Hari masih pagi dan udara terasa sejuk menelisik pori-pori ketika Loka melihat Gendhis berlarian sepanjang lorong dan berhenti tepat di samping Loka yang sedang menganyam keranjang buah-buahan—tugas bagi seluruh pelayan karena sebentar lagi akan ada perayaan keagamaan. “Ada apa, Nona? Mengapa Anda berlari sekencang ini di pagi hari buta?” “D-d-d-dengarkan aku, Prajna. Kau pasti akan sangat … sangat kaget mendengar beritaku ini!” Loka menaikkan sebelah alis. “Ada apa?” “Aku mendengar kabar ini dari istana dan sungguh mengejutkan! Kata mereka wajah Putri Sudewi rusak parah dan melepuh merah, dia terus meronta seperti orang gila karena tidak kuat rasa perih dan gatal itu.” “Oh, benarkah?” Loka tidak kaget. Bahkan, dia tersenyum lebar sehingga membuat Gendhis bergidik ngeri melihat tingk

