"Aku hanya ingin tahu, di mana kau mengenal Christian, dan bagaimana kau bisa menikah dengannya?"
Aileen memandangi wajah rupawan Arthur dengan seksama, seolah sedanh mencari tahu maksud dari pertanyaan pria itu.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Arthur heran. Nampaknya, tatapan Aileen itu membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.
Menyadari sikap tidak sopannya, Aileen segera tersenyum kaku sambil meminta maaf pada Arthur. "Aku harus pergi. Aku takut Christian mencariku." Aileen bergegas berjalan ke arah kamarnya tanpa menoleh pada Arthur.
Setelah masuk di kamarnya, Aileen melihat Christian Li sedang duduk bersandar di tempat tidur. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Christian Li tidak melemparkan barang-barang lagi ke arahnya. Dia hanya menampilkan wajah datarnya saja saat melihat Aileen memasuki kamar.
"Kenapa tidak dimakan?" tanya Aileen saat melihat makanan di atas nakas yang belum disentuh sama sekali.
Christian Li tidak menjawab. Dia sengaja mengabaikan kehadiran Aileen di kamarnya dan memilih menatap televisi yang ada di depannya.
Karena tidak mendapatkan jawaban dari suaminya, Aileen pun mengikuti arah pandang Christian Li, tapi saat melihat ke arah televisi, dia merasa kalau Christian Li sepertinya tidak benar-benar menonton.
Sejak tadi tayangan di televisi terus diganti olehnya, seolah tidak ada yang menarik minatnya. Mungkin dia bosan dengan acara yang ditampilkan di televisi. Beruntung ada televisi itu di kamarnya, jika tidak, Christian Li pasti akan kesepian karena selama ini dia terus berada di kamar.
"Memangnya kau tidak lapar?" Aileen kembali mengajukan pertanyaan pada Christian Li karena tidak kunjung mendapatkan jawaban darinya.
"Keluar! Jangan menggangguku."
Kenapa dia marah-marah terus? Memangnya dia tidak lelah apa? batin Aileen.
"Aku bertanya karena khawatir denganmu. Kau bisa sakit, jika tidak makan."
Tatapan Christian Li yang semula tertuju pada televisi, seketika beralih pada Aileen. "Jangan berpura-pura peduli denganku," ucapnya dingin. "Aku tahu kau apa yang sedang kau rencakan di belakangku." Tatapannya kembali beralih pada televisi setelah mengatakan itu. Raut datarnya, seketika menghilang, tergantikan dengan wajah dingin.
Melihat itu, Aileen menghembuskan napas pelan dengan lesu. Tampaknya, dia harus ekstra sabar dalam menghadapi sikap dingin Christian Li mulai sekarang. Meskipun begitu, Aileen masih berpikir positif, mungkin suaminya bersikap seperti itu, karena mengalami kelumpuhan, hingga membuatnya menjadi pribadi yang sangat sensitif.
"Aku memang bukan orang baik, tapi setidaknya, aku masih memiliki hari nurani." Aileen berjalan menuju nakas, mengambil piring berwarna putih, lalu berdiri di samping tempat tidur. "Kau tidak boleh mengabaikan dirimu, setidaknya kau harus makan."
"Aku tidak lapar," tolak Christian Li dengan acuh tak acuh.
"Walaupun tidak lapar, kau tetap harus maka—"
"Sudah aku bilang, aku tidak lapar!" Christian menepis tangan Aileen yang akan menyuapinya hingga piring tersebut terhempas dari tangan Aileen dan terjatuh ke lantai.
Praaaaaangg!!
Semua isi dalam piring itu berserakan di lantai bersamaan dengan pecahan piring tersebut.
Aileen menatap ke bawah dengan wajah terkejut. Beruntung dia segera bergeser, jadi piring tersebut tidak mengenai kakinya. "Kenapa kau membuangnya?"
"Jangan memaksaku melakukan hal yang tidak aku inginkan." Sorot mata Christian Li sangat tajam. Sepertinya Aileen tanpa sadar sudah membuatnya marah. "Keluar dari kamarku!" Suara dingin Christian Li kembali menyadarkan Aileen dari keterkejutannya.
"Maafkan aku."
Aileen bergegas berbalik ingin melangkah, tapi sayang kakinya tidak sengaja menginjak pecahan kaca kecil sampai menembus kulit dan merobek dagingnya hingga mengeluarkan cairan merah.
Aaawww!
Rintihan Aileen membuat Christian Li langsung menoleh. Saat dia melihat kaki Aileen mengeluarkan cairan merah, sorot matanya terlihat bergejolak. "Apa matamu buta? Tidak bisakah kau melihat pecahan piring berserakan di mana-mana?" hardik Christian Li tanpa sadar.
'Disaat seperti ini dia masih saja memarahiku. Pantas saja tidak ada yang betah menghadapinya.'
"Maaf," ucap Aileen lirih.
Maaf katanya?
Dahi Christian Li mengerut tanpa sadar, tapi hanya sebentar karena setelahnya, netranya yang hitam menyoroti kaki Aileen yang sedang menyeret langkahnya menuju kamar mandi. Sepasang mata yang terlihat tajam dan dingin itu terus mengikuti langkah Aileen hingga kamar mandi tertutup.
Lima menit berlalu, Aileen akhirnya keluar dari kamar mandi dengan langkah tertatih. Sepertinya dia habis membilas luka di kakinya.
"Apa ada kotak obat di kamarmu?"
Christian Li hanya diam, tapi dua detik kemudian, tangannya bergerak menujuk ke arah cabinet penyimpanan barang yang letaknya di dekat jendela kamarnya.
Dengan langkah terseok-seok, Aileen menuju ke tempat di mana Christian Li menunjuk tadi, hingga dia mendapati kotak obat berukuran besar. Di depan rak itu, Aileen duduk di lantai setelah membuka kotak obat tersebut.
Dari ranjang besarnya, Christian Li diam-diam terus melirik Aileen dari ekor matanya. Saat melihat Aileen sedang membalut kakinya dengan kain kassa, dia mematikan televisi, lalu membaringkan tubuh tanpa suara.
Selesai membalut telapak kakinya, Aileen mengembalikan kotak obat itu kembali ke tempat asalnya, setelah itu menatap Christian Li yang sedang berbaring memunggunginya.
"Tuan Muda Li, apa kau sudah tidur?" tanya Aileen dengan suara rendah.
Tidak mendapati jawaban apa pun dari pria itu setelah beberapa detik berlalu, Aileen memutuskan untuk melangkah menuju pintu untuk mengambil alat kebersihan. Sebelum dia menginjak pecahan kaca lagi, lebih baik dia membersihkannya lebih dulu.
Selesai membersihkan pecahan kaca tersebut, dia mengunci pintu, lalu berjalan menuju sofa panjang yang letaknya berada di ujung ranjang. Dia memutuskan untuk tidur di sana, dan bukan di tempat tidur. Dia cukup tahu diri karena dia tahu Christian Li pasti tidak akan mengijinkannya tidur di ranjang.
********
Pagi harinya, saat Christian Li membuka mata, dia melihat Aileen meringkuk di sofa panjang seraya memeluk tubuhnya sendiri. Sepertinya dia kedinginan akibat tidak memakai selimut semalam. Christian Li menyingkap selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya, lalu menggeser tubuhnya secara perlahan dengan bantuan tangannya menuju tepi tempat tidur.
Dia mencoba untuk meraih air minum yang ada di atas nakas, tapi belum sempat dia meraihnya, gelas tersebut justru terdorong menjauh, hingga akhirnya terjatuh dan menimbulkan suara nyaring yang membuat Aileen terbangun dengan wajah terkejut. Dengan kesadaran seadanya, Aileen segera menoleh ke sumber suara dan melihat pecahan gelas berhamburan bersama dengan air sudah menggenang di lantai.
Aileen bergegas duduk dengan wajah panik setelah melihat itu. “Jangan bergerak!" seru Aileen cepat. "Tetap di tempatmu. Ada banyak pecahan kaca di bawah. Aku akan membersihkannya dulu.”
Aileen tidak tahu kalau perkataannya tanpa sadar menyinggung harga diri Christian Li.
“Kau berkata seperti itu pada orang lumpuh, apa sengaja ingin mengejekku?”