Part 4

800 Kata
Cahaya menyilaukan sudah mulai mengusik mataku. Tapi rasanya masih enggan untuk beranjak dari tempat tidurku. Setelah sholat subuh tadi, aku memilih untuk mencoba memejamkan mata sejenak karena memang aku tidak tidur semalaman. Apa yang terjadi kemarin sungguh mengganggu pikiranku. Lamaran konyol Olan membuat duniaku terasa berhenti berputar. Pengakuan manis pada masa kecil kami membawa keberaniannya yang lebih dinilai sebagai keisengan di mataku, tapi sayang ditanggapi serius oleh kedua orang tua kami. Aku yang awalnya hanya bisa terdiam, mendadak tertawa dan kemudian diam lagi ketika tante Rieke mengatakan bahwa tujuan sebenarnya mereka datang ke rumah kami adalah memang ingin melamarku. Dan lebih parahnya lagi, ayah dan ibu sudah mengetahui rencana tersebut. Aku sempat merasa geram. Geram karena sudah tertipu dengan adegan kangen-kangenan antara kedua orangtua ku dan kedua orang tua Olan. Ternyata mereka memang sudah bertemu dan membicarakan hal ini sebelumnya. Jadi pertanyaan basa-basi ibu kemarin hanyalah sebuah trik untuk membuka maksud yang sesungguhnya. Hingga pagi ini, aku masih melakukan mogok bicara dengan ayah dan ibu. Sebenarnya ini hanya pelampisan kekesalan ku saja, aku lebih kesal sama Olan yang juga turut "menipuku" . Aku beranjak dari tempat tidur, duduk di pinggir kasur yang menghadap langsung ke cermin. Ku perhatikan wajahku, khas bangun tidur, tanpa make up sedikitpun. Miris...itu yang terlintas di kepala ku, sungguh aku bukan lah wanita yang memiliki kecantikan luar bisa. Aku hanya wanita biasa berumur 26 tahun dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi, tapi tak bisa dikatakan pendek juga, kulit yang cukup putih, tapi tak berkilau seperti bintang iklan lotion yang aku pakai, rambut hitam yang tidak terlalu lurus, dan hidung yang cukup mancung. Tapi jika disandingkan dengan Olan? Entahlah...mungkin aku lebih cocok menjadi asistennya ketimbang menjadi pasangannya. Sebagai wanita, tentunya aku senang jika ada pria tampan yang melamarku, seperti kisah dongeng yang menjadi kenyataan. Tapi ini dunia nyata, bukan cerita novel, dongeng bahkan w*****d yang sering aku baca di mana kebanyakan pria tampan dipasangkan sang penulis dengan tokoh perempuan buruk rupa yang kisah cintanya selalu berakhit bahagia. Di dunia nyata, orang tampan pasangan nya ya orang cantik. Ketika dia menyatakan lamarannya kemarin, sungguh aku tak berhenti menatapnya. Aku mencari tanda ketidakseriusan dari ucapannya. Tapi sedikitpun tidak kutemukan tanda itu. Tatapan nya begitu teduh, tenang dan penuh harap. Aku mencoba untuk meyakinkan diri. Tapi rasa takut ternyata lebih besar dari keyakinanku. Berbagai pertanyaan muncul di benakku. Apa yang Olan lihat dari perempuan sepertiku? Atas dasar apa dia melamarku, padahal kami tidak pernah bertemu lagi semenjak 20 tahun lalu? Cintakah? Atau sekedar tanda bakti kepada orang tua? Aku memang sudah pengalaman dikecewakan, dua kali terakhir aku menjalin hubungan, semuanya berakhir dengan pengkhianatan. Apalagi ini seorang Dennis Orlando, pria yang 99% berpotensi dikerubungi oleh banyak wanita. Aku tak mau jatuh ke lubang yang sama. Aku juga ingin kisah cintaku berakhir bahagia seperti novel-novel romantis yang pernah aku baca. ------------------------------------------------------- "Pagi semua..." aku menyapa rekan kerja sembari berjalan menuju kubikel ku. "Begadang lagi Bi? Mata panda lo keliatan lagi tuh!" tanya Hani yang tak kusadari telah berdiri di depan ku. "Biasa...baca novel lagi, hehe." aku berbohong pada Hani, karena tak mungkin ku katakan bahwa aku tidak bisa tidur karena lamaran konyol Olan kemarin. Bisa heboh satu kantor! "Dasar...! Kurangin baca novel yang penuh konflik itu Bi, ntar hidup lo jadi penuh drama lagi." Sekarang aja udah penuh drama kali Han...kataku dalam hati. "Eh Bi...ada kiriman nih buat lo." tiba-tiba Dito datang dengan membawa seikat bunga mawar putih di tangannya. "Buat gue? Dari siapa?" "Ga tau...tadi gue ketemu kurirnya di depan, trus katanya ada kiriman buat lo, Sabrina Narandhita. Kan ga ada Sabrina lain di kantor kita, jadi pasti itu buat lo." jelas Dito "Liat ada nama pengirimnya ga Bi!" Kata Hani dengan sedikit heboh Ku buka kartu cantik yang terdapat di atas rangkaian bunga. Tak ada nama di sana, hanya ada tulisan yang membuatku bisa memastikan siapa pengirim bunga tersebut. ~aku akan mengirimu bunga setiap hari, agar kamu sadar akan kehadiranku. Aku serius dengan ucapanku. Jangan pernah menganggapku bermain-main Sabrina! Have a nice day... ~ Your O "Sweet sekaliiii !!!!" seru Hani sambil memukul-mukul d**a dan memjamkan mata "Oh my God....lo punya pacar baru Bi? Siapa?" tanya Susan "Nggak kok...gue ga pacaran sama siapa-siapa!" elakku "Jangan bilang kalo lo punya penggemar rahasi!" timpal Hani lagi "Cieee....yang punya secret admirer!!!" sambung Dito Pipiku memerah, bukan karena malu terhadap teman-temanku, tapi sedikit merona karena kalimat yang ditulis Olan di kartu ucapannya tadi. Ah...salahkan aku yang mudah terpesona hanya dengan perlakuan kecil seperti ini. Sungguh aku tak mau jatuh cinta terlalu cepat. Aku takut semuanya akan berakhir dengan cepat pula. Kiriman bunga dari Olan pagi ini, telak membuatku menjadi topik hangat obrolan kami hari ini. Obrolan yang panjang tentunya dan membuatku hanya bisa terdiam, karena tak tahu harus membalas apalagi. Hari ini aku merelakan diriku menjadi sasaran empuk untuk ditertawakan. Aku ikhlas teman.... :D 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN