu.”
Antonio terkekeh, “Ya, terserah kamu saja. Pokoknya, malam ini kamu datang bersamaku!”
Lalu, ia berusaha mencium satu kecupan di pipi sang wanita, tetapi Marina segera mengalihkan wajahnya hingga bibir Antonio tidak berhasil menyentuh.
Mereka berjalan menuju parkir khusus di lantai lain. Tuan Muda itu membuka pintu mobil Mercedes hitam yang sedang menunggu majikannya untuk kembali.
Marina menatap interior mewah itu sebentar, kemudian melangkah masuk tanpa sepatah kata. Ia hanya ingin malam itu segera berlalu.
Namun, ketika duduk, matanya menangkap sesuatu di kursi belakang. Sebuah kotak panjang berlapis beludru biru. Ia menoleh pada Antonio dengan alis bertaut. “Apa ini?”
Antonio duduk di depan kemudi, menatap ke Marina sambil menyalakan mesin. “Bukalah.”
Marina mengangkat kotak itu, membuka penutupnya dengan hati-hati. Di dalamnya, terbentang sebuah gaun malam berwarna champagne yang lembut berkilau di bawah cahaya lampu mobil. Gaun itu tampak seperti buatan tangan, dengan detail halus yang menunjukkan harga fantastis.
Marina memandangnya dengan ekspresi datar. “Kamu pikir aku akan terkesan dengan hadiah ini? Sudah kubilang, tidak ada yang bisa membuatku berhenti merasa muak padamu.”
Antonio menggerakkan mobil perlahan keluar dari parkiran. Ia mengendikkan bahu sambil tertawa kecil. “Aku pikir kekasihku harus terlihat cantik malam ini di depan semua keluarga. Jadi, aku belikan gaun itu khusus untukmu.”
“Jangan sebut aku kekasihmu,” balas Marina tajam. “Hubungan kita sudah tidak ada artinya lagi.”
Antonio menjawab dingin. “Selama aku belum mengatakan kita putus, maka kamu masih kekasihku.”
Suara mesin mobil memenuhi kesunyian di antara mereka. Ia melirik Marina dari kaca spion, melihat wanita itu menatap keluar jendela, seolah berusaha keras agar tidak marah.
Perjalanan menuju rumah keluarga Zambrotta terasa panjang dan sunyi. Marina menatap langit yang perlahan berubah gelap, sementara Antonio terus mengemudi dengan wajah serius.
Tak ada kata yang keluar lagi di antara mereka. Hanya dentingan halus dari rantai emas berlian -pemberian Antonio- di pergelangan tangan Marina yang bergoyang setiap kali mobil berbelok.
Di dalam pikirannya, Marina mencoba meyakinkan diri bahwa ia datang hanya demi membalas kebaikan ibu Antonio padanya selama ini.
Namun jauh di lubuk hatinya, ia takut … bukan pada pesta, bukan pada keluarga Antonio, melainkan pada dirinya sendiri yang mungkin masih memiliki sedikit rasa untuk pria itu.
***
Kediaman keluarga Zambrotta berdiri megah di atas bukit, dikelilingi taman mawar dan patung-patung menjulang yang tampak anggun dalam cahaya senja.
Begitu mobil berhenti di halaman, Marina langsung turun tanpa menunggu Antonio. Ia berjalan cepat menuju kamar tamu di lantai dua, menolak semua tawaran bantuan pelayan. Hanya ingin segera berganti pakaian dan menghindari percakapan apa pun dengan pria itu.
Marina meletakkan tas di meja rias, lalu membuka kotak biru yang diberikan Antonio. Di dalamnya, gaun rancangan Oscar de la Renta berwarna champagne berkilau. Bahannya halus dan lembut di tangan, memancarkan kemewahan yang tak bisa disangkal.
Dengan berat hati, mulai menarik napas panjang dan mengenakannya, lalu menatap bayangan diri di cermin besar yang berdiri di sudut ruangan.
Suara ketukan tiba-tiba terdengar di pintu, membuat Marina sedikit menoleh. Ia belum sempat menjawab ketika daun pintu terbuka begitu saja.
Rodee melangkah masuk dengan langkah angkuh dan senyum sinis di bibirnya. “Oh, ternyata kamu di sini,” ujarnya sambil memeluk kedua lengannya. “Aku hampir tidak percaya sungguh melihatmu di rumah ini.”
Marina menatapnya dengan sinis dan tidak ramah. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya tajam. “Siapa yang mengizinkanmu masuk? Keluar!”
Rodee tertawa, suaranya terdengar seperti ejekan yang disengaja. “Antonio yang mengundangku,” katanya dengan nada manja. “Saat ibunya menelepon, aku ada di sana bersamanya, di atas ranjang.”
Sengaja menekankan kata di atas ranjang karena tahu itu akan menyakiti Marina. Lalu, ia kembali berkata, “Antonio juga memintaku datang malam hari ini. Katanya, dia tidak bisa berjauhan dariku.”
Padahal, dia datang bersama sepupu wanita Antonio. Itu pun setelah ia memelas dan memelas agar diijinkan datang bersama. Apa pun akan dilakukan Rodee untuk memastikan malam ini Marina tidak bersinar.
Marina menahan diri agar tidak membalas ucapan Rodee dengan kasar. Ia menatap wanita itu dari ujung kepala hingga kaki, memperhatikan gaun berpotongan d**a rendah yang tampak berlebihan untuk acara keluarga.
Ia hanya berkata tenang sekaligus tajam. “Kalau begitu, untuk apa kamu di sini? Pergilah sana menemui Antonio. Asal kamu tahu, kalau bukan karena permintaan ibunya, aku tidak akan datang.”
“Kamu lihat? Ibunya sangat menyayangiku. Coba saja kamu datangi ibunya dan katakan bahwa kamu ingin menggantikanku. Kalau dia setuju, aku akan pergi dari sini.”
Ucapan itu membuat Rodee mendengkus keras, geram. Tatapannya turun ke gaun yang dikenakan Marina. Matanya menyipit penuh iri ketika melihat detail renda lembut dan potongan elegan rancangan Oscar de la Renta itu.
Rodee menyeringai, mendekat hingga jarak mereka hanya satu langkah. “Kamu pikir kamu akan bertahan lama di rumah ini? Aku sudah mengenal keluarga ini lebih lama darimu, Marina.”
“Percayalah, tidak akan butuh waktu lama sampai mereka tahu siapa kamu sebenarnya. Pergi, sebelum kamu menyesal.”
Marina mengangkat dagunya dengan tenang. “Aku tidak akan pergi hanya karena ancaman konyol dari perempuan murahan sepertimu.”
“Kalau kamu tidak segera pergi dari ruangan ini, aku akan langsung menemui ibu Antonio dan meminta agar kamu diusir malam ini juga.”
Wajah Rodee menahan dendam. Ia tahu Nyonya Besar Zambrotta tidak pernah terlalu menyukainya sejak dulu. Ancaman itu bukan gertakan kosong.
Bibirnya mengerucut menahan marah, tetapi ia memilih mundur perlahan. “Baik,” katanya dengan nada terpaksa penuh kelicikan.
“Nikmatilah malam ini, Marina. Tapi jangan menyesal kalau semuanya berubah setelah pesta dimulai.”
Marina menatap wanita itu pergi tanpa sedikit pun rasa gentar. Ia menegakkan tubuhnya di depan cermin, membetulkan tali gaun di bahunya, lalu tersenyum lirih, berusaha melupakan apa yang barusan terjadi.
Sementara itu, di luar kamar, Rodee berjalan cepat menyusuri lorong panjang dengan wajah merah padam menahan amarah. Ia mengepalkan tangan, menatap ke arah ruang dansa di bawah sana.
Dalam pikirannya hanya ada satu tujuan, yaitu membuat Marina hancur di depan semua orang malam ini, terutama di depan ibu Antonio dan Grandma Sicilia.
***
Musik klasik mengalun lembut dari orkestra kecil di sudut aula. Lampu pesta di ruang pertemuan kediaman keluarga Zambrotta memantulkan cahaya lembut ke wajah-wajah tamu yang tersenyum sopan khas warga kelas atas.
Pesta ulang tahun Grandma Cicilia Zambrotta malam itu tampak sempurna, penuh tawa, wewangian mawar, dan kilau perhiasan dari kalung berlian jutaan dollar di leher sang wanita renta.
Di antara keramaian itu, Marina duduk di kursi sebelah kanan Grandma Cicilia, tersenyum hangat sambil sesekali bergurau dengan tamu lain yang mendekat.
“Grandma tampak luar biasa cantik malam ini,” ujar Marina lembut.
Grandma Cicilia tertawa kecil. “Ah, kamu terlalu memuji, Sayang. Aku senang kau datang. Aku tahu hubunganmu dengan Antonio … tidak selalu baik.”
“Tapi, terima kasih sudah datang. Ini adalah ulang tahunku yang ke-80. Aku tidak tahu apa tahun depan aku masih ada di sini.”
Marina hanya tersenyum kecut. “Hubungan kami baik-baik saja, Grandma. Setidaknya malam ini. Dan aku yakin Grandma akan berumur panjang.”
Di sisi lain ruangan, Sofia Zambrotta -ibu Antoni- tampak sibuk menyambut tamu-tamu kehormatan. Perempuan elegan itu berjalan dengan anggun, berbicara dengan nada ramah, hingga langkahnya terhenti tanpa sengaja di dekat sekelompok wanita sosialita yang sedang berbisik-bisik di balik gelas sampanye mereka.
“Aku dengar Marina Woodhsen punya hutang sampai puluhan ribu dollar. Ih, apa dia tidak malu menjadi kekasih Antonio dan punya hutang sebegitu banyak?”
“Serius? Dari mana kamu dengar?”
“Dari salah satu tamu di pesta ini. Dia cukup dekat dengan Antonio. Aku tidak sengaja mendengar saat dia sedang menerima telepon dari temannya.”
Ya, kalian tidak salah. Memang Rodee yang menyebar cerita tersebut.
Sofia melirik sekilas, matanya menajam, tetapi ia segera mengalihkan pandangan.
“Hanya gosip,” gumamnya pelan, melanjutkan langkah sambil menegakkan kepala. “Orang-orang selalu iri pada yang muda dan cantik dan dicintai oleh Antonio.”
Sementara itu, saat Marina menyapu pandang, Antonio sendiri tidak terlihat di mana pun.
Beberapa kali ia menoleh, tetapi hanya menemukan tempat duduk kosong di sisi kirinya. Tidak lama kemudian, Rodee pun menghilang dari kerumunan, meninggalkan segelas anggurnya di meja prasmanan.
Marina menatap kosong ke arah pintu keluar. Ia tahu ….
Ia tahu ke mana dua orang itu pergi, dan ia tidak peduli lagi.
Kebohongan demi kebohongan telah terlalu sering menghancurkan hatinya. Malam ini, ia hanya ingin duduk tenang dan memastikan pesta nenek Antonio berjalan baik tanpa drama murahan.
Waktu berlalu.
Tepat saat jam menunjukkan pukul delapan, Antonio dan Rodee kembali muncul bersamaan dari arah belakang aula. Mereka tidak berjalan berdampingan, tetapi cukup jelas bagi Marina bahwa keduanya datang dari arah yang sama.
Rambut Rodee sedikit berantakan, dan bibirnya tampak tidak terlalu berwarna, seolah baru ada yang menyapu lipstiknya dari sana.
Marina memalingkan wajah, meneguk sampanye.Tidak peduli. Tidak malam ini.
Suara Sofia Zambrotta terdengar melalui microphone. “Para tamu terhormat, mari kita berkumpul di meja tengah untuk bersama meniup kue ulang tahun ibuku, Grandma Cicilia.”
Semua orang bersorak kecil, bertepuk tangan. Grandma Cicilia berdiri dengan bantuan tongkatnya, tersenyum haru, lalu memanggil cucu kesayangannya.
“Antonio, sayang, temani Grandma meniup lilin, ya.”
Antonio berjalan mendekat, senyum riang terukir di wajahnya. Mungkin dia menjadi lebih bersemangat setelah melepas hasrat bersama Rodee entah di mana.
Semua orang mengelilingi meja besar dengan kue besar di atasnya, lilin-lilin kecil berkerlap-kerlip menambah kecantikan kue tersebut.
