13. Pria yang berdiri di sana

2159 Kata
Hari ini : Demi aku, dia memotong rambutnya. Manis sekali. Kemarin : My Princeku sangat menawan saat presentasi. Perhatian kecilku benar - benar menjadi moodbosternya. Helena merasakan bulu kuduknya berdiri ketika dirinya membaca setiap postingan dari Mr. P alias Peter. Kemarin dirinya melakukan presentasi saat menghadiri seminar mahasiswa fakultas kedokteran. Lalu hari ini, saat dirinya jalan - jalan ke Mall bersama Gisel, dia mampir ke salon untuk memotong rambutnya. Dan yang lebih mengejutkan ialah lelaki itu tiba - tiba mengirim pesan berupa foto dirinya yang tengah terkejut melihat ponselnya. Helena merinding tentu saja, pun dengan Gisel yang tidak bisa berkata - kata lagi. Hal ini sudah masuk ke ranah meresahkan. Dengan artian bahwa Peter adalah Stalker. Helena berniat melaporkan laki - laki itu. Tetapi untuk lebih memastikan dan membuktikan bahwa orang itu merupakan stalker, Helena melihat postingan media sosial laki - laki itu dan hal yang didapat lebih mengejutkan. Dua hari yang lalu : Aku tak suka olahraga, tapi hal itu jadi menyenangkan karena bersamanya. (Helena ingat bahwa hari itu dia tengah berolah raga ke taman dekat kosnya.) Empat hari yang lalu : Mawarku dibuang. Aku hampir lupa karena dia lebih menyukai bunga Lily. (Itu adalah ketika Peter terus menerus mengirimkannya bunga. Helena yang tak tahan langsung membuang bunga itu.) Empat belas hari yang lalu : Setelah sekian lama, aku akan menemuinya. Ini surprise untuknya. Aku akan mengajaknya kencan langsung. (Hari itu, hari dimana Peter untuk pertama kali menampakkan diri padanya lalu dengan penuh percaya diri menyatakan cinta) Dan semakin Helena menscroll postingan - postingan di bawahnya_ bahkan dari postingan tahun - tahun sebelumnya, dari sini Helena baru menyadari bahwa seseorang yang dimaksud di dalam postingan itu merupakan dirinya. Pun dengan foto profil laki - laki itu yang bergambar bunga Lily merupakan bunga kesukaannya. Ja... jadi_ pria ini sudah mengawasinya sejak lama? Ya Tuhan. Helena menutup mulutnya tak percaya pun dengan Gisel yang berada di sampingnya juga ikutan syock. Hingga akhirnya Helena mantab untuk melaporkannya kepada polisi. Namun saat dirinya menyerahkan bukti - bukti berupa akun media sosial Peter beserta pesan - pesan laki - laki itu yang dikirimkan padanya sejak lama.... Postingan - postingannya tiba - tiba hilang juga dengan segala pesan laki - laki itu. Semuanya lenyap tak berbekas. Pun dengan foto yang kemarin laki - laki itu kirimkan juga entah kenapa menghilang dari ponselnya. Karena tak ada bukti, laporannya dianggap angin lalu. Dan selama dua minggu ini semuanya tampak tenang. Helena pikir Peter pasti takut dan kapok untuk mengganggunya lagi lantaran sempat melaporkan tindakannya kepada polisi. Akan tetapi malam itu saat pesta ulang tahun temannya yang diselenggarakan di sebuah restoran, dimana pada hari itu hujan juga turun_ Helena yang datang seorang diri mendapat sebuah pesan. 'Hujan turun sangat lebat. Tidak baik pulang sendiri.' Mata Helena langsung membeliak melihat pesan dari nomer tak dikenal. Dia mengabaikan. 'Aku akan menjemputmu. Peter.' Manik Cokelat Helena bertambah melebar. Meski dirinya tadi sudah berfirasat kemungkinan siapa yang mengiriminya pesan seperti itu, tetapi tak disangka Peter dengan terang - terangan mengakui kalau itu dia. Rasa tidak nyaman sontak menjalar. Menggigit ujung bibirnya, Helena membalas pesan itu, 'Tidak usah. Aku sudah bersama pacarku. Jadi berhenti menggangguku!' 'Helen, jangan bohong! Aku tahu kau tidak punya pacar.' Tak berselang lama pesan lain muncul. 'Kau bahkan tidak berinteraksi dengan laki - laki manapun. Hanya aku kan?' Bulu kuduk Helena yang sudah berdiri, kali ini terasa merambat naik. Teman - temannya yang bersama pasangannya satu persatu mulai pulang. Helena menggigit ujung bibirnya. Mulai resah. 'Lihatlah ke depan! aku sudah datang.' Jantung Helena terasa mencelos saat perlahan dia memutar kepalanya menatap dinding kaca di depannya. Benar saja. Peter_ laki - laki itu sudah berdiri dengan jas hujan berwarna hitam membalut tubuhnya dari terpaan hujan. Helena yang merinding luar biasa tanpa sadar mundur. Kakinya sudah lemas, wajahnya pucat. Lalu saat dirinya nyaris oleng, seseorang menyangga tubuhnya agar tak jatuh. "Kau baik - baik saja nona?" Helena mendongak untuk menatap siapa pria yang membantunya, dan itulah hari dimana pertama kali dirinya bertemu dengan Jack. *** Kejadian ini membuatnya merasa de javu. Tangan Helena tanpa sadar gemetar. Bedanya jika dulu dia bertemu Jack dan sejak itu hidupnya yang terganggu oleh Peter_ perlahan - lahan menjadi tenang karena Jack melndunginya, tetapi sekarang... Helena menelan ludah. Wajahnya memucat. Siapa yang akan melindunginya? Helena mengepalkan kedua tangannya bersamaan dengan ponselnya yang berbunyi berkali - kali. Dia melirik ponselnya yang tergeletak di meja. Enggan menyentuh. Dia harus melindungi dirinya sendiri tentu saja. Dia sudah dewasa, bukan remaja tanggung seperti dulu. Dia harus melawan. Dia harus berani. Tetapi keberaniannya masih kalah dengan rasa syocknya_ bahwa laki - laki itu entah kenapa seolah selalu tahu dimana dia pergi. Ya ampun. Daniel melihat ada gemetaran di tangan perempuan itu setelah pandangannya bergulir ke dinding kaca yang menampilkan pemandangan luar cafe. Di sana tentu saja ada beberapa mobil yang berjejer. Tetapi lebih dari itu, ada satu sosok lelaki yang berdiri tegak memandangi cafe itu dalam diam. Daniel memperhatikan. Lalu.... "Dokter, apa yang ingin kau pesan? Aku sudah memilih pesananku." Seruan Daniel itu sontak menyentak rasa syoknya. Dan dia mengerjap untuk berkata, "Ahh... ya. Aku... aku!" Helena tampak linglung membaca buku menu di tangannya. "Hey dokter, apa kau gugup denganku?" Daniel menjentikkan jarinya ke depan Helena. Lelaki itu menatap jenaka, "Apa jangan - jangan kau masih mengingat peristiwa malam itu?" "Aku~." "TIDAK! Siapa bilang?" Helena seketika menatap Daniel tajam, "Jangan bahas hal itu lagi!" Daniel kemudian tersenyum. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi, "Kalau begitu pesanlah makananmu dengan tenang dokter. Bukankah hari ini kau berniat membayar hutangku?" Entah kenapa perlahan Helena melupakan rasa takutnya kemudian memesan makanannya dengan tenang. Daniel melirik ke luar dimana seseorang masih berdiri di sana. Tidak ada yang tahu apa arti dari lirikkan itu. Tetapi tentu saja netra abu - abunya memberi arti tertentu. *** Jus alpukat serta daging panggang yang dibalut saos mayonaise menjadi menu pilihan Helena. Sebenarnya dirinya memilih makanan itu secara asal. Sedangkan Daniel, hanya memesan kopi serta kentang goreng membuat sebelah alis Helena terangkat. "Hanya itu?" Sekilas Daniel menatap menu pilihannya lalu mengambil cangkir kopi kemudian menyesapnya, "Ya, ini favoritku." Helena mengernyit, "Tapi itu cuma sedikit. Jika dihitung - hitung dengan pinjamanku masih akan tesisa." Daniel terkekeh, "Dokter, kau tidak berpikir untuk mentraktirku sekali ini saja kan?" Manik kelam Helena sontak menyala. Dia menatap Daniel dengan pandangan seolah berkata, 'Apa?' Tetapi gadis itu hanya diam. Daripada mengutarakan pikirannya, dia memilih fokus kepada makanannya tetapi tidak membuat sisa - sisa kekhawatirannya menghilang. Punggungnya terasa dingin. Ponselnya telah ia silent, tetapi dia tahu bahwa beberapa pesan dan panggilan masih terus masuk. Pun dengan orang aneh yang mungkin saja masih terus berdiri di depan cafe menungguinya. Helena enggan melihat. Itu hanya akan membuatnya merinding. Apalagi dia teringat dengan ekspresi Peter serta ucapan laki - laki itu tadi padanya. Sungguh membuatnya semakin resah. "Halo Lena." Deg. Suara itu membuat jantung Helena seperti disentak. Pun dengan atmosfer aneh yang tiba - tiba mengelilingi dirinya. Helena masih membeku, dia tadi menunduk hendak manyantap dagingnya, tetapi panggilan tiba - tiba yang mendekatinya itu membuat pergerakannya terhenti. Peter kini sudah berdiri di samping mejanya. "Kau.... kau menguntitku?" Diberanikannya mendongak menatap Peter langsung. "Sudah ku bilang kan, bahwa cukup sampai kemarin. Kali ini aku tidak akan membiarkannya lagi." Balas Peter dan sekarang Helena mengerti apa arti dari kata - kata itu. Bahwa dia tahu beberapa hari ini dirinya tengah melakukan kencan buta. Lalu sekarang dia yang sempat bertoleransi tidak akan membiarkannya. Ini sungguh membuatnya.... Helena mengepalkan kedua tangannya menahan amarah. "Tunanganku bersama pria lain. Tentu saja aku~ " "Hei~." Dia menatap Peter marah meski sebenarnyaa dia sangat merinding dengan kelakuan pria itu, "Siapa yang kau sebut tunangan? Aku bukan tunaganmu." Ucapnya penuh penekanan. "Lena... jangan membuatku malu." "Kau yang membuatku malu." "Hmmm kita sudah dijodohkan." Peter melirik pria teman kencan Helena alias Daniel yang terdiam tenang menyimak, "Kita ini tunangan." Tekannya. Kali ini kalimat itu ditujukan pada Daniel. Daniel hanya mengangkat sebelah alisnya. "Keluarga kita sudah sama - sama setuju. Dan aku tahu ini~." "Kurang ajar!" Desis Helena memotong ucapan Peter. Semakin banyak pria itu bicara, semakin membuat batinnya terganggu. Wajah Helena sudah merebak. Matanya memerah dan berkaca - kaca, "Kau benar - benar kurang ajar! Sudah ku bilang aku bukan tunanganmu dan tak akan pernah menjadi tunanganmu." Atensi orang - orang yang ada di kafe itu mulai tertuju ke arah mereka. Jika itu adalah orang normal, kata - kata Helena dengan ekspresi wanita itu sekarang sudah menjelaskan penolakan serta keengganan luar biasa. Tetapi Peter seolah tidak mendengar ucapan Helena, malah atensinya kini terfokus pada jaket yang ada di samping Daniel. Peter tahu itu adalah jaket yang sama yang sempat tunangannya bawa tadi. "Jadi kau memberikan jaket pada orang lain?" Peter bergumam, "Bukan untuk aku_ tunanganmu." Helena langsung tercengang. Dia menatap Peter dan menggeleng tak habis pikir, "A... ku bukan tu... nanganmu." Helena sampai kehilangan tenaganya untuk bicara. "Lena, berhenti mengelak! Kau tetaplah tunanganku. Kita sudah lama ber~" "Cukup!" Kali ini Daniel berdiri. Semua orang di sana sudah menjadikan mereka pusat perhatian. Dengan tenang, Daniel melangkah. Berdiri menjulang di depan Peter. Peter tampak puas. Bahwa laki - laki ini akan menyingkir dan semua orang telah tahu bahwa Helena adalah miliknya. Takdirnya. Jadi.... "Helen, ayo kita pergi!" Helena tersentak saat tiba - tiba Daniel meraih tangannya lalu mengajaknya pergi dari tempat itu. Sementara Peter juga tampak terkejut, dia mengerjapkan mata beberapa kali tak menyangka bahwa pria itu akan melewatinya begitu saja dan malah menggandeng tangan tunangannya lalu mengajaknya pergi. Ini benar - benar.... "Heh tunggu sialan! Jangan bawa tunanganku!" Teriaknya yang diabaikan oleh Daniel. Setelah meletakkan uang ke kasir, Daniel keluar cafe dengan Helena masih berada dalam gandengannya. *** Hueekkk... Di toilet umum, Helena seketika memuntahkan udara kosong. Perutnya yang mendadak mual, tidak bisa dibendung lagi dan air matanya yang sedari tadi tersendat_ sudah akan mengalir. Dia menyalakan kran wastafel kemudian membasuh wajahnya namun hal itu tidak menghilangkan rasa panas di matanya menahan air mata. Daniel menyerahkan tissu kepada gadis itu. Tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya sedari tadi, selain menahan amarah_ perempuan itu juga menahan rasa frustasi, ketakutan yang perlahan - lahan bertransformasi menjadi rasa perih membuat perutnya bergejolak dan menciptakan air mata yang sudah nyaris keluar di balik mata gadis itu yang sudah berkaca - kaca. Daniel peka. Sehingga dia langsung mengajak Helena pergi. "Menangislah! Jangan ditahan!" Tutur Daniel. Dan air mata Helena perlahan mengalir. Tubuhnya yang sedari tadi gemetar tidak bisa tertutupi. Bahkan tissu yang hendak ia gunakan untuk menyeka air matanya pun_ rasa - rasanya sudah tidak mampu ia pegang. Membuat benda ringan itu terjatuh. Sebelum jatuh ke lantai_ Daniel dengan sigap menangkapnya kemudian menyeka air mata Helena yang sudah mengalir. Mungkin jika dalam keadaan normal, Helena sudah menepis tangan Daniel yang saat ini memegang pipinya dengan posisi mereka yang tentu saja begitu dekat. Akan tetapi sekarang dia membiarkan pria itu menyeka air matanya. "Tidak apa - apa, menangislah! Itu akan membuatmu lebih baik!" Tutur Daniel lagi. Tidak ada tanggapan dari wanita itu. Helena hanya terus menangis sampai dirinya puas. Batinnya benar - benar terguncang. Kecemasan, ketakutan serta tekanan sampai - sampai dia ingin meluapkan semuanya. Apalagi memikirkan jika besok bahkan mungkin seterusnya dia tetap akan bertemu dengan pria gila itu lagi. Hal itu menambah rasa frustasinya. Tangisan Helena semakin menjadi hingga beberapa orang yang hendak memasuki toilet umum pom bensin itu memilih berbalik pergi tidak jadi masuk. Beberapa menit kemudian, Helena sudah kembali tenang. Dia menunduk, "Terimakasih." Ucapnya lirih. Antara malu bahwa sekali lagi, pria ini telah melihatnya dalam keadaan kacau. Mungkin dia tidak berani menatap wajah pria di depannya lagi. "Apakah sudah?" Daniel bertanya, "Kalau sudah, akan ku antar pulang." Helena seketika mendongak. Mencengkeram lengan Daniel. Meski tak bicara, tetapi Daniel tampaknya mengerti apa yang hendak gadis itu utarakan. Pria itu kemudian menggiring Helena masuk ke mobil. Membiarkan mobilnya berjalan entah kemana sampai wanita itu merasa lebih baik dan sampai malam semakin larut dan Helena tanpa sadar tertidur di mobilnya. Daniel sejenak menghentikan laju kendaraannya. Hati - hati mengatur posisi tidur gadis itu agar lebih nyaman. Lalu netra abu - abunya menangkap ponsel Helena yang sedari tadi berkedip - kedip. Sebenarnya, Daniel tidak mau lancang ingin mengambil. Akan tetapi rasa penasarannya tiba - tiba muncul. Akhirnya Daniel meraih ponsel Helena lalu melihat ada puluhan panggilan tak terjawab serta puluhan pesan - pesan masuk di sana. Pesan dan panggilan dari nomer yang tidak tersimpan di ponsel wanita itu. Sepertinya Daniel bisa menebak siapa pengirimnya. Lalu sudut matanya, melirik ke belakang. Sepertinya sedari tadi ada mobil yang mengikuti mereka. Akan tetapi dengan tenang, Daniel masih diam melihati ponsel wanita itu. Netra abu - abu Daniel berkilat saat melihat sesuatu yang aneh di sana. Hanya sekilas, dia tahu bahwa ponsel wanita ini telah disadap. Bukan hanya sadap lokasi biasa_ bahkan seluruh panggilan serta pesan - pesan yang masuk dan dikirimkan ke ponsel wanita itu telah disadap. Yang lebih gila ialah, alat tersembunyi yang dipasang di sana yang membuat ponsel itu layaknya cctv apabila kamera dinyalakan. Sudut bibir Daniel terangkat. Matanya berkilat. Sesuatu seperti ini...... benar - benar kecil baginya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN