Atha menguap untuk kesekian kalinya, matanya memerah menahan kantuk tapi dia harus bertahan demi sebuah gaji yang pasti membuat hidupnya bahagia. Atha menggerakkan badan, tangannya terentang untuk merilekskan tubuhnya.
"Kenapa? Cape lo?" Atha mendelik sebal ke arah Cassandra yang berada di samping kubikelnya.
"Gimana gua nggak cape, 3 hari 3 malam gua cuman tutup mata 3 jam. Gila aja! dia pikir gua ini apaan?!"
"Sabar aja, Ta. Semuanya juga butuh proses."
"Proses sih proses tapi nggak harus siksa gua sama Damar dong. Di kira gua sama dia robot yang berkerja selama 24 jam." Cassandra menggelengkan kepalanya, dasar Atha, baru segitu saja sudah mengeluh, bagaimana dengan dia dan kedua temannya? Bahkan mereka selama 1 minggu harus bulak balik luar kota melihat bagaimana perkembangan di sana tapi memang dia akui kerja tidak begitu mengenakan.
"Ta kalau menurut lo nih yah, mending jadi ibu rumah tangga atau kerja aja?" Atha menolehkan kepalanya ke arah Cassandra.
"Nggak keduanya deh, kayanya sama-sama bikin repot, sama-sama cape, sama-sama bikin susah, mending punya uang banyak terus tinggal hamburin, itu bisa gua pertimbangin."
"Lah, terus nanti lo dapet uang dari mana kalau kaga kerja?"
"Iya juga yah, tar gua mau makan apa nanti."
"Lo pan punya muka cakep tuh, Ta. Kenapa nggak Lo jual aja?"
"Maksud Lo?"
"Yeah cari cowok ganteng, mapan, terus hartanya nggak akan habis tujuh turunan."
"Maunya begitu sih, San. Tapi, gua sadar diri lah, kentang kaya gua bisa apa." Atha dan Cassandra tertawa bersama membuat satu ruangan berkata berisik. Atha dan Cassandra menutup mulutnya, terkikik bersama.
"Kalian tuh udah di tegur berkali-kali, kenapa masih aja ketawa ketiwi di jam kerja sih?" Kemal berdiri di dua kubikel milik Cassandra dan Atha membuat kedua wanita itu memutar bola matanya.
Kenapa slalu Kemal yang menegur mereka? Kenapa bukan orang lain saja? Kalau Kemal sudah berbicara mereka berdua akan bungkam, bagaimana pun laki-laki itu jabatannya lebih tinggi. Bisa-bisa mereka di kenakan hukuman. Walaupun mereka sudah mengenal dekat, di kantor semua teman akan bersikap proposional hanya Atha dan Cassandra saja yang terlalu acuh.
"Sorry, Bos kami kelepasan." Ujar Cassandra.
Atha kembali menatap komputernya, masih banyak yang harus dia benarkan mengingat pembangunan cabang di kalimantan sebentar lagi akan rampung membuat semua karyawan JAYAKARTA hilir mudik tidak ada waktu.
"Ya sudah kalian kembali bekerja." Kemal melenggang pergi, dia heran entah kenapa kedua wanita itu tidak pernah kapok padahal sudah di tegur beberapa kali tapi slalu saja begitu.
Cassandra menggeret kursi beroda nya, "Btw, Ta. Jadi bener kabarnya kalau Lo sama Adit putus?"
Atha menganggukkan kepalanya, menarik laci lalu mengambil permen Lollipop yang tidak pernah jauh darinya, "Udah satu minggu yang lalu kali, San. Bahkan gua dateng ke acara wedding nya."
Cassandra terbelalak tidak percaya, "Secepat itukah dia gantiin lo sama cewek lain?"
Atha mengangkat bahunya, tidak mau ambil pusing toh satu minggu kemarin dia sudah berusaha mengikhlaskan dengan tulus. Tidak ada dendam sama sekali di hatinya walaupun desiran halus slalu menyentaknya dengan kuat, bahwa sekarang dia sendirian tanpa ada orang membantunya bangkit. Atha akan berusaha untuk mengabaikan desiran di hatinya, sudah cukup. Untuk apa mengingat yang dulu, dia hanya perlu mendoakan yang terbaik untuk keduanya itu saja.
"Kenapa kalian putus? 10 tahun kalian bersama lalu dengan entengnya kalian bubar grak begitu aja?" Cassandra tidak habis pikir, bagaimana Atha masih bisa tertawa di saat kekasih yang 10 tahun bersamanya menikah dengan perempuan lain? Jika Cassandra ada di posisi Atha dia pasti akan menangis meraung bahkan mungkin hidupnya akan kacau. Bayangkan saja 10 tahun bukan waktu sebentar pasti banyak kenangan yang tidak akan bisa di lupakan.
"Berapa tahun gua sama Adit bersama akan terkalahkan dengan waktu hanya 1 hari. Hal itu mungkin udah jadi jalan takdir gua sama dia, San. Nggak seharusnya gua slalu mengingatnya walaupun rasa sakit dan kehilangan itu slalu ada. Tapi inget aja kita punya Tuhan yang tahu gimana jalan takdir kedepannya, siapa tahu aja gua lepas dari Adit dapetin cowok yang lebih baik dari dia. Jodoh kan nggak ada yang tahu." Cassandra benar-benar heran dengan jalan pola pikir Atha.
Wanita itu seakan mengatakan bahwa hubungan mereka hanya 1 bulan berjalan, matanya pun seakan tidak ada beban sama sekali. Bahkan di lihat-lihat Atha tidak terlihat memiliki mata bengkak, dia pun masih aktif bekerja. Cassandra benar-benar salut dengan kondisi hati milik Atha. Sekuatnya wanita pasti akan ada merasakan perasaan kehilangan karena yang dulunya slalu ada sekarang hanya tinggal sebuah bayangan. Benar kata Atha siapa yang tahu jalan takdir Tuhan bagaimana.
"Gua harap ucapan lo emang bener, Ta. Gua aja yang dengernya shock berat karena anak-anak di grup WA bilang kalau Athena si imut udah jomblo. Bahkan tadi pas waktu pagi-pagi, gua di datengin karyawan cowok di sini ada yang minta nomor WA lo." Atha ngakak di buatnya, ada Adit atau pun tidak memang banyak yang ingin mengenalnya.
Dia pun bingung ada apa dengan mereka semua, makanya Atha lebih biasa aja menganggap mereka hanya sekedar temen. Atha memang tidak ikut serta masuk ke Grup Wa kantor, menurutnya menganggu dan ribet. Nomor WA nya pun hanya beberapa orang saja yang memiliki. Karena sekali lagi Atha tidak terlalu ambil pusing dengan ponsel yang tahun ke tahun semakin menjadi momok kehidupan manusia.
Cassandra bahkan tahu dan meneliti dengan seksama jika Atha terlihat bahagia atau memang wanita itu menutupi lukanya dengan cara tersenyum. Ntahlah, Cassandra tidak tahu tapi memang kenyataan bahwa Atha wanita cantik di umurnya yang sekarang bahkan dengan tubuhnya yang mungil di tunjang dengan wajah imut menjadi daya tarik untuk pria yang penasaran padanya.
Bahkan jika yang tidak tahu dengannya pasti akan salah paham. Atha itu cantik di luar dalam, terkadang jika Cassandra sedang bertengkar dengan kekasihnya Atha slalu menjadi es di antara hubungan mereka. Cassandra sempat heran, bagaimana bisa hubungan Adit dan Atha terlihat baik-baik saja tidak pernah terlihat bertengkar, malahan mereka slalu memperlihatkan senyum lebar di depan banyak orang yang menandakan jika keduanya bahagia. Dan sekarang senyum kebahagiaan itu hilang begitu saja.
"Mereka cuman penasaran aja sama gua, San. Bukan gua jual mahal tapi nggak tahu yah, mungkin karena udah terbiasa kaya gini jadi susah aja."
"Tapi sorry banget yah, Ta. Apa lo udah siap buat buka hati lo?"
"Buka hati sih gampang tinggal belek badan gua aja hahaha."
"Aihhh bukan itu maksud gua."
"Maksud lo kapan hati gua bakal di isi sama nama pria lain?" Cassandra menganggukkan kepalanya.
"Kayanya gua belum siap deh, San. Gua lagi berusaha melupakan yang dulu, segimana gua biasa aja tapi tetep aja kalau rasanya bakal beda. Gua bakal terima kasih sama mereka yang emang tulus suka sama gua tapi gua cuman bisa bilang maaf, semuanya nggak gampang, gua bukan cewek yang putus dari sana bisa deket sama sini. Gua emang nggak pernah banding-bandingin siapapun cowok yang deket sama gua tapi gua tegaskan mereka hanya temen gua, nggak lebih. Urusan mereka suka sama gua, gua nggak bisa larang, gimana pun mereka punya hak buat suka sama siapapun itu." Inilah yang Cassandra harus pelajari, otak dan hati bisa seimbang melihat bagaimana Atha bersikap tenang seperti ini. Dia yakin Atha sedang berusaha melupakan.
Cassandra memang baru mengenal Atha satu tahun ini karena mereka dulu satu sekolah beda kelas bahkan beda jurusan. Namun tetap saja jika masalah Princess dan Prince sekolah mereka pasti akan mengungkitnya kembali. Jika saja Cassandra dulu lebih berani pasti dia akan mengenal siapa Atha, bagaimana sifatnya, siapa saja temannya, mungkin dia akan menjadi sahabat wanita itu.
Mendekati Atha itu lebih susah, seperti akan mendekati seorang presiden yang di keliling bodyguard nya dan Cassandra sekarang tau semakin kita berusaha mendekat, Atha akan semakin berusaha menjauh. Karena sekarang Cassandra mengerti jika ingin mengenal dekat dengan Atha jangan kita yang menghampiri tapi tunggu karena Atha akan mendekat begitu saja.
Atha hanya bisa tersenyum. Biarkan semua orang menganggapnya apapun, karena pantang bagi Atha menangis di depan orang lain yang hanya ingin mengetahui bagaimana hidupnya. Dan mungkin hanya Kemal saja yang tahu saat dia menangis tersedu-sedu satu minggu yang lalu. Atha tidak mau mereka menganggapnya wanita cengeng. Cukup dulu dia menjadi Atha si gadis lemah, sekarang dia akan membuktikan tanpa Adit dia bisa. Mungkin jalan satu-satunya adalah mencari pengganti yang hampir mirip dengan Adit. Dan itu bukanlah hal yang mudah, dia harus mengetahuinya terlebih dahulu baru semuanya bisa berjalan sesuai rencana.
"Gua berdoa yang terbaik buat lo, Ta."
"Amiin."
???
Mail menatap jam di pergelangan tangannya, dia mengetuk-ngentuk jarinya di meja, matanya berkeliling ke semua tempat. Dia mendengus, hampir 30 menit dirinya menunggu namun orang yang di tunggu sama sekali belum hadir.
"5 menit dia nggak dateng gua bakalan cabut." Mail bergumam dengan pelan.
"Sorry, sorry, sorry, gua telat." Suara bas itu membuat Mail memutar bola matanya.
"Kemana aja sih lo? gua udah nunggu hampir lumutan disini."
"Nggak mungkin langsung lumutan cuman nunggu gua Mail."
"Tapi tetep aja, waktu gua terbuang sia-sia cuman mau denger curhataan lo yang mungkin nggak akan berguna."
"Aih ... sembarangan kalau ngomong. Denger yah Ismail Abimana Kavindra kalau gua nggak butuh bantuan lo, gua nggak akan mungkin kaya gini."
"Tapi lo dateng telat, brengsek." Mail mendengus, jika saja mereka berada di film kartun mungkin kepala, telinga dan hidung dia sudah mengeluarkan kempulan asap.
Lian memaklumi Mail yang memang hidupnya tidak punya kesabaran. Apapun harus tepat waktu dan mungkin hanya dia sendiri yang bisa melanggarnya. Jika orang lain, jangan harap bisa bertemu kembali karena motto Mail waktu adalah hidup. Lian menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dimulai darimana dia akan bercerita, tapi kan dia ingin bercerita bukan maksud seperti wanita-wanita di luaran sana yang rempong. Lian hanya ingin berbagi saja, jika memang hal ini tidak baik untuk Mail yang notabenya Ah ... Lian bingung sendiri jika begini.
Mail yang melihat Lian menggaruk-garuk kepala, tangannya sudah gatal ingin mentampolnya dengan sendok yang ada di depannya atau tidak menusuk sahabatnya dengan garfu yang sudah dia tusuk-tusuk di atas daging panggang miliknya. Melihat begonya Lian, Mail merasa seperti laki-laki bodoh yang hanya menatapnya saja.
"Lo mau ngomong sekarang atau gimana, nih? Gua banyak urusan Man bukan cuman angkat kaki di mari doang."
"Hah? duh, sorry, Bro, habisnya gua mikir mau mulai dimana ceritanya."
"Lo kalau nggak ada pembahasan lain mending pulang terus rendamin kepala lo di bak pake air es supaya kopokan lo sama melernya idung lo langsung cair dan otak lo langsung melebur." Walaupun Ucapan Mail seperti ada candaan tapi beuh Lian benar-benar kesal karena memang mulut itu slalu berkata pedas dan sinis tidak pernah ada halusnya. Mail orangnya to the poin, sifatnya memang susah di tebak seperti psycopat namun Psycopatnya ini masih waras 90% yang sisanya sudah abaikan saja.
"Ini tentang Jasmine." Lian menatap Mail dengan ragu, Mail yang sedang memandang kesekeliling berhenti sejenak saat nama itu keluar dari bibir milik temannya.
"Terus masalahnya sama gua apa?"
Oke, Mail, abaikan nama wanita itu, hiduplah dengan tenang bisik hatinya menenangkan. Sebenernya ingin sekali dia bertanya ada apa dengan wanita itu tapi untuk apa? Peduli setan.
Lian sebenarnya tidak mau mengatakan ini tapi Jasmine mengacamnya jika dia tidak menuruti ucapannya, keponakan cantiknya yang akan menanggung akibatnya.
"Mail mungkin ini emang gua terlalu lancang ikut serta masalah lo sama dia. Tapi gua butuh bantuan lo banget, gua nggak mau terjadi sesuatu sama Ona, Jasmine itu gila." Mail menaiki salah satu alisnya? Dimana letak gilanya? Setiap dia datang wanita itu seperti wanita normal lainnya.
"Yah itu urusan lo mau gila kek, mau dia stres kek, urusan sama gua apa? Sorry yah, Li, gua emang dulu Cinta sama dia tapi kalau masalah untuk bantu membantu, emm ... gua bukan Malaikat yang mau bantu gitu aja." Mail bersikap masa bodo, memangnya dia memiliki hak untuk ikut campur? itukan urusan mereka walaupun hati kecilnya masih berontak ingin tahu.
Mail sedang mencoba merasa tidak peduli, mau bagaimana juga sekarang, ingat, masalalu dulu bagaimana dia berjuang tapi akhirnya dibuang begitu saja. Dia tidak akan mungkin bisa memaafkan begitu gampang dan membantunya dengan tangan terbuka. Memangnya Mail pria yang memiliki hati sebaik dan seluas apa sampai meminta tolong padanya?
Lian tau jika hal ini akan terjadi tapi demi Tuhan dia hanya ingin membantu keponakannya untuk tetap merasa Aman. Jika masalah kakak iparnya itu bodo amat mau bagaimana pun juga. Masalahnya keponakan kecilnya itu adalah sumber kebahagian kakaknya. Dan bodohnya sekarang Gian sedang mengurus bisnisnya di luar kota meninggalkan putri semata wayangnya dengan wanita gila itu. Dan Lian pun terpaksa meninggalkannya untuk meminta bantu pada Mail karena Wanita itu menginginkan sahabatnya datang.
"Mail mungkin hal ini nggak akan bisa buat lo berubah tapi gua mohon sama lo bantu gua buat lepasin Ona dari Jasmine, gua nggak tega liat dia kesakitan kaya gitu. Setiap Jasmine marah Ona slalu jadi sasarannya, gua bantu Ona tapi Jasmine slalu ancam gua buat nyakitin Ona, gua bener-bener bingung harus gimana?" Lian sudah putus asa kalau begini. Hanya Mail harapan satu-satunya. Jika dia memberi tahu pada Gian pasti kakaknya itu akan membela Istrinya yang gila.
Mail termenung sebentar, hatinya berkata membantu tapi otaknya melarang. Pergolakan pikiran dan hatinya membuat Mail bingung sendiri. "Gua nggak tau Li, gua nggak bisa bantu lo. Gua cuman bisa bantu doa aja selebihnya terserah."
Mail bangkit berdiri meninggalkan Lian yang mengacak rambutnya frustasi, bagaimana pun juga Mail pasti akan slalu menolak. Bagaimana dulu kejamnya sang Kakak merebut kekasihnya dengan tega. Mail hanya baik di depan orang tapi di dalam hatinya tersimpan kelicikan yang tidak akan semua orang tau. Pikiran Mail slalu berbeda, sangat sulit di tebak. Maka dari itu jika menebak pun percuma yang menurut kita A tapi menurut Mail angka 1.
Mail memang tidak mau ikut campur lagi, sudah cukup semuanya. Benar kata Alya wanita di luaran sana masih banyak yang ingin menjadi seseorang di hidupnya tapi inilah masalahnya memangnya siapa wanita yang mau pada pria Playboy, keras kepala, b******k seperti dirinya? pasti wanita baik-baik pun akan menolaknya dengan suka rela. Pria b******k ingin mendapatkan wanita baik-baik lalu jika bertanya wanita baik-baik apakah kalian ingin memiliki pendamping pria b******k? Jawabannya pasti 90% mereka akan menolak dengan mentah.
"Haduh ... dompet gua kemana lagi perasaan tadi udah di masukin ke tas deh." Mail menghentikan langkahnya, dia celingukan mencari asal suara itu.
"Aih ... bego banget sih, masa gua bilang sama mbaknya ngutang dulu, malu tau mau di taro dimana muka gua." Mail semakin penasaran suara itu berasal darimana.
"Ya ampun kayanya sial banget gua, udah dompet ketinggalan, mana ponsel mati lagi aih." Gerutuan itu membuat telinga Mail begitu sensitif.
Dia melangkah mendekat mencari suara itu hingga akhirnya kakinya seakan mati rasa, matanya terpaku, tubuhnya menegang, jantungnya berhenti beberapa detik hingga akhirnya berpacu dengan cepat, aliran darah yang tadi membeku langsung mencair begitu saja. Senyum Mail tersungging dengan lebar, aku menemukanmu pekik hatinya kegirangan.
"Ya ampun mana udah gua pesenin lagi masa gua pergi gitu aja, nanti yang ada muka gua di simpen lagi di depan, di kasih pengumuman buat kafe atau restauran lain nggak boleh nampung gua." Mail melihat bibir pink itu menggerutu dengan sebal, bibir itu pernah dia rasakan hanya saja sebuah kecupan.
Mail ingin merasakannya kembali, bahkan jika bisa dia ingin wanita itu yang slalu ada di bawah tubuhnya mendesah memanggil namanya. Stop, Mail kalau lo terus membayangkan hal seperti itu si o***g bisa hidup bereaksi di tempat ramai ini ucap hatinya menyadarkan.
Mail bergerak ke arah depan sana melihat wanita itu yang masih sibuk dengan tasnya.
"Mbak bagaimana?" Mail melihat wanita itu mengigit bibir bawahnya.
"Mmmm ... mbak kalau saya titip dulu disini sebentar, gimana? Dompet saya ketinggalan di kantor, nanti saya balik lagi." Kantor? Kening Mail bergerut. Wanita semanis itu sudah bekerja di kantor? Bagaimana bisa? Jadi perkiraan umurnya kemungkinan salah besar.
"Oh begitu, Mbak. Kalau begitu bisa anda titipkan barang bawaannya?"
"Bo-___"
"Nggak usah Mbak biar saya aja yang bayar." Mail langsung mengeluarkan dompetnya memberikan uang 100ribuan kepada pemilik kasir.
"Loh Mas saya bisa bayar kok."
"Nggak apa-apa saya mampu kok bayarnya."
"Terima ka__ Lo?!"