Atha menghembuskan napasnya saat melihat Mail cengengesan di depan pintu rumahnya di pagi hari. Rambutnya yang gondrong terlihat acak-acakan. Atha mengendus, ada bau alkohol. Atha menggelengkan kepala, kenapa dia harus memiliki pacar semacam pria ini? Kenapa tidak mendapatkan pria yang normal saja.
"Ngapain pagi-pagi dateng ke sini?"
"Yey, emangnya nggak boleh dateng ke rumah pacar sendiri?"
"Yah nggak boleh. Ini masih terlalu pagi, Mali!"
"Nggak peduli. Gua laper Non, minta makan dong." Atha memutar bola matanya enggan untuk menyingkir dari pintu.
"Berapa hari lo tinggal di sini?"
Mail mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh Atha, "Kenapa emangnya?"
"Jatah makan gua sekarang jadi dua kali lipat, sedangkan uang bulanan gua udah mulai menipis. Sedangkan lo kalau makan bisa lebih dari satu bakul. Apakah itu bisa di katakan tamu pada rumah orang?"
"Aelah ribet banget sih lo, Non. Cuman tinggal bilang minta jatah bulanan harus muter-muter segala." Atha menarik sudut bibirnya dengan lebar. Peka juga Mail.
"Peka juga lo jadi laki."
"Yah, gua emang cowok peka, saking pekanya mata gua udah di suguhi pemandangan dua gunung yang menggantung Indah." Mail cengengesan dengan wajah mesumnya.
Mendengar ucapan Mail membuat Atha langsung tersadar apa yang terjadi. Dia menyilang kan kedua tangannya di depan d**a. Pipinya memerah saat dia lupa tadi langsung keluar tanpa memakai Bra.
"Kayanya kenyal deh punya lo, Non. Gua pegang dikit, yah?" Ujar Mail yang sudah maju.
"Kyaaa ... sekali lo langkah gua tebas Junior lo?!" Ancam Atha dengan wajah garangnya.
"Kalau p***s gua lo tebas terus nanti gua tusuk lo pake apa? Mau pake alat mainan? Mana mungkin! Tuh alat nggak akan bisa ngeluarin setruman yang dahsyat. Bahkan nggak akan bisa ngeluarin s****a buat membuahi sel telur punya lo."
"Mali! Pagi-pagi lo udah ngomong hal menjijikan itu. Oh astaga." Atha pusing dengan kelakuan Mail yang semakin hari semakin membuatnya darah tinggi.
"Halah menjijikkan, nanti juga lo bakalan minta sendiri kalau udah ngerasain." Atha yang kesal lalu menyerang Mail dengan pukulan yang di lakukan. Mail menggaduh kesakitan mendapat pukulan bertubi milik Atha.
"Aduh ... Non sakit, ampun."
"Tarik nggak ucapan lo barusan?"
"Yah mana bisa!" Atha menghentikan pukulannya, dia menghirup udara dengan rakus saat napasnya terasa berat.
Mail menahan tawanya melihat wajah putih milik Atha memerah, "Cape kan lo? Bandel sih jadi cewek. Udah ayo cepetan bikin sarapan, laper gua."
"Sendirian aja sono. Gua mau beli nasi kuning di depan." ujar Atha yang akan keluar dari rumah.
"Ehh, tunggu?" Mail memegang lengan Atha yang akan melangkah pergi. Wajah mesumnya kembali terlihat membuat Atha menatapnya dengan tajam.
"Masa keluar lo mau kaya gitu? Nggak akan pake BH lo?"
"Eh?" Atha langsung menunduk namun matanya terbelalak saat Mail meremas payudaranya dengan lembut.
"Kenyal ternyata." ujar Mail.
"MALIII GUAA SANTET LO YAH, KURANG AJAR."
"Hahahaha ... sumpah rasanya gua belum puas, Non. p******a lo gede dan kenyal, pas tuh di tangan gua." Atha mengejar Mail yang berlari masuk kedalam rumah.
Mereka terus berlari saling mengejar, tawa Mail terdengar begitu bahagia. Membuat seseorang yang ada di depan pintu terdiam menatap satu pasangan yang sekarang menjatuhkan tubuhnya di sofa.
"c***l. m***m. Menyebalkan. Setan. Iblis. Banjingan. b******k. Gua sebel sama lo." Atha sudah ada di atas tubuh Mail dengan tangan menjambak rambut Pria itu.
Mail yang ada di bawah meringis mendapatkan kekuatan Atha yang luar biasa tidak bisa di katakan lemah. Dia mencoba untuk melepaskan tangan itu namun Atha masih terus kesetanan membuatnya berdecak. Sebenarnya dia tidak masalah dengan apa yang wanita itu lakukan, malahan hubungan yang mereka jalanin sangat berbeda dengan saat dia menjalin kasih bersama wanita lain. Saat dimana Mail meminta wanita itu menjadi kekasihnya itu artinya hubungan mereka sudah masuk ketahap orang pacaran dalam kutipan dewasa bukan seperti ini. Tapi, Mail merasakan apa yang dia tidak pernah di rasakan, sekarang dia mendapatkan hal itu dari Atha. Atha wanita sederhana yang hidupnya tidak pernah banyak maunya. Dia akan berlaku kasar jika memang sedang dalam keadaan yang membuatnya rugi. Namun Atha akan menjadi wanita penurut jika memang itu tidak baik.