Antonio menggandeng tangan Marina saat melangkah menuju meja. Akan tetapi, sang wanita menepisnya kasar.
Bisikan Marina lalu terdengar, “Jangan sentuh aku dengan tanganmu yang menjijikkan itu! Aku tahu kamu baru saja bersama Rodee, ‘kan?”
Tak ada jawaban dari Antonio selain senyum dingin dan cengkeraman yang lebih keras. Setengah menyeret, ia paksa Marina untuk bergandengan dengannya menuju meja.
Suara lagu ulang tahun menggema dari awal hingga akhir.
Grandma Cicilia menutup mata, berdoa sejenak, lalu meniup lilin bersama Antonio.
“Selamat ulang tahun! Semoga panjang umur!” teriak para tamu.
Namun, tepat setelah semua lilin padam ….
MATI LAMPU …!
Gelap.
Orang-orang terkejut dan spontan memekik kaget.
Akan tetapi, ada satu teriakan yang kemudian membuat semua orang menjadi panik dan khawatir.
“AAAKH!”
Jeritan tajam menggema.
Suara sebuah benda besar jatuh terdengar, diikuti teriakan panik banyak orang yang ketakutan akibat tidak bisa melihat apa pun.
Beberapa detik terasa seperti selamanya. Dan ketika lampu akhirnya menyala kembali, pemandangan yang muncul membuat seluruh aula membeku.
Grandma Cicilia terduduk di atas lantai, menangis keras. Leher terluka di bagian samping, kulitnya memerah dan tergores.
Kalung berlian besar yang selalu melingkar di lehernya, kalung warisan keluarga Zambrotta senilai tiga juta dollar … hilang.
“GRANDMA!” Sofia berlari mendekat. “Apa yang terjadi!? Tuhanku, lehermu berdarah!”
Grandma menatap panik. “Seseorang … menarik kalungku… aku tidak melihat siapa … saat lampu padam, ada tangan menarik begitu kuat! Sakit sekali!”
Suasana seketika berubah kacau.
Para bodyguard keluarga segera menutup pintu aula.
“Tidak ada yang keluar atau masuk!” perintah komandan bodyguard keluarga Zambrotta. “Semua tetap di tempat!”
Tamu-tamu saling berpandangan cemas. Bisik-bisik mulai terdengar di segala penjuru ruangan.
“Apakah ini pencurian?”
“Bagaimana bisa di tengah pesta seperti ini?”
“Siapa yang berani melukai Grandma Cicilia?”
Antonio mencoba menenangkan keadaan. “Tolong semua tenang! Kami akan memeriksa satu per satu! Berdoalah semoga bukan orang di ruangan ini pelakunya!” desis sang Tuan Muda memandang tajam pada semua.
Marina terengah. Dia bersama Sofia dan anggota keluarga lain segera membantu Grandma Cicilia berdiri. Dia yang ada di samping nenek itu saat semua terjadi.
Satu per satu tamu diperiksa, tas tangan dibuka, bahkan ada bodyguard wanita yang khusus memeriksa sampai ke dalam pakaian para tamu.
Tidak ada yang keberatan, semua ingin cepat membuktikan bahwa mereka bukan pelakunya.
Marina berdiri diam di samping meja, berusaha tetap tenang meski suasana mencekam.
Tatapan Antonio singgah padanya sebentar, hanya tersenyum singkat yang mengatakan semua akan baik-baik saja.
Satu per satu tamu diperiksa oleh petugas keamanan, hingga akhirnya giliran Marina tiba.
“Ma’am, izinkan kami memeriksa tas Anda,” kata salah satu bodyguard sopan namun tegas.
Marina menyerahkan tas pestanya tanpa bicara. Ia tahu prosedur seperti ini wajar.
Namun ketika tas itu dibuka ….
Bodyguard itu terperangah.
Dari dalamnya, ia mengangkat benda berkilauan yang langsung membuat semua orang membeku.
“Kalung Grandma Cicilia …” katanya pelan, hampir tidak percaya, menatap kekasih Tuan Muda mereka.
Terdengarlah kemudian teriakan nyaring. “Ya, ampun! Marina mencuri kalung berlian Grandma Cicilia!”