Hello, Cinta 15

2805 Kata
Terkadang memang apa yang kita lakukan di hadapan orang lain akan slalu terlihat salah. Itulah yang sekarang di rasakan oleh Atha. Atha menghembuskan napas saat mendengar omelan Kemal yang kemarin dia langsung pergi begitu saja tanpa pamit. Cassandra yang ada di samping Atha hanya bisa mengelus punggung tangan temannya itu untuk menenangkan. Atha menatap Kemal yang berbeda hari ini, dia terlihat berantakan dan matanya enggan menatap matanya. Atha tahu pasti ada sesuatu yang terjadi pada pria itu, karena tidak mungkin Kemal sampai harus berteriak-teriak memarahi semua orang. Cassandra menatap Kemal dengan pandangan kasihan, lalu mau bagaimana lagi? Kenyataan memang begitu menyakitkan tapi yah itu harus di terima dengan lapang d**a. Hanya karena sebuah kesalahan dimana Atha pergi setelah makan siang pria itu mengamuk seperti banteng tidak mendapatkan jatah makannya. Cassandra tau Kemal memiliki perasaan lebih terhadap Atha tapi, apakah harus tidak profesional seperti ini? Bukan hanya Atha yang mendapat ceramah pria itu namun semua bawahannya langsung di berikan omelan yang tiada henti. Ini sudah hampir 1 jam mereka mendapat bentakan, makian bahkan hinaan tapi mereka mengabaikan apa yang di bicarakan oleh atasan mereka. "Apa kalian mengerti?" tanya Kemal tegas. "Mengerti, Pak." "Kalau begitu sekarang kalian bubar. Jangan lupa tugas masing-masing sore ini harus sudah selesai. Untuk kamu Atha jangan lupa lusa kamu sudah harus ada di bali." "Baik, Pak." Kemal langsung pergi lalu masuk kedalam ruangan. Helaan napas terdengar dengan keras. "Baru kali ini gua liat Kemal se-marah itu?" Damar mendekat ke arah Atha dan Cassandra. "Entah. Mungkin emang kitanya aja yang teledor dalam bekerja." jawab Atha. "Tha kerjaan kita bahkan nggak serumit apa yang dia rumit kan. Tapi kenapa dia harus ngeluarin kata-kata yang gua benci itu?" Keluh Damar. Emosi sekali Damar saat Kemal bersikap seperti itu. Jika tidak ingat sedang di kantor sudah babak belur pria itu. "Yah sabar aja. Mungkin dia lagi khilaf." "Khilaf kenapa? Yah harusnya dia profesional dong, kalau punya masalah pribadi ngapain kita yang kena getahnya." Heran sekali Damar. Baru kali ini Kemal bersikap seperti itu. "Kan biasa. Rakyat kaya kita gini mah bisanya cuman manut aja, satu kata keluar dari bibir surat SP siap melayang di atas meja." Damar berdecak, "Lo bener." Setelah itu Damar berlalu pergi meninggalkan Cassandra dan Atha yang saling bertatapan. Mereka tersenyum geli melihat bagaimana Damar menggerutu seperti seorang wanita yang tidak di berikan jatah bulanan. Sebenarnya Cassandra dan Atha pun sama kesalnya tapi mau bagaimana lagi, mereka tahu posisi saat di kantor. Cassandra langsung menarik lengan Atha untuk berjalan ke meja mereka. "Baru kali ini Kemal hilang kontrol." "Iya. Punya masalah apa sih dia sampai kaya gitu?" "Sorry, Tha. Gua harus ngomong ini sama lo." Atha menaiki salah satu alisnya melihat Cassandra yang menghembuskan napas kasar. "Emangnya kenapa?" "Gua tadi pagi ke Rumah lo." "Hah? Ke rumah gua?" tanya Atha bingung. "Tapi kami nggak jadi masuk." "Kami?" "Gua sama kemal." "Kenapa?" Cassandra meringis, "Gua sama Kemal liat Lo sama seseorang." Sungguh Cassandra tidak bermaksud kurang ajar untuk mengetahui hubungan seseorang dengan cara yang tidak sopan. Tapi tadi pagi Cassandra di telepon oleh Kemal untuk ikut ke rumah Atha dan dia pun mengiyakan. Sampai akhirnya suatu pemandangan yang membuat Cassandra langsung menatap ke arah Kemal merasa kasihan. Cassandra tidak tau jika Atha sudah memiliki seseorang yang spesial di hatinya. Karena selama ini Cassandra tahu jika temannya itu bukan lah wanita yang gampang dekat dengan pria lain. Namun saat melihat apa yang ada di depan matanya Cassandra yakin jika Atha sudah menemukan seseorang yang cocok dengannya. Karena Cassandra sangat tau pria itu lah yang mengantar Atha dan membawa pergi temannya. Setelah kejadian itu, Kemal mulai berulah, bahkan sampai di kantor pria itu masuk kedalam ruangnya dengan bantingan pintu sangat kuat. Memang jika melihat dari finansial pria itu lebih memiliki segalanya bahkan terlihat sempurna. Namun Kemal pun tidak kalah sempurnanya dari pria itu. Hanya mungkin keberuntungannya tidak berpihak padanya. Atha tercenung mendengar cerita yang di lontarkan oleh Cassandra. Dia mengigit bibirnya merasa tidak enak hati. Bagaimana lagi? Dia pun tidak tau jika kejadiannya akan seperti ini. Atha dan Mail memang baru kenal beberapa minggu tapi sudah memutuskan untuk berpacaran. Atha tahu keputusannya memang tergesah-gesah tapi entah kenapa dia bisa memutuskan secepat itu. Kemal pria baik, dan Atha yakin pria itu akan mendapatkan wanita yang lebih baik lagi dari nya. Sungguh bukan maksud hati untuk menyakiti, tapi bagaimana lagi hati tidak akan mungkin bisa di paksakan. "Gua harus gimana sekarang, San?" tanya Atha dengan lirih. "Yah nggak gimana-gimana. Jalanin aja sih hubungan lo sama pacar baru lo ini." ujar Cassandra. "Terus gimana sama Kemal?" "Tha di setiap hubungan pasti ada satu hati yang terluka. Berkorban dan berjuang, dua kata itu emang di tempatkan buat setiap hubungan. Mungkin di sini Kemal awalnya berjuang buat dapetin lo tapi ternyata perjuangannya nggak bisa sampai akhir, karena lo udah dapetin seseorang itu. Itu artinya posisi Kemal lagi tahap berkorban, dia harus berusaha mengorbankan wanita yang dia cintai demi kebahagiaan wanita itu. Mungkin sakit tapi dia emang harus melakukannya. Cinta itu nggak bisa di paksakan." "Apa gua harus minta maaf sama kemal?" "Buat apa?" "Karena gua nggak bisa bales perasaannya." "Percuma Tha, Lo minta maaf sama dia pun nggak akan mungkin nge-balikin keadaan. Sekarang lo udah punya orang lain, kalau nanti lo minta maaf sama dia terus tiba-tiba dia bilang nggak maafin lo, lo mau gimana?" Atha menatap Mata Cassandra lalu meringis. Benar juga yang di katakan temannya itu. Kenapa di saat genting seperti ini otaknya tidak mampu berpikir? "Terus gua harus apa? Gua nggak enak sama Kemal, San. Kalau misalkan kita canggung kaya gini, kerjaan pun nggak akan bisa selesai." Cassandra menepuk bahu Atha. "Pilihan itu ada di tangan lo, Tha. Semua sesuatu yang udah terlanjur maju nggak akan mungkin bisa kembali mundur. Gua cuman berpesan jangan terlalu baik sama orang, karena suatu saat orang yang kita baiki malah balik nyerang kita." ujar Cassandra. Ternyata apa yang selama ini Atha takutkan dekat dengan orang kantor itu salah, dia memang gampang dekat dengan banyak orang, hanya saja mungkin kentara sekali menjaga jaraknya. Terlihat saat itu bahkan Cassandra ingin menjadi temannya padahal mereka memang sudah berteman. Atha orangnya tidak enakkan, kalau menurut dia salah dan kata orang lain tidak, tetap saja dia harus meminta maaf. Cassandra tau jika Atha memang seperti itu orangnya, tidak enakkan. Padahal menurutnya yeah sudah biarkan saja kalau memang hati sudah memilih. Percuma kita memaksakan kalau akhirnya tidak bahagia. Toh orang yang mencintai kita pun harus sadar bahwa bahagia orang yang di cintainya bukan bersamanya. "Udah ah ayo. Kita harus selesain tugas kita, kan lo tau sendiri tadi Kemal minta apa." Atha menganggukkan kepalanya, kembali melangkah yang sempat tertunda. Atha masih kepikiran dengan cerita yang Cassandra sampaikan. Sungguh Atha tidak tau jika ada orang yang datang ke rumahnya tanpa dia sadari. Saat tadi pagi memang Atha dan Mail bercanda sampai adegan dimana Morning kiss terjadi. Tapi sungguh bukan maksud ingin melukai hati kemal, karena apa yang dia lakukan tidak ada sangkut pautnya dengan menyakiti Kemal. Atha mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Matanya memandang layar di komputernya yang sudah menyala. Jika seperti ini pasti pekerjaannya tidak akan selesai. Atha menghembuskan napas dengan kasar. Oke! Atha, mari kita mulai. Pekerjaan yang menentukan masa depan lo. Baru saja tangannya akan mengetik, ponselnya bergetar di samping komputernya. Atha meliriknya lalu membulatkan mat saat tau siapa yang mengirim pesan kepadanya. Dia mengambil ponselnya lalu membuka pesannya. My Hubby ? Honey nanti makan siang gua jemput yah? Gua kangen ??? Atha meringis saat melihat nama pria itu di nama kontaknya. Kapan dia menyimpan nomor ponsel pria itu? Dan astaga, kenapa dia seenaknya membuka privasinya? Me Gua banyak kerjaan, Mali. Nggak bisa makan siang bareng, Sorry. Atha menyimpan ponselnya. Sebenarnya sih bukan banyak kerjaan, hanya saja entah kenapa dia masih merasa canggung dengan peristiwa saat tadi pagi. Atha memegang pipinya yang terasa panas, bagaimana jantungnya berdebar sangat kencang? Jantungnya berdebar memang sering terjadi bersama Adit tapi sekarang bersama Mail pun jantungnya pun melakukan hal yang sama. Atha mengerjap saat ponselnya kembali bergetar. My Hubby ? Kerjaan? Padahal kerjaan cewe tuh cuman tinggal ngangkang aja, urusan pekerjaan kan Cowo yang bertanggung jawab. Atha meraih ponselnya saat melihat notifikasi di layar kuncinya. Dia meremas ponselnya gemas. Astaga! Bahkan tidak hanya aslinya saja Pria itu c***l ternyata di pesan yang dia kirimkan tidak akan pernah jauh dari dua hal itu. Me Nggak usah dateng! Gua lagi sibuk! Kalau lu dateng ke rumah atau ke kantor liat aja gua sembelih lo pake pisau dapur ? My Hubby ? Sadis anjir. Gua kan cuman ngajak lo makan siang Non bukan ngajak lo melimpir ke hotel. Me Nggak ada makan siang! Gua diet. My Hubby ? Diet? Masa sih? Nggak percaya gua. Mana ada orang diet tadi pagi makan nasi goreng sampe penuh gitu piringnya ? Atha yang kembali mendapat balesan dari Mail melemparkan ponsel itu kedalam laci mejanya. Tidak ingin membalas apapun yang di katakan pria itu. Jika di tanggali bisa bahaya, bahaya kerjaanya kapan akan selesai, dan bahaya jika dia kalap lalu mencari pria itu untuk di bunuh. Atha memasang Earphone di telinganya, bodo amat jika nanti Kemal menegurnya siapa yang peduli. Hatinya sedang bergejolak, perasaanya sedang ingin mengamuk, akhirnya dia fokus pada pekerjaannya. ??? Mail memanyunkan bibirnya saat sang kekasihnya hanya membaca Pesannya. Bodo amat, walaupun Mail di larang untuk datang, dia akan datang. Memangnya siapa yang peduli dengan larangan kekasih barunya itu. Mail melemparkan ponselnya dengan kasar ke atas meja. Matanya terpejam merasakan kantuk yang dia rasakan. Baru saja dia akan terbang ke alam mimpi, ketukan heboh di pintu membuatnya mendegus sebal. Siapa yang berani menganggunya di saat dia sedang ingin sendiri? "MASUK." Mail berteriak pada orang yang ada di luar. Pintu terbuka dengan lebar, bahkan sepertinya dengan kekuatan penuh sampai pintu terbanting keras. Maik menaiki salah satu alisnya melihat satu wanita cantik dengan pakaian sexynya menatapnya penuh amarah. "Maaf, Bos. Saya bukannya nggak mau larang tapi pasti Bos denger gimana dia ngetuk pintunya kaya mau robohin satu gedung perusahaan." ujar Lasmini yang ikut masuk tergesah-gesah di belakang. . Mail tertawa lalu mengangguk, "Nggak apa-apa. Lain kali kalau ada orang yang gini lo langsung seret aja." "Siap laksanakan, Bos." Lasmini menghormat pada atasnya dengan cengiran lebarnya. Mail tersenyum melihat kelucuan yang di lakukan