Ch.10 Kamu Berbeda

2458 Kata
BAB 10 Kamu Berbeda Liora tergagu, gugup. Pertanyaan Christian barusan membuat tubuhnya kaku. “Ce-cemburu? Aku cemburu hanya karena bunga ini? Tentu saja tidak,” jawabnya terbata-bata dengan wajah memerah. Ia berusaha mengalihkan pandangan, tetapi jantungnya berdetak semakin keras. Terlihat kerongkongan menelan saliva berkali-kali, sepertinya sedang berusaha menenangkan diri. Christian tersenyum, mengerutkan kening sekaligus menyipitkan mata, jelas tak percaya. Punggung gagahnya bersandar ke kursi, suara pelan penuh godaan mengembang. “Benarkah kamu tidak cemburu?” “Padahal, ekspresi wajah dan nada bicaamu saat meletakkan bunga itu di mejaku sudah cukup menjawab.” “Jangan asal menuduh, Tuan Xu,” potong Liora cepat, sengaja memanggil Tuan Xu untuk menunjukkan perubahan dalam situasi pembicaraan mereka saat ini. Ia berusaha menjaga harga diri, tetapi suaranya justru terdengar lebih gugup, seolah kehilangan kekuatan. Yang mana itu memperlihatkan isi hati sesungguhnya. “Untuk apa saya cemburu? Memangnya kita ada hubungan apa? Saya hanya karyawan sementara Tuan adalah bos saya. Jadi, tidak mungkin saya cemburu.” Christian bangkit berdiri. Langkah diayun tenang, mendekat penuh intimidasi yang lembut. “Aku tidak asal menuduh, Liora. Aku membaca bahasa tubuhmu dengan sangat baik.” “Aku tahu kamu kesal, kamu jengkel saat aku mengatakan bunga ini cantik secantik yang mengirim. Yang mana memang Amanda Lilac adalah wanita yang sangat cantik,” kekeh Tuan Xu kembali menggoda. Ia berhenti melangkah saat tubuh maskulinnya sudah ada di belakang Liora. Dengan sengaja mendekatkan wajah ke tengkuk harum, bibir bersentuhan dengan helai rambut hitam yang halus. “Akui saja, kamu ingin tahu kenapa bunga itu ada di sini. Kamu ingin tahu sebenarnya apa hubunganku dengan Amanda Lilac. Mengingat sudah begitu banyak gosip menyebar di internet dan di kantor ini mengenai hubunganku dengannya.” Napas Liora memburu. Mata terbelalak, tetapi bibir terkunci rapat. Ia tidak percaya bahwa Christian seperti bisa membaca pikirannya. Memang dia ingin tahu apa gosip itu benar. Apa bosnya yang digandrungi begitu banyak wanita ini sungguh ada hubungan dengan artis terkenal tersebut atau bagaimana. Lalu, suara Tuan Xu terdengar lagi. Soft … lembut dan berbisik di telinga. “Itu bukan sikap seorang resepsionis biasa. Itu adalah sikap seorang wanita yang sedang cemburu.” Jemari Christian merengkuh sangat pelan di pinggang Liora. Merayap hingga ke depan, memeluk terlalu lembut hingga menghadirkan debaran menggila, sekaligus kebekuan karena wanita itu tidak bisa bergerak sama sekali. “Itu adalah sikap seorang wanita yang mulai jatuh cinta, dan takut prianya didekati oleh wanita lain. Itu adalah sikap seorang wanita yang takut kehilangan.” Liora semakin gelisah. Ia memaksa diri untuk menepis jemari bosnya di depan pinggang. Badan cepat dibalik, berhadapan, lalu mundur setapak. Matanya menatap nanar, tetapi tidak ada apa pun yang bisa dikatakan. Hanya terengah seolah tengah berada di sebuah ruangan teramat panas. Langkah Christian terus maju hingga jarak mereka begitu dekat. Saat kaki Liora sudah mengenai meja kerjanya dan tidak bisa ke mana-mana lagi, ia makin bersemangat memojokkan sang resepsionis. Tapak kaki pria itu terus melangkah ke depan hingga Liora terus mundur, padahal sudah tidak bisa ke mana-mana lagi. Ia sampai akhirnya terduduk di atas meja kerja Christian, lalu dua lengan kekar sang CEO segera mengurung di sisi kanan dan kiri. “Masih mau bilang kamu tidak cemburu?” desis Tuan Xu menyeringai, mendekatkan paras tampannya ke wajah cantik hingga mereka bisa merasakan embusan napas satu sama lain. Liora menggeleng. Wajahnya dipalingkan karena tak kuat kalau berhadapan sedemikian dekat. “Itu … itu hanya bunga. Tidak ada hubungannya denganku,. Aku … iya, aku tidak cemburu,” ucapnya lemah, mencoba bertahan. Christian terkekeh pelan. Jemari menyentuh dagu lembut berkulit putih, lalu ia arahkan wajah yang berpaling itu agar kembali menghadapnya. Setelah mereka kembali berhadapan, ia menatap dalam ke mata Liora. “Kalau tidak ada hubungannya, kenapa kamu membawa bunga itu sendiri ke sini? Kamu bisa menyuruh security atau OB yang membawanya kemari.” “Dan … kenapa wajahmu begitu cemberut?” Liora terdiam. Bibirnya bergerak seakan ingin mengucap sesuatu, tetapi tidak ada kata keluar. Tubuhnya terasa kaku, seperti terperangkap oleh tatapan pria itu. Yang mana memang dia terperangkap karena dikurung oleh dua lengan kekar berbalut jas mewah berwarna cokelat tua. Christian kembali terkekeh pelan, lalu mendekatkan bibirnya di telinga sang resepsionis sambil berbisik. “Kamu memang tidak pandai menyembunyikan perasaan.” Wajah Liora semakin panas. Ia memalingkan wajah sekali lagi, berusaha mencari jalan untuk lepas dari situasi yang membuatnya salah tingkah. “Aku hanya ingin tahu ruangan kerjamu seperti apa. Itu kenapa aku membawa bunganya kemari.” Christian tersenyum semakin angkuh dan deru napasnya semakin memburu. Semakin Liora menyangkal semakin ia ingin menggugurkan sangkalan tersebut. “Alasan yang bagus. Tapi, aku tidak sebodoh itu untuk percaya. Kamu … ya, kamu cemburu, Liora. Dan aku suka melihatmu seperti ini.” Nada suaranya kemudian menurun, memberikan kesan menenangkan. “Kamu harus tahu sesuatu. Aku tidak pernah melihatmu hanya sebagai karyawan. Aku ingin lebih dan kamu tahu itu. Lebih dari sekadar bos dan resepsionis.” CEO itu menggerakan tangan, menyentuh lembut pergelangan Liora. “Aku tahu kamu takut denganku. Tapi, aku juga tahu dinding hatimu sudah mulai runtuh. Aku bisa merasakannya setiap kali kamu menatapku, setiap kali kamu gelisah karenaku.” Ingin pingsan saja rasanya. Semakin lama berdekatan semakin dia merasa sesak karena debaran jantung terlalu kencang. Liora menarik napas dalam, berusaha menenangkan hentakan jiwa yang semakin mengguncang. “Chris … tolong, jangan memaksaku.” Pria tampan menggeleng. “Aku tidak akan memaksamu. Tapi, aku juga tidak akan berhenti menunjukkan bahwa aku benar-benar menginginkanmu. Aku tidak pernah segila ini pada wanita mana pun.” Liora terpaku. Ada kejujuran di balik suara berat itu. Kejujuran yang membuat hatinya bergetar sekaligus bingung. Tiba-tiba Christian tersenyum kecil, lalu berkata, “Aku punya kejutan untukmu. Aku jemput jam tujuh malam di apartemenmu. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan.” “Kejutan? Kejutan apa?” engah Liora menatap penasaran. “Kalau kukatakan sekarang, namanya bukan kejutan,” tawa Christian, lalu melepas kurungannya dan melangkah mundur beberapa tapak. “Jam tujuh, tunggu aku di lobi apartemenmu, oke?” Liora menarik napas panjang, lalu mengangguk perlahan. “Baiklah, jam tujuh ya? Oke, aku akan ikut makan malam denganmu.” Christian langsung tersenyum lebar, sorot matanya berbinar. “Itu jawaban terbaik yang kudengar hari ini.” *** Malam itu setelah menjemput Liora, sekitar setengah jam kemudian mobil Christian berhenti di parkiran sebuah gedung apartemen mewah di kawasan Manhattan, tidak jauh dari kantor X-Tech Company. Christian keluar lebih dulu, kemudian membukakan pintu mobil untuk resepsionisnya. “Ayo, turunlah. Malam ini aku ingin menunjukkan sesuatu padamu,” ujarnya dengan bersemangat. Liora ragu, matanya menatap sekitar yang begitu asing. “Kita … kita makan malam di sini?” tanyanya lirih, hati berdebar tidak karuan. “Tapi, ini gedung apartemen. Bukan restoran atau café?” Tuan Xu hanya tersenyum samar, lalu mengulurkan tangan. “Percayalah padaku, Liora. Iya, ini apartemen. Lalu, kenapa? Memangnya tidak boleh makan malam di apartemen?” Dengan gugup, Liora akhirnya pasrah dan menerima uluran itu. Mereka melangkah masuk ke dalam gedung yang berkilau dengan nuansa putih emas mewah. Semua tampak berkelas, membuat Liora merasa dirinya hanyalah sebutir debu di sana. Lift berhenti di lantai cukup tinggi. Saat pintu terbuka, Christian berjalan sambil menggandeng wanita itu. Merasakan tangannya digandeng mendadak, Liora reflek menarik. Akan tetapi, Tuan Xu menoleh, tersenyum smirk, dan menggenggam lebih erat. Ia seolah berkata gandengannya adalah sesuatu yang tidak bisa Liora tolak. Maka, kepala berambut hitam panjang tertunduk, tak berani melawan sorot tajam tersebut. Mereka masuk ke sebuah apartemen luas. Liora tertegun ketika melihat balkon terbuka lebar dengan meja makan yang dihiasi lilin, bunga, serta beberapa hidangan mewah. Ia menutup mulutnya dengan tangan, takjub dengan betapa semua telah disiapkan oleh bosnya, hanya untuk dia. “Apa ini … apartemenmu?” tanya Liora dengan suara terengah, setengah kagum setengah takut. “Kita akan makan malam di sini?” Christian tidak menjawab itu apartemen milik siapa. Ia hanya tertawa kecil, tetap menggandeng resepsionis cantiknya melangkah ke balkon. Di sana, ia menarik kursi, lalu menoleh. “Duduklah. Malam ini hanya untuk kita berdua.” Nona Zheng ragu beberapa detik, tetapi akhirnya duduk. Saat Christian menuangkan red wine ke gelas cembung, ia merasa jantungnya hampir melompat. Dirinya bukan tipe yang terbiasa dengan kemewahan ini. CEO muda duduk di seberang, lalu mengangkat gelasnya. “Bersulang, untuk … untuk masa depan kita, bersama.” Mata Liora terbelalak. Kalau dia bersulang, berarti dia mengiyakan. Kalau tidak mau bersulang, kesannya kasar. Yang ada di pikirannya adalah betapa repot bosnya itu mempersiapkan semua makan malam ini. Mulai dari buket mawar mengelilingi balkon, lilin temaram, wewangian romantis, hingga dekorasi manis lain yang mengias sekeliling. Belum lagi beberapa makanan yang diletakkan di atas meja masih terasa hangat. Dia benar-benar tidak tahu bagaimana Christian bisa melakukan semua ini. Satu yang pasti, baginya pasti pria itu sungguh repot mempersiapkan semuanya. Karena dia tidak tahu, cukup menyuruh Jihoon dengan satu kalimat, maka seperti sulap, semua ini mendadak menjadi nyata. Karena mengira Christian sudah bersusah payah itulah, Liora merasa tidak enah sendiri kalau tidak mau bersulang. Bingung jadinya …. Namun, dia menemukan kalimat lain untuk menerima ajakan bersulang tersebut. “Aku mau kita bersulang untuk kebahagiaan di masa depan.” Christian tertawa singkat, lalu mengangguk. “Ya, baiklah, untuk kebahagiaan. Dan aku harap kebahagiaan itu berarti aku dan kamu, bersama.” Sambil menggigit bibirnya yang dipoles warna merah terang, Liora menyentuhkan gelas cembungnya ke milik Tuan Muda Xu. “Mari kita makan malam dulu. Kamu pasti sudah lapar, ‘kan?” “Ya, baiklah,” angguk wanita itu tersenyum. Mereka menyantap hidangan malam dengan obrolan ringan. Christian beberapa kali memuji kecantikan Liora seperti biasa, sementara gadis itu berusaha menutupi rasa gugupnya dengan menunduk. Selesai makan, Christian berdiri dan berjalan ke sudut ruangan. Ia menekan tombol remote, lalu terdengar alunan musik romantis era 90-an. My Heart Will Go On milik Céline Dion. Lagu itu mendayu, mengisi ruangan dengan atmosfer penuh perasaan. Playboy itu mengulurkan tangan, senyumnya hangat. “Dance with me,” pintanya mengulurkan tangan. Liora langsung cepat menggeleng. “Aku tidak bisa berdansa.” “Biar aku yang menuntunmu. Ini bukan dansa samba atau waltz,” kekehnya. “Hanya dansa yang … ini adalah dansa untuk kita saling berdekatan, menikmati malam dengan iringan musik sendu.” “Tidak, aku sungguh tidak bisa.” Masih saja Liora menolak karena bayangan dirinya berdansa sedemikian dekat dengan Christian terlalu menyesakkan. Atau bisa dibilang terlalu menakutkan. Kenapa? Karena dia sendiri sadar sudah begitu banyak tembok pertahanan yang diruntuhkan pria ini. Sebuah dansa mendayu dikhawatirkan bisa merobohkan total semua perlindungan diri. Kita semua tahu bahwa banyak ciuman pertama terjadi di saat berdansa, bukan? “Ayolah, Gorgeous. Ini hanya sebuah dansa, jangan terlalu takut. Aku tidak akan berbuat apa pun kepadamu.” Wajah Liora memerah mendengar panggilan kesayangan itu. Ia hendak menolak lagi, tetapi Christian tidak memberi kesempatan. Tangan hangat sang CEO merengkuh mendadak, lalu menariknya perlahan berdiri. Awalnya Liora kaku. Tangannya lemas nyaris gemetar saat diletakkan di bahu Christian. Akan tetapi, pria itu membimbing dengan penuh kesabaran, dan melingkarkan satu tangan di pinggang ramping, menuntunnya mengikuti irama. “Lihat? Tidak sulit, bukan, untuk berdansa?” bisik Christian lembut. “Kamu tidak perlu bergerak, sama seperti waktu yang kuharap juga tidak bergerak. Supaya kita bisa selamanya ada di saat seperti ini.” Detik demi detik berlalu, langkah kecil dan gerakan mengayun pelan mereka semakin selaras. Lalu, Liora bisa merasakan keningnya bersentuhan dengan kening Christian. Bisa merasakan napas hangat pria itu menerpa wajahnya, hingga membuat napasnya sendiri memburu. “Kamu tahu kenapa aku membawamu kemari?” ucap Tuan Xu berbisik. Dua telapak tangannya melingkar semakin erat di pinggang ramping. Tak mampu menjawab, Liora hanya terus menunduk dan menggeleng. Menarik satu napas panjang, yakin bahwa momen ini sudah teramat syahdu, yakin bahwa wanita itu tidak akan menghindar … bibirnya mengecup kening lembut sang resepsionis. Benar saja, meski ia bisa merasakan bagaimana tubuh wanita itu terhentak kaget, tetapi tidak ada protes atau keberatan apa pun yang ditunjukkan. Liora sudah menyerah, itu yang dia yakini. Maka, ucapannya lanjut terdengar bersama bibir yang masih menempel di kening. “Aku mengajakmu ke apartemen ini, karena mulai sekarang, kamu akan tinggal di sini.” Liora tersentak. “A-apa? Kamu bercanda, ‘kan?” “Aku tidak pernah bercanda kalau sudah menyangkut masalah sepeti ini. Apartemen ini untukmu tinggal. Aku tidak mau kamu tinggal di kandang tikus itu lagi, Gorgeous.” Terengah, napas kian memburu. Mata Liora berkaca-kaca. Ia tak pernah membayangkan seorang pria seperti Christian Xu, seorang CEO, seorang playboy … lelaki seperti itu bisa melakukan sesuatu yang begitu serius untuknya. “Kenapa … kenapa aku?” tanyanya hampir menangis. “Aku masih tidak mengerti kenapa kamu melakukan ini semua padaku.” “Aku merasa takut. Aku takut kamu hanya mempermainkan aku. Memberiku semua yang diimpikan seorang gadis dari desa, kemudian kamu membuangku begitu saja di pinggir jalan seperti seekor anjing di saat kamu sudah tidak menginkanku lagi.” Mendengar itu, hati Christian teriris pelan. “Aku tahu aku memiliki reputasi yang buruk mengenai wanita,” tanggapnya, lalu menangkup wajah sendu Liora. Ia menatap ke mata bundar indah yang sedang berkaca-kaca. “Dan aku tidak menyalahkanmu karena memiliki berbagai keraguan tentangku. Kalau aku di posisimu, aku juga akan merasakan hal yang sama.” “Tapi, aku berkata jujur, aku belum pernah segila ini pada wanita mana pun. Saat aku melihatmu di kantor untuk pertama kalinya, aku langsung jatuh cinta padamu, Liora.” Senyum Christian sedemikian lirih, membuat semua yang ia ucapkan terasa sebagai sebuah kejujuran. “Dan di saat kamu menolak untuk tidur denganku, di saat kamu menangis di atas ranjangku, aku semakin jatuh cinta.” Dua ibu jarinya mengusap pipi merona merah. “Kamu berbeda, itu intinya. Kamu berbeda dari semua wanita yang aku kenal. Kamu tidak punya apa-apa, kamu hidup berkekurangan, tapi kamu tidak ingin memanfaatkan aku untuk memenuhi kebutuhanmu.” Bibir Christian kembali mengecup kening Liora dan ia rengkuh tubuh molek masuk ke dalam pelukannya. “Aku sungguh ingin menjadikanmu milikku. Hanya milikku. Please? Setiap aku melihat karyawan kantor melirikmu, menggodamu, aku ingin memecat mereka semua.” Liora tertawa pelan mendengarnya. Ia bayangkan apa jadinya kalau seluruh karyawan lelaki di X-tech dipecat hanya karena tersenyum padanya. Di dalam pelukan Tuan Xu, di dalam dekap hangat dengan aroma kesegaran ocean yang meluluhlantakkan barisan karang pelindung hati, ia mulai menemukan kenyamanan. Namun, meski keinginan untuk menerima semua rasa dari Christian terus menggebu, logikanya teringat sesuatu. Teringat pada apa yang dikatakan oleh Bernice serta Minerva tempo hari. Tak yakin harus dia tanyakan atau tidak, takut Christian marah. Akan tetapi, dia merasa harus mencari kejelasan sebelum benar-benar menerima -yang katanya- cinta dari sang CEO. Wajah terdongak, mengadu pandang dengan bos tampannya. “Bo-boleh aku bertanya sesuatu?” “Hmm, tanya saja,” angguk Christian. “Aku mendengar kamu selalu memberi tiga syarat pada wanita jika ingin berhubungan denganmu. Satu, tidak ada cinta. Dua, tidak ada ikatan. Dan tiga, tidak ada kehamilan.” “Bisakah kamu menjelaskan padaku? Apakah semua itu benar?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN