Rembulan semakin meninggi ketika kereta kuda itu memasuki gerbang kota Trowulan dan melenggang di jalanan, membelah keramaian aktivitas warga di malam hari. Suasana di dalam sangat jauh berbeda dari hiruk pikuk di sekitar mereka, hampir tidak ada suara muncul selain langkah kaki kuda dan dehaman gatal sang kusir karena terlalu banyak menyesap tebu di ladang tetangga rumah. Sementara penumpang di dalam kereta, mereka berdua tidak tidur dan tidak berbicara. Saling melempar pandang ke berlawanan arah dan Hayam Wuruk tidak memiliki ketertarikan untuk mengobrol akan suatu topik. Gajah Mada mungkin sudah sampai duluan, dia menunggangi kuda dan melesat bagai anak panah membelah angin, diikuti oleh pasukan setia Gajah Mada di belakangnya. “Kiiiiiiik!” Kedua orang itu kaget saat mendengar ringkik