sekertaris lugunya itu. "Ya udah, lo boleh balik ke meja lo." "Baik, Bos." Lasmini mengangguk. Memutar badannya lalu memeletkan lidahnya pada wanita yang menatapnya dengan penuh amarah. Lasmini sebal sekali dengan wanita itu, sudah tau di larang masih saja keras kepala. Jika Bosnya sudah memberikan izin pasti dia akan melakukannya dengan senang hati. Pintu tertutup dan hanya tinggal Mail dengan Wanita yang menatapnya dengan tajam. "Kamu kemana aja Mail? Aku cari kamu setiap saat tapi kamu nggak bisa aku hubungi." "Ada apa Dira?" tanya Mail tanpa menjawab pertanyaan wanita itu, Dira namanya. "Ada apa katamu? Apa kamu nggak merasa bersalah sama acara pertunangan kita bulan lalu, hah? Apa kamu nggak mau minta maaf atas kelakuan b******k kamu itu buat keluargaku malu?" "Kenapa gua mesti minta maaf? Sorry banget, gua nggak pernah setuju sama acara pertunangan itu. Dan untuk masalah keluarga lo yang malu, itu urusan sendiri, ngapain gembar gembor kemedia kalau lo tunangan gua. Malu sendiri kan lo." Dira mengepalkan tangannya. Dia menatap penuh kebencian pada pria yang sudah membuat hidupnya sengsara. Bahkan Film dan Pemotretan yang seharusnya menjadi miliknya sekarang berpindah pada orang yang dia benci. "Oke, aku salah, karena udah buat kebohongan tentang aku tunangan kamu. Aku tau setelah pertemuan kita di hotel semuanya udah usai. Tapi aku nggak bisa kamu buang gitu aja, aku rela putus sama Bagas demi kamu. Tapi sekarang apa yang kamu lakuin? Kamu dengan brengseknya merusak semua kerja keras aku selama ini." ujar Dira dengan membara. Mail tertawa keras mendengar ucapan Dira. Dia menatap wanita itu dengan pandangan mencemoohnya, matanya meneliti dari atas sampai bawah lalu kembali lagi ke atas. "Gua sama sekali nggak pernah nyentuh kepopuleran lo selama ini. Gua nggak peduli juga dengan kebohongan yang lo buat tapi untuk urusan kehancuran itu lo bisa tanyakan sama orangnya langsung." "Apa maksud kamu?" Mail mengangkat bahunya. Tidak lama ketukan pintu kembali terdengar. "Masuk." "Bos di luar ada Om ganteng." "Maksud kamu?" "Eh ... maksud saya ada Bos Bagas." Mail terkekeh geli melihat Lasmini yang tersenyum malu saat mengatakan itu. "Suruh dia masuk aja, Min." "Iya, Bos." Pintu kembali tertutup. Beberapa detik kemudian pintu terbuka menampilkan sosok Pria yang hampir sama dengannya dalam bentuk fisik namun masih lebih tampan dirinya. Dira memutar tubuhnya. Wajahnya seketika memucat saat melihat siapa yang berdiri di depannya dengan tersenyum. Namun bukan senyum tulus yang dia tampilkan tapi senyum menyeringai membuatnya menghembuskan napas pelan. Dira meruntuki dirinya, kenapa dia harus berurusan dengan pasangan sahabat mengerikan ini? Dira pun menyesal, kenapa dia harus memutuskan Bagas demi Mail yang sudah tau keduanya memiliki sifat yang sama. "Hallo, Dira?" Mail hanya duduk santai di kursi kerjanya. Jika saja dia tidak mencari tau siapa tunangan yang akan di jodohkan oleh Ibunya mungkin sekarang dia sudah bertengkar dengan sahabatnya. Dira meneguk ludahnya. Dira pikir jika Mail menerima pertunangan ini, dia akan terbebas dari Bagas dengan Mail yang melindunginya. Dira rela melepaskan Bagas demi Mail karena tahu jika pria itu lebih segalanya. Tapi saat Dira melepaskan Bagas dan menjerat Mail, nyatanya apa yang dia harapkan tidak terjadi. Membuang Bagas dan Mail pun ikut membuangnya. "Kenapa? Kaget aku disini?" tanya Bagas. Dira tidak bisa membuka mulutnya. Dia benar-benar merasa sudah salah. Benar-benar nasib sial sedang menghampirinya. "Ah selagi kita bertemu di sini, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan." Dira berdehem, "A-apa?" "Gimana karier kamu?" Dira terdiam. Dia menatap Mail yang menggelengkan kepalanya. Kembali Dira menatap ke arah Bagas dengan tatapan tidak percayanya. "J-jangan bilang itu ...." "Yeah!" "Kamu ... kenapa kamu tega ngelakuin ini sama aku?" "Sekarang aku balik tanya, kenapa kamu tega putusin aku demi Sahabat aku?" "Karena itu udah keputusan aku." "Yah itu pun udah jadi keputusan aku." "Tapi kamu nggak seharusnya merusak karierku." Jerit Dira. Bagaimana bisa karir yang di bangun sejak beberapa tahun lalu rusak begitu saja hanya karena soal percintaan? "Tapi kamu juga nggak seharusnya merusak kepercayaanku." Dira menatap Mantan kekasihnya dengan mata berkaca-kaca. Karier yang dia rintih dari Nol sekarang hancur hanya dalam sekali hempasan. "Bagas, aku mohon jangan buat Karierku hancur." Mohon Dira. Ini salah satu cita-citanya. "Apa saat aku mohon-mohon buat nggak kamu putusin, kamu dengerin aku?" Dira bungkam. Bagas terkekeh geli, "15 Bulan loh Dir kita punya hubungan Tapi cuman karena ada Pria yang lebih baik dari aku, kamu putusin aku gitu aja." "Tapi aku nggak bisa nolak keinginan Ibuku." "Oh iya? Bukannya kamu wanita ambisius yang menginginkan segala sesuatunya sempurna? Bahkan kamu menentang Ibu kamu demi jadi model majalah dewasa." Dira bungkam. "Balasan yang aku lakukan ini baru awal, Dira. Kamu bakal tau, gimana rasanya di hempaskan saat kita lagi dalam masa di atas angin. Jangan pernah menyepelkan orang kaya aku, karena kamu bakal nyesal nantinya." Mail yang melihat sorot mata Bagas was-was. Jangan sampai emosi Bagas melukai Dira. "Bagas ayo kita balikkan dan aku akan jadi wanita kamu yang penurut." ujar Dira. Bagas sontak tertawa terbahak. Bulu kuduk Dira meremang, melihat bagaimana Mantan kekasihnya tertawa namun dengan sorot mata tajamnya. "Setelah kejadiaan ini kamu masih punya muka? Ohh ... sayang, kalau aja waktu itu kamu mikir ulang, mungkin aku bakal dengan senang hati kembali sama kamu. Tapi sekarang ...." Bagas mendekat ke arah Dira, "Semuanya udah selesai. Lo cuman sampah yang perlu gua buang." Dira terpekik saat tubuhnya terhempas ke lantai. Bagas tidak pernah sekasar ini padanya. Bagas tidak pernah membentaknya se-marah apapun dia. Bagas pria lembut. Bagas pria humoris. Bagas pria yang mencintainya. Tapi sekarang Bagas yang dia kenal hilang di gantikan dengan sosok lain. Bagas menunduk menekan tubuhnya dengan satu lutut lalu tangannya mencengkram rahang Dira dengan kasar. "Gua mungkin emang pria yang cinta sama lo, apapun yang gua punya gua kasih. Tapi sekarang sorry, gua bukan Bagas yang lo kenal lagi." Bagas menarik tangannya. Air mata Dira menetes, tidak menyangka jika pria lembut seperti Bagas bisa sekasar itu. Mail menggeleng kepalanya, "Santai, bro. Jangan pake emosi, bahaya." Bagas mengusap wajahnya lalu berlalu pergi meninggalkan ruangan sahabatnya. Mail yang melihat Bagas pergi, itu lebih baik di banding harus mengamuk di kantornya. Mail meringis melihat Dira yang menangis tergugu di lantai. Memang tidak bisa di pungkiri jika dia menjadi Bagas pasti akan melakukan hal yang sama. Mail menghembuskan napas karena saat itu pernah mencicipi bibir Pacar sahabatnya. Eh ... tapi kan saat itu dia bilang sedang sendiri itu artinya bukan pacar Bagas. Mail tidak mau ikut campur, dia bangkit dari duduknya pergi meninggalkan Dira di dalam kantornya. "Loh, Bos perempuannya mana?" ujar Lasmini heran saat melihat Mail keluar seorang diri. "Ada di dalem." "Habis ngapain?" "Habis Making Love." "Hah?" Muka bodoh milik Lasmini membuat Mail terkadang ingin mengkarungi wanita itu. Untung saja dia sayang seperti kepada seorang adik mengingat Lasmini wanita sederhana yang lugu. Mengingat sederhana Mail menjadi Rindu dengan kekasihnya, sedang apa dia sekarang?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN