“Monggo ditumbasi, ada tempe bacem, bayam rebus, gorengan singkong, bahkan pelet cinta manjur. Mbakyu! Kakang! Monggo mampir dan beli sesuatu di sini, beli tiga gratis satu, bayarnya tetap empat.” Hiruk-pikuk pasar Kotaraja memenuhi gendang telinga Nandini yang berjalan di sana. Kendati demikian, dia justru tidak mendengar apa-apa dan fokus berjalan dengan canggung di sebelah pria tampan nan gagah, Saniscara. Pria itu sudah berganti baju dengan pakaian lebih merakyat, bahkan sang putri sampai terheran takjub melihatnya. Bukan hanya anda, Putri. Saya sampai tidak bisa bernapas dibuatnya. “Kita berbelok ke arah ini.” “Eh?” Nandini mengerjap. “Baiklah.” Ia terlalu lama larut dalam lamunannya sendiri. Kedua kaki mungil itu melangkah mengikuti jejak besar milik Saniscara. Nandini tidak menya