"Ohh sayang sumpah ini enak banget." Atha yang menjambak rambut Mail menghentikan kegiatannya. Dia menatap pria yang ada di bawahnya yang cengengesan. Harusnya dia meringis sakit tapi kenapa malah meringis enak?
"Oh iya sayang faster." Atha meneguk ludah dengan susah payah mendengar suara desahan yang keluar dari mulut pria itu.
Mail yang melihat wajah cengoh milik Atha dengan cepat menggulingkan tubuhnya, sekarang dia yang mengambil alih permainan.
"Kena juga kan lo."
"Mali lepasin?!"
"Nggak!"
"Lepasin nggak?"
"Nggak!"
"Nggak lucu Mali."
"Siapa yang lagi ngelucu, gua malahan lagi mau genjot lo." Mata Atha membulat mendengar kata vulgar yang di katakan oleh Mail.
"Lepasin Mali gua harus ngantor."
Mail cengengesan, "Satu ronde baru gua lepasin."
"Gua bukan wanita jalang yang lo cumbu di hotel."
"Uuuu ... pacar gua marah." Mail menopang tubuhnya dengan kedua siku di sisi kepala Atha dengan tangan wanita itu dia genggam.
Wajah m***m Mail langsung berbinar saat dadanya bergesekan dengan d**a milik Atha, "Empuk, kenyal dan besar."
"Mali nggak lucu." Atha menggeliatkan tubuhnya untuk keluar dari kukungan pria itu.
Bahaya jika Mail melakukan sesuatu padanya. Mengingat pria itu slalu berbuat m***m. Oh My Cinta! Atha hampir lupa dengan fakta mengerikan itu, kenapa dia tidak membuat perjanjian saat kemarin-kemarin mereka akan memulai sebagai pasangan kekasih? Oh s**t! Dia masuk kedalam kadang Anaconda yang melilit dan mencabik.
Mail tersenyum-senyum melihat wajah Atha yang mendadak pucat. Dia menunduk lalu menggesekkan hidungnya dengan hidung mancung milik kekasih barunya itu. Mata mereka saling bertatapan, Mail menatap dengan tatapan jahil sedangkan Atha dengan tatapan khawatir.
"Gimana kalau kita lanjut ke kamar?" Atha langsung gelagapan. Dia berusaha berfikir mencari akal namun sialnya di saat genting seperti ini otaknya tidak mampu berfikir.
Sedangkan Mail menatap wajah baby face Atha. Alisnya yang rapih, bulu mata yang lentik, matanya yang indah, hidung yang mancung, pipi yang gembil, bibir yang tipis. Mail menatap bibir itu dengan lama, sudah berapa kali dia mencicipinya? Dan Mail tidak tahu berapa kali, karena hal itu tidak penting baginya. Mail menunduk lalu mencium kedua pipi Atha dengan lembut lalu setelah itu bibirnya mendarat di atas bibir mungil itu hanya menempel tidak bergerak. Atha yang mendapat perlakuan Mail gelisah, matanya bergerak ke sana kemari, kakinya meronta namun Mail mengapitnya dengan kaki besarnya.
Atha meneguk ludahnya dengan sudah payah saat bibir itu ada di atas bibirnya. Tidak ada pergerakan apapun, sampai beberapa detik Mail menciumnya dengan lembut namun dalam. Awalnya Atha hanya diam tapi tidak berapa lama dia pun ikut membalas ciuman Mail. Bibir mereka terus saling melumat, bahkan mata mereka terus bertatapan. Sampai tiba-tiba jantung keduanya berdetak dengan kuat hingga ciuman mereka terlepas karena terkejut dengan apa yang terjadi.
Atha mengedipkan mata dengan perasaan bingung begitu juga dengan Mail yang sama-sama bingung. Kening mereka menempel, jantung keduanya berdetak seirama dengan pacuan dua kali lipat dari sebelumnya. Atha tahu apa yang dia rasakan dan Mail pun tahu karena hal ini dulu sempat dia rasakan pada masa lalunya. Mail menggaruk kepalanya lalu berguling kesamping Atha, sofa sempit itu semakin sempit saat tubuh besarnya itu ikut berbaring. Tidak ada percakapan, mereka sama-sama menatap langit-langit rumah milik Atha dengan pikiran berkelana.
Mail berdeham, "Sumpah gua nggak habis pikir, kenapa jantung gua bisa berdetak kaya gini? Gua udah biasa ciuman sama cewek lain tapi apa ini? Gua udah cium lo beberapa kali tapi baru sekarang jantung gua berdetak dua kali lipat dari biasanya."
"Sama. Gua pikir ini hanya ketidak sengajaan." Keduanya kembali terdiam.
Sampai Mail bangkit dari rebahan nya lalu berdiri mengulurkan tangannya ke arah Atha. Atha menerima uluran tangan Itu, ikut bangkit dari sofa. Mereka sekarang berhadapan.
"Sekarang kita tinggal cari tau apa yang terjadi sama perasaan kita. Jadi ayo kita berkerja sama." Kepala Atha menganggu.
"Dan ayo lo harus masak karena gua beneran laper." Mail langsung mengiring Atha kearah dapur membuat wanita itu berdecak sebal